Berita Terkini Nasional

Seorang Kakek di Gowa Sulawesi Selatan Diterkam Buaya saat Sedang Komunikasi dan Beri Sesaji

Seorang warga bernama Baco Daeng Rani (60) nyaris kehilangan tangannya setelah digigit buaya saat menggelar sesajen di Objek Wisata Cimory, Sulsel.

Editor: Teguh Prasetyo
Tribun-Timur.com/Sayyid Zulfadli Saleh Wahab/Instagram @dasadlatif212
DITERKAM BUAYA - (Kiri) Legal General Affair Humas Cimory Dairy Land Gowa, Firman Ashari menjelaskan soal buaya terkam warga yang mengaku keluarga saat ditemui di Cimory Dairy Land di Kecamatan Parangloe, Gowa, Sulsel, Selasa (18/2/2025). (Kanan) Tangkapan layar video pria diterkam saat memberi makan buaya, Selasa (18/2/2025). 

Terpisah Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gowa, Ratnawati mengatakan keberadaan buaya di Cimory karena permintaan BKSDA Sulsel.

Menurutnya, sesaat ditangkap oleh BKSDA saat banjir, pihak BKSDA meminta supaya buaya ditaruh sementara di Cimory.

"Saat itu buaya dalam pengaruh bius, sehingga diam tidak bergerak. Pada video pertama yang viral yang ada warga menangis, buayanya dalam posisi diam karena masih dalam pengaruh obat bius," jelas Ratna.

Di hari kedua, beberapa warga yang mengaku keluarga buaya kembali datang dan memaksa masuk Cimory.

"Petugas pengamanan di Cimory sudah melarang keras tapi warga tersebut tetap memaksa masuk. Bahkan kata petugas, mereka malah mau meminta buaya itu dibawa pulang ke rumahnya di Antang," katanya. "Dan kemungkinan besar pengaruh bius pada buaya sudah habis, sehingga buaya mulai beraksi, mungkin merasa terganggu," sambungnya.

Fenomena buaya kembaran manusia merupakan tradisi pra-Islam yang masih dianut oleh sebagian kecil masyarakat Sulawesi Selatan.

"Salah satu keunikan masyarakat di Sulawesi Selatan adalah tidak ada pengaruh Hindu dan Budha melainkan hanya kepercayaan lokal yang meyakini beberapa makhluk seperti pohon dan binatang memiliki roh," jelas Prof Suryadi Mappangara, Budayawan Sulawesi Selatan sekaligus Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Rabu (19/2/2025).

"Dan setelah Islam masuk, hal ini berbenturan dengan tradisi lokal bahkan beberapa diantaranya dianggap musyrik," pungkas Prof Suryadi. (tribunnetwork)

 

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved