Berita Nasional

Tolak Kenaikan PPN, BEM Ancam Demo Serentak

Koordinator Pusat BEM SI Satria Naufal meminta Prabowo membatalkan kenaikan PPN yang akan mulai berlaku per 1 Januari 2025 tersebut.

Istimewa
Ilustrasi. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar demonstrasi penolakan jika pemerintah Presiden Prabowo Subianto tidak meninjau kenaikan PPN 12 persen. 

Desakan untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen juga disuarakan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka. Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto segra membatalkan rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang. 

Menurut Rieke, keputusan itu diyakini akan berdampak besar kepada masyarakat. Penundaan kenaikan PPN 12 persen bertujuan menghindari PHK akan semakin meningkat. Selain itu, kenaikan PPN juga berpotensi menaikkan harga kebutuhan pokok. 

"Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan moneter antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturut-turut yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Rieke, Sabtu (21/12).

Rieke menjelaskan, argumentasi pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen sesuai pasal 7 UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dinilai juga tidak tepat. Dia meminta pemerintah harus mengambil secara utuh aturan tersebut. Dalam Pasal 7 ayat (3) UU tersebut, tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 % setelah berkonsultasi dengan alar kelengkapan DPR RI.

Dalam UU itu juga dijelaskan, Menteri Keuangan RI diberikan kewenangan menentukan besaran PPN perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya. "Saya sangat mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen," jelasnya.

Sebagai gantinya, Rieke mengusulkan pemerintah menerapkan dengan tegas self assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan. Di antaranya, perpajakan selain menjadi pendapatan utama negara, berfungsi sebagai instrumen  pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara.

Selain itu, terwujudnya satu data pajak Indonesia, agar negara mampu menguji SPT wajib pajak,  akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal. "Dan memastikan seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan wajib pajak, wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan," jelasnya.

Di sisi lain, Rieke juga meminta dana pembangunan infrastruktur wajib dengan skala prioritas  lyang memengaruhi hajat hidup orang banyak. "Inovasi dan kreativitas mencari sumber anggaran negara yang tidak membebani pajak rakyat dan membahayakan keselamatan negara, termasuk segera menghimpun dan mengkalkulasikan dana kasus-kasus korupsi, serta segera dikembalikan ke kas negara," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kebijakan kenaikan PPN 12 persen itu bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium. Barang dan jasa kategori mewah atau premium itu seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.(tribun network/igm/riz/den/dod)

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved