Berita Lampung

Kisah Sukses Meria di Balik Sulam Usus, Kreasi Kemandirian dan Dukungan BRI

Meria, pengusaha sulam usus Galery Mery, saat ditemui di rumahnya yang berada di Dusun Pasar Lama, Merak Batin, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: taryono
Tribunlampung.co.id / Riyo Pratama
SULAM USUS - Meria, pengusaha sulam usus Galeri Meri, saat diwawancarai di rumahnya yang berada di Pasar Lama, Merak Batin, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Minggu (20/4/2025). 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan – Senyum ramah terpancar di wajah Meria, pengusaha sulam usus Galery Mery, saat ditemui di rumahnya yang berada di Dusun Pasar Lama, Merak Batin, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Minggu (20/4/2025).

Di balik kerlip baju-baju penuh manik dan benang emas yang bergelantungan di sudut rumahnya, tersimpan kisah tentang tekad, warisan, dan keberanian Meria, wanita muda berusia 37 tahun.

Bagaimana tidak, sejak kecil Meria sudah akrab dengan benang-benang tapis. Ia tumbuh di tengah keluarga pengrajin tradisional Lampung yang mengabdikan diri pada seni menyulam tapis (Pakaian adat kebanggaan masyarakat Sai Bumi Ruwa Jurai).

Bagi Meria, jarum dan benang bukan sekadar alat, melainkan bagian dari masa kecil yang tak pernah lepas dari ingatan.

“Saya masih gadis waktu mulai belajar menyulam. Dari kecil bantu ibu jahit tapis, sampai akhirnya punya rasa ingin mencoba sesuatu yang baru,” cerita Meria.

Berbekal keberanian dan secuil mimpi, Meria mencoba berkembang dari kerajinan tapis. Ia menemukan ketertarikan pada teknik sulam yang berbeda yakni sulam usus yang lebih rumit, lebih detail, dan belum banyak dikenal, pada saat itu.

Dengan modal hanya Rp100 ribu, ia membeli kain dan benang di pasar. Dari sana lahirlah sulaman pertamanya, sebuah jilbab dan peci kecil yang ia jual ke toko-toko terdekat.

Tak ada laba, tak ada hitungan untung yang dipikirkannya, yang ada hanyalah kebahagiaan sederhana melihat hasil tangannya dihargai.

“Pada saat itu di tahun 2013 menjadi titik awal perjuangan. Saya memberanikan diri membeli bahan sulam usus di pasar dengan uang Rp 100 ribu, mencoba menyulam sendiri, dan memasarkannya sendiri,” kenangnya.

“Waktu itu saya belajar sendiri. Bermodalkan warisan karya dari orangtua, saya mencoba, salah, ulang lagi. Lima tahun saya tekuni sampai benar-benar paham bentuk dan polanya,” sambungnya.

Sesekali, Meria bercerita tentang proses pembuatan sulam usus yang bisa dikerjakan berhari-hari hingga berbulan-bulan demi hasil sempurna.

Ia mengembangkan teknik sulam usus yang rumit, mulai dari membentuk lipatan kain menyerupai usus, menyusunnya menjadi pola artistik, lalu dihias manik-manik dan benang emas seperti lukisan di atas kain.

“Prosesnya tidak singkat, bahkan bisa mencapai enam bulan untuk satu baju. Ada tujuh tahapan rumit yang harus dilewati, dari jelujur, pembentukan usus, penyusunan pola, penyulaman, hingga penyelesaian akhir,” tuturnya.

Setelah menikah, Meria semakin mantap menekuni kerajinan ini.

Ia mulai melibatkan ibu-ibu tetangga untuk membantu. Dari satu dua orang, kini lebih dari 50 perempuan bergabung dalam proses produksi galeri miliknya. Ada yang bertugas membuat usus, ada yang menyulam, ada yang merangkai pola, dan ada yang menjahit.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved