Berita Terkini Nasional

Keberadaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Usai Resmi Ditetapkan Tersangka KPK

Keberadaan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto kini menjadi pertanyaan publik seusai KPK resmi menetapkan status tersangka terhadapnya.

Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Foto ilustrasi, Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto. | Keberadaan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto kini menjadi pertanyaan publik seusai KPK resmi menetapkan status tersangka terhadapnya. Hasto Kristiyanto resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Selasa (24/12/2024), karena Sekjen PDIP itu diduga telah melakukan tindak pidana korupsi, yakni dengan sengaja mencegah atau merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Keberadaan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto kini menjadi pertanyaan publik seusai KPK resmi menetapkan status tersangka terhadapnya.

Hasto Kristiyanto resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Selasa (24/12/2024), karena Sekjen PDIP itu diduga telah melakukan tindak pidana korupsi, yakni dengan sengaja mencegah atau merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.

Ketua DPP PDIP Bidang Sumber Daya Said Abdullah membocorkan soal posisi atau keberadaan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kata Said, hingga sore hari ini Selasa (24/12/2024), Hasto masih berada di markas dari partai berlogo kepala banteng moncong putih itu.

"Pak Hasto di DPP dan saya bertemu beliau," kata Said saat dikonfirmasi awak media, Selasa petang.

Kata Said, di dalam Kantor DPP PDIP sepanjang hari ini, Hasto melakukan kegiatan atau rutinitas seperti biasa.

Hasto, kata Said, tetap menjalankan tugas kesekjenan partai sebagaimana yang dijabat oleh politikus asal Yogyakarta.

"Dan beliau tetap seperti biasa melakukan rutinitas pekerjaan kesekjenan Partai," kata Said.

Sebagai informasi, terpantau memang Ketua DPP PDIP Said Abdullah keluar dari kantor DPP PDIP yang beralamat di Jalan Diponegoro nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat.

Dalam pantauan Tribunnews di lokasi, Said keluar dari kantor DPP PDIP sekira pukul 15.20 WIB dengan menumpangi mobil Alphard Hitam dan langsung berlalu meninggalkan awak media yang standby di depan Kantor DPP PDIP.

Terlihat dari kejauhan, Said hanya melambaikan tangan saat melintas tepat di seberang barisan awak media.

Namun hingga berita ini ditulis pada pukul 18.29 WIB, kondisi kantor DPP PDIP masih belum terlihat banyak aktivitas berarti.

Bahkan keterangan langsung dari pengurus DPP PDIP belum disampaikan.

Diberitakan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menjadi tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.

Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.

Hasto dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selain terjerat pasal suap dalam perkara eks caleg PDIP Harun Masiku, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga dijerat dengan pasal perintangan penyidikan.

Berdasarkan informasi, Hasto dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal yang Jerat Hasto Kristiyanto

Hasto resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.

Dalam surat yang diterima Tribunnews, Hasto Kristiyanto dijerat menggunakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Berikut ini isi pasal tersebut:

Pasal 5

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 250.000.000 setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 13

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000.

Tak hanya itu, Hasto juga dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berikut ini isi pasal tersebut:

Pasal 21

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 

Janji Megawati

Ketua Umum PDI Perjuangan ( PDIP ), Megawati Soekarnoputri, sempat berjanji jika Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, jadi tersangka, ia akan mendatangi KPK.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dikabarkan menetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menjadi tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.

Sumber Tribunnews di KPK yang mengetahui perkara ini menyebut, Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.

Hasto Kristiyanto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyatakan lembaganya akan segera menggelar konferensi pers (konpers) terkait penetapan tersangka Hasto Kristiyanto.

"Secepatnya kita konpers," kata Fitroh kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).

Namun belum diketahui pasti kapan jumpa pers itu akan digelar KPK.

Belum diketahui juga kapan KPK akan memeriksa Hasto, termasuk kemungkinan kapan KPK akan menahan Sekjen PDIP itu.

Terkait hal tersebut, publik kini juga menunggu realisasi ucapan Megawati Soekarnoputri.

Dua pekan lalu, tepat 12 Desember 2024, Ketua Umum PDIP itu pernah berjanji akan mendatangi Gedung KPK jika Hasto Kristiyanto ditangkap.

Hal itu disampaikan Megawati dalam acara peluncuran buku Todung Mulya Lubis, di Jakarta Pusat.

Saat itu dalam pidatonya di acara tersebut Megawati berjanji akan langsung turun tangan bila Hasto ditangkap oleh KPK.

"Saya bilang, kalau Hasto itu ditangkap saya datang. Saya enggak bohong."

"Kenapa? Saya ketua umum, bertanggung jawab kepada warga saya, dia adalah Sekjen saya," kata Megawati saat itu.

Ketua Umum PDIP itu juga sempat menyinggung penyidik yang menangani kasus Harun Masiku, Rossa Purbo Bekti. 

Dalam pidatonya itu, Megawati menyoroti mengenai Rossa yang memakai masker dan topi saat pemeriksaan Hasto di KPK, beberapa waktu lalu.

"Lalu saya bilang, siapa itu Rossa? Katanya ininya (penyidik) KPK, tapi masa pakai masker, pakai apa namanya topi sing ada depannya iku."

"Iya toh? Berarti dia sendiri kan takut, karena dia menjalani hal yang enggak benar," kata Megawati.

Megawati juga mengkritik tindakan yang dilakukan Rossa sebagai penyidik KPK dengan menyita buku partai dari tangan ajudan Hasto, Kusnadi. 

Megawati menilai hal itu tidak sesuai dengan prosedur.

"Terus saya bilang, si Rossa itu punya surat perintah enggak? Kan yang dianya turun itu kan ada ininya Pak Hasto, si Kusnadi."

"Dia disuruh memang bawa tasnya Pak Hasto. Jadi mereka pikir 'oh mungkin ada di dia'. Tapi kan harus ada prosesnya dong, enggak kaya ngono lho," katanya.

( Tribunlampung.co.id / Tribunnews.com )

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved