Berita Terkini Nasional

Sosok Pendeta Jalanan Agus Sutikno, Penampilan Urakan Berhati Mulia Urus Ratusan Anak Telantar

Penampilan Agus Sutikno jauh dari bayangan umum tentang sosok seorang pendeta. Tubuhnya penuh tato. Rambutnya pun gondrong.

TRIBUNJATENG/Budi Susanto
PENDETA BERTATO - Pendeta Agus Sutikno mengendarai sepeda motor chopper miliknya saat beraktifitas di sekitar Yayasan Hati Bagi Bangsa di Jalan Manggis II Lamper Lor Semarang Selatan, Rabu (25/12/2024). Sosok Agus Sutiko yang dikenal dengan julukan "Street Preacher" atau "Pendeta Jalanan". 

Agus menyebut bahwa tato yang ada di tubuhnya sudah ada sejak puluhan tahun lalu.

"Tato ini sudah ada jauh sebelum saya mengenal Tuhan, saat saya masih nakal-nakalnya," kata Agus.

Ia mengaku sering mendapat stigma negatif dari masyarakat, tetapi memilih untuk tetap fokus pada tujuannya.

Menurut dia, penampilan bukanlah segalanya. Yang lebih penting adalah tindakan dan dampak yang dihasilkan.

"Masalah baju atau penampilan itu tidak penting, yang penting adalah bagaimana hidupmu bermanfaat untuk orang lain. Wajar kalau manusia melihat penampilan, yang penting tetap hasil akhirnya," ujarnya.

Agus juga mengaku bahwa ia sebenarnya tidak suka dipanggil pendeta meskipun secara resmi ia adalah pemuka agama Kristen di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) Jawa Tengah.

"Agama bagi saya adalah sumber konflik. Maka, untuk menengahinya yaitu dengan aksi-aksi kemanusiaan karena kemanusiaan di atas ritual keagamaan," tegasnya.

Agus berharap agar apa yang telah ia lakukan dapat terus berlanjut dan memberikan manfaat bagi banyak orang.

"Prinsip saya sekarang, jangan mati sebelum berguna. Apa pun yang kamu percayai, hidupmu harus berguna untuk orang lain," pungkas Agus.

Dirasakan anak asuh

Dedikasi Agus pun dirasakan oleh anak asuhnya yang semula hidup dengan pahitnya dunia jalanan di Kota Semarang.

"Dulu saya jualan nasi bungkus di sekitar Peterongan hingga Simpang Lima Kota Semarang. Hal tersebut saya lakukan untuk melanjutkan sekolah," terang Alloysius Yefta Raffael di Yayasan Hati Bagi Bangsa, kepada Tribun Jateng, Rabu (25/12/2024).

Yayasan yang didirikan oleh Agus tersebut kini menjadi tempat tinggal Raffael dan rekan-rekannya.

Sepenggal pengalaman pahit juga diceritakan Raffael, meski sudah berjuang keras dengan berdagang nasi namun tetap saja uang yang ia kumpulkan tidak mencukupi untuk melanjutkan pendidikannya di SMA.

Belum lagi adanya Pandemi Covid 19, membuat Raffael harus menelan pil pahit.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved