Berita Terkini Nasional

Pagar Laut 30,16 Km Dibangun di Perairan Tangerang, Warga Dibayar Rp 100 Ribu

Viral di media sosial soal pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer yang dibangun di perairan Tangerang, Banten.

Editor: Teguh Prasetyo
Tangkap layar video Ombudsman RI
PAGAR BAMBU - Pagar bambu misterius terpasang di laut Kabupaten Tangerang, Banten sepanjang 30,16 km. Pagar itu dipasang oleh warga atas perintah pihak yang belum diketahui dari pihak mana. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Viral di media sosial soal pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer yang dibangun di perairan Tangerang, Banten.

Sebab, berdasarkan informasi yang beredar, pagar laut tersebut dibangun tanpa ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

Bahkan keberadaanya sangat mengganggu aktivitas warga setempat yang bekerja sebagai nelayan.

Pagar yang terbuat dari bambu tersebut terlihat membelah dari pesisir pantai hingga mengarah ke laut.

Pagar sepanjang 30,16 km itu membentang di 16 desa; tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

Dan di dalamnya ada 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya perikanan.

Di atas tiang bambu, dipasang anyaman bambu, paranet, dan juga diberikan pemberat berupa karung berisi pasir.

Berdasarkan informasi, pemasangan pagar telah berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan beberapa lapisan.

Pada proses pembangunannya, warga disebut menerima upah Rp 100 ribu untuk memasang pagar bambu.

Pemasangannya sendiri dilakukan saat malam hari.

Temuan tersebut berdasarkan informasi masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi, pada 5 Desember 2024.

"Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang Rp 100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025).

Hasil penelusuran bersama nelayan, Fadli menjelaskan, bahwa pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat diakses oleh perahu.

Namun, di dalam area tersebut, nelayan akan kembali menjumpai pagar lapisan berikutnya.

"Pagar tersebut berbentuk seperti labirin," ungkapnya.

Fadli menegaskan, keberadaan pagar tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat serta merugikan dan membahayakan para nelayan.

"Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin," kata Fadli.

Sementara Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta pemerintah harus tegas dan harus segera membongkar pagar laut misterius tersebut.

"Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan," ujar Yohan.

Menurut Yohan, negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

"Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka," imbuhnya.

Presidium MN KAHMI ini juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut," ucap politikus PAN ini.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, saat dilaporkan warga, pihaknya sudah menerjunkan tim. Kala itu pagar masih sepanjang 7 km.

Tim DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September.

Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari SATPOL PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km," ungkap Eli.

Menurut Eli, struktur pagar terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter.

Di atasnya dipasang anyaman bambu, paranet dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir.

Yang mengejutkan, berdasarkan investigasi tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang.

Struktur ini membentang di enam kecamatan yang mencakup 16 desa, tepat di kawasan yang dihuni ribuan nelayan.

"Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya," jelas Eli.

Sedangkan Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengindikasikan adanya upaya tidak benar dalam kasus ini.

"Pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut," tegasnya.

Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) melalui Rasman Manafii menekankan bahwa aktivitas ini melanggar aturan.

"Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari," katanya.

Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga mengaku, tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut.

Demikian juga apakah pagar itu terkait reklamasi, ia tak bisa memastikan karena tak ada proposal izin ke pihaknya.

"Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada," pungkas Suharyanto. (Tribun Network/kps/wly)

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved