Berita Lampung
Ikut Melawan Pertahankan Rumah, Wanita Hamil di Sabah Balau Sampai Alami Pendarahan
Dalam kondisi hamil besar, wanita itu turut memperjuangkan rumahnya, tak peduli jumlah aparat yang ramai dalam penggusuran di Sabah Balau, Lamsel.
Penulis: Riyo Pratama | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Seorang wanita hamil duduk lemas tak berdaya saat kediamannya digusur paksa oleh sejumlah aparat yang diperintah Pemerintah Provinsi Lampung pada, Rabu (12/2/2025).
Dalam kondisi hamil besar, wanita itu turut memperjuangkan rumahnya, tak peduli jumlah aparat yang ramai dia turut serta bersama masyarakat yang melawan mempertahankan rumahnya di Desa Sabah Balau, Tanjung Bintang, Lampung Selatan.
Seketika suasana menjadi ricuh, wanita itu pun turut merasakan dorongan hingga mengalami pendarahan.
Mata wanita itu pun nampak sembab akibat menangis atas kejamnya pengusuran yang dilakukan.
Dia bukan pencuri dan bukan penjahat, dia hanya seorang masyarakat yang hari-hari menjalani kehidupan sederhana bersama keluarganya.
Namun, wanita itu harus merasakan kekerasan dalam proses penggusuran.
Pasca kejadian itu hingga saat ini nasib warga setempat belum diketahui kelanjutannya.
Ada yang masih bertahan di lokasi dengan kondisi rumah yang rata dengan tanah, ada pula yang telah meninggalkan lokasi tersebut.
Senada yang dialami, Janariah (54) warga Sabah Balau tak kuasa menahan tangis dan amarahnya ketika sekelompok petugas dari pemerintah datang berbondong-bondong menggusur rumah miliknya.
Semenjak ditinggal mendiang suami, rumah sederhana tempatnya tinggal bersama kedua orangtuanya kini rata dengan tanah.
Dia pun mengaku bingung harus tinggal dimana, setelah pemerintah provinsi Lampung melakukan penertiban aset di tempat ia tinggal sejak puluhan tahun silam.
Untuk keberlangsungan hidup, Janariah menanam sayuran di lahan samping tempatnya tinggal.
Sementara kedua anaknya bekerja sebagai kuli bangunan.
"Saya perantau dari pulau Jawa dan tidak ada saudara di sini, seribu dua ribu saya dan alm suami kumpulkan untuk bangun rumah sederhana ini, kini habis sudah, rata dengan tanah," katanya dengan pandangan kosong dengan tubuh yang gemetar saat penggusuran terjadi.
Sesekali dia menongok di lokasi rumahnya yang telah digusur itu.
Air matanya pun turun, rintihan tak lagi terdengar hanya menyisakan sesedukan.
Semangat hidup tak lagi dirasakan Janariah, ia pun bingung hendak tinggal dimana setelah musibah pengusuran menimpa dirinya.
"Sudah tidak tau lagi mau kemana, biarlah saya disini sambil menunggu sisa-sisa barang," ucapnya.
Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Lampung
Koalisi Masyarakat Sipil Lampung mengutuk keras tindakan brutal aparat dalam penggusuran warga Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, pada Rabu 12 Februari 2025.
Penggusuran tersebut dilakukan atas perintah Pemerintah Provinsi Lampung dengan alasan penertiban aset lahan pemerintah setempat.
Sebelumnya, terjadi perdebatan antara warga dan pihak Pemprov Lampung terkait eksekusi lahan tersebut.
Warga mempertanyakan legalitas penggusuran, karena tanah yang digusur masih dalam status sengketa dan belum ada putusan pengadilan yang memerintahkan eksekusi.
Penggusuran itu berujung ricuh, dengan banyak warga yang bertahan meski ekskavator meratakan bangunan mereka. Aparat bertindak represif dengan menarik paksa warga.
Dalam kejadian tersebut, salah satu warga mengalami luka di bagian bibir akibat dipukul oleh seseorang berpakaian sipil.
Seorang perempuan hamil juga pingsan dan mengalami pendarahan. Meskipun sempat dibawa ke rumah sakit oleh petugas, perempuan tersebut ditinggalkan begitu saja.
Selain itu, seorang lansia juga pingsan dan membutuhkan bantuan oksigen. Ada juga warga yang mengaku, bahwa anggota Satpol PP berinisial A membenturkan kepala warga tersebut dengan keras.
“Atas dasar itu, kami mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga dan menuntut Pemprov Lampung untuk bertanggung jawab atas kekerasan yang dialami oleh warga. Kami juga mendesak penegak hukum untuk segera menangkap para pelaku kekerasan tersebut,” kata Perwakilan Koalisi, Sumaindra Jarwadi, pada Kamis, 13 Februari 2025.
Koalisi juga menyoroti pengelolaan aset milik Pemprov Lampung.
Selama lebih dari dua dekade, aset (lahan) tersebut dibiarkan tanpa pengelolaan yang jelas oleh pemerintah daerah.
Warga yang menetap dan mengelola lahan seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, bukannya dihadapkan pada ancaman penggusuran.
“Tidak ada kepastian hukum. Hingga saat ini, belum ada dasar hukum yang sah yang menjadi landasan bagi pemerintah untuk menggusur warga. Pemerintah seharusnya memberikan kejelasan hukum terlebih dahulu sebelum mengambil langkah yang berdampak pada hak-hak warga,” tambah Sumaindra.
Direktur LBH Bandar Lampung itu juga menegaskan bahwa penggusuran tanpa solusi akan menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi warga dan memperburuk kondisi sosial serta ekonomi mereka.
Untuk itu, koalisi mendesak Pemprov Lampung untuk meninjau kembali kebijakan penggusuran ini, dengan mempertimbangkan hak-hak warga, serta menghormati prinsip hak asasi manusia dalam setiap kebijakan yang menyangkut pemukiman warga.
Koalisi akan terus mengawal kasus ini dan siap memberikan bantuan hukum bagi warga yang terdampak. Koalisi Masyarakat Sipil Lampung terdiri dari beberapa lembaga, antara lain Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, LBH Pers Lampung, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Walhi Lampung, dan KIKA Chapter Lampung.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)
| Kuota Haji Lampung 2026 Turun Sekitar 800 Jamaah, Begini Penjelasan Kemenag |
|
|---|
| Pengacara Windi Ajukan Penangguhan Penahanan, Sebut Tersangka Punya Anak Kecil |
|
|---|
| Oknum Polisi hingga Pecatan Polri Curi Mobil Perwira Mabes di Lampung, Positif Narkoba |
|
|---|
| BPS Lampung Sebut Kolaborasi Jadi Kunci untuk Data Berkualitas |
|
|---|
| Kasus SPAM Pesawaran, Kejati Lampung Didesak Periksa Pihak Kemen PUPR |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/wanita-hamil-korban-penggusuran-di-sabah-balau.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.