Berita Terkini Nasional
Komdigi Blokir Enam Grup Facebook Termasuk Grup 'Fantasi Sedarah' yang Meresahkan Masyarakat
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan pemutusan akses atau memblokir enam grup Facebook, termasuk grup 'Fantasi Sedarah'.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan pemutusan akses atau memblokir enam grup Facebook, termasuk grup 'Fantasi Sedarah'.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menyatakan pihaknya langsung berkoordinasi dengan Meta, perusahaan induk Facebook.
"Kami langsung berkoordinasi dengan Meta untuk melakukan pemblokiran atas grup komunitas tersebut. Grup ini tergolong pada penyebaran paham yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat," kata Alexander di Kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).
Alexander menegaskan bahwa konten dalam grup tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak.
"Grup itu memuat konten fantasi dewasa anggota komunitas terhadap keluarga kandung, khususnya kepada anak di bawah umur," tegasnya.
Ia pun mengapresiasi respons cepat dari Meta selaku penyedia platform yang langsung menindaklanjuti permintaan pemutusan akses.
Tindakan pemutusan akses ini juga merupakan bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Aturan ini mengatur kewajiban setiap platform digital untuk melindungi anak dari paparan konten berbahaya serta menjamin hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan digital yang aman dan sehat.
"Sehingga peran platform digital dalam memoderasi konten di ruang digital menjadi sangat krusial dalam memberikan perlindungan," kata Alexander.
Ia menegaskan bahwa Komdigi akan terus memperkuat pengawasan terhadap aktivitas digital yang menyimpang serta meningkatkan kerja sama lintas sektor demi menciptakan ruang digital nasional yang bersih, sehat, dan berpihak pada kepentingan generasi penerus bangsa.
Namun, ia juga menekankan bahwa keberhasilan menjaga ruang digital tidak hanya bergantung pada pemerintah dan penyedia platform, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif masyarakat luas.
"Kami mengimbau agar masyarakat turut menjaga ruang digital yang aman dan terpercaya dan turut serta memberikan pengawasan atas konten manapun atau aktivitas digital yang membahayakan masa depan anak kita. Segera laporkan konten dan aktivitas digital negatif melalui kanal aduankonten.id," ujarnya.
Sementara itu polisi mengaku masih melakukan pendalaman terkait adanya grup di media sosial Facebook bernama 'Fantasi Berdarah' yang meresahkan masyarakat.
Polisi mengatakan grup tersebut kini sudah hilang setelah dihapus oleh Meta karena dianggap melanggar aturan.
"Akun grup tersebut sudah ditutup/ditangguhkan/dihapus oleh provider FB Meta karena melanggar aturan," kata Direktur Siber Polda Metro Jaya Kombes Roberto Pasaribu saat dihubungi, Sabtu (17/5/2025).
Meski begitu, Roberto memastikan pihaknya tetap melakukan penyelidikan sambil berkoordinasi dengan pihak instansi terkait.
"Ini kami intensif berkoordinasi dengan Meta dan Komdigi," ungkapnya.
Terpisah, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Titi Eko Rahayu meminta Polri mengusut tuntas kasus tersebut.
Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri terkait kasus ini.
Titi mengayakan grup tersebut mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat.
"Kami berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut. Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari dampak buruk konten menyimpang," ujar Titi dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).
Titi menilai diskusi di antara anggota grup tersebut telah memenuhi unsur tindak kriminal. Para anggota diduga menyebarkan konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau eksploitasi seksual.
Titi mengatakan, polisi dapat menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurutnya, polisi dapat menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.
(tribun network/dns/abd/den/riz/dod)
Anggota Polisi ALami Luka Sajam saat Aamankan Pemabuk yang Meresahkan |
![]() |
---|
Kisah Anak Sopir Jerami Dapat Beasiswa Penuh dari UGM, Rofidah Ingin Kerja di Kementrian Pertanian |
![]() |
---|
Video Viral di Medsos, Dedi Mulyadi Langsung Jemput Ibu yang Dianiaya Anak Kandung di Bekasi |
![]() |
---|
Mendagri Curhat Susah Cari Dokumen, Empat Pulau Resmi Milik Aceh dan Bakal Didaftarkan ke PBB |
![]() |
---|
Kabar Terkini Pesepak Bola Evan Dimas 'Si Wonderkid', Kini Pilih Jadi Pelatih Bola Anak-anak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.