Berita Terkini Nasional

Kisah Pilu Mantan Pemain Sirkus OCI Taman Safari, Ida Terjatuh saat Tampil di Lampung

Beberapa eks pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) yang beroperasi di Taman Safari menceritakan kisah pilu yang mereka rasakan selama bekerja.

|
Editor: Teguh Prasetyo
KOMPAS.COM /KIKI SAFITRI
AUDIENSI - Para mantan pemain Oriental Circus Indonesia Taman Safari saat menghadiri audiensi dengan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Mugiyanto di Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (15/4/2025). 

Tony mengakui bahwa pada medio tahun 1970-1980, didikan yang diberikan OCI kepada para pemain sirkusnya cukup keras, jika dibandingkan upaya pendisiplinan saat ini.

“Tahun 70-80-an itu, dan memang ada tindakan disiplin untuk mendisiplinkan anak-anak. Waktu itu kita bisa bilang eranya keras lah ya,” kata Tony.

Namun, ia mengklaim pendisiplinan keras merupakan hal yang wajar bila melihat kultur sosial pada tahun tersebut. Ia pun mengklaim turut merasakan hal serupa.

“Tapi kalau anak-anak itu malas, tidak mau keluar tenaga, kalau (dipukul) pakai rotan itu biasa (saat itu), dan konteksual pada masa tahun itu, memang begitu itu kulturnya. Bukan cuma di sirkus saja,” ujarnya.

“Di luar sirkus pun kita di rumah pun mengalami gitu ya. Di sekolah juga gitu. Dipukul pakai rotan sama guru. Jadi konteksual pendidikan memang ada ketika itu,” tambahnya.

Walaupun ada pendisiplinan keras, Tony membantah, pihaknya melakukan praktik eksploitasi dan perbudakan kepada para pemain sirkus di bawah naungan OCI.

Ia menegaskan, proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang kerap kali melibatkan tindakan tegas.

Namun Tony menyebut hal tersebut wajar dalam dunia olahraga dan bukan bentuk kekerasan yang disengaja.

“Betul, pendisiplinan itu kan dalam pelatihan ya, pasti ada. Saya harus akui. Cuma kalau sampai dipukul pakai besi, itu nggak mungkin. Kalau mereka luka, justru nggak bisa tampil atraksi,” ujar Tony.

Tony juga menepis tudingan soal penyiksaan yang dialami mantan pemain sirkus.

Menurutnya, pernyataan yang disampaikan mereka hanyalah pernyataan sensasional, yang tidak logis dan bertujuan untuk menarik simpati publik.

“Kalau dibilang penyiksaan, ya itu membuat sensasi saja. Supaya orang yang dengar jadi kaget, serius gitu ya. Kalau benar-benar seperti itu, ya tidak masuk akal,” pungkasnya.

(tribunnetwork)

 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved