Berita Terkini Nasional

Pengakuan Mengejutkan SA saat Telepon Keluarga Sambil Menangis Bilang Telah Bunuh Anak

Bahkan perbuatan si ayah kandung tersebut dia akui kepada keluarganya ketika menghubungi lewat telepon.

TribunBanyumas/Rifqi Gozali
ILUSTRASI GARIS POLISI - Foto garis polisi terpasang di TKP. Seorang ayah di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh tega menghabisi nyawa anaknya sendiri di rumah. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Aceh - Seorang ayah berinisial SA tega menghabisi anak kandungnya sendiri di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.

Bahkan perbuatan si ayah kandung tersebut dia akui kepada keluarganya ketika menghubungi lewat telepon.

Si anak, berinisial TI (31) ditemukan tewas bersimbah darah akibat luka bacokan di sekujur tubuhnya.

Peristiwa itu tepatnya terjadi di Kampung Bintang Berangun, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh.

Dikutip dari Tribunnews.com, Kabupaten Bener Meriah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, dan resmi berdiri pada 18 Desember 2003 berdasarkan UU No. 41 Tahun 2003.

Bener Meriah terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 100–2.500 meter di atas permukaan laut.

Peristiwa pembunuhan itu terjadi di rumah mereka sendiri.

Setelah pembunuhan itu terjadi, SA menghubungi keluarganya melalui sambungan telepon sambil menangis.

Dalam pembicaraan itu dia mengaku telah melukai anaknya. 

Tak lama setelahnya, pelaku menutup pintu rumah dan pergi dengan sepeda motor menuju ke Polres Pintu Rime Gayo. 

Sementara korban ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa.

Korban menderita luka bacok di bagian kepala, badan, dan tangan. 

Hal ini diketahui saat imam dusun bersama kepala dusun mendatangi lokasi kejadian setelah menerima laporan dari warga yang mendengar keributan dari rumah korban.

Barang bukti berupa sebilah parang yang masih berlumuran darah diamankan oleh pihak kepolisian. 

Kapolres Bener Meriah AKBP Aris Cai Dwi Susanto S.I.K mengatakan pelaku berhasil diamankan tidak lama setelah kejadian. 

Saat ini pelaku sudah berada di Mapolres Bener Meriah untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

"Kasus ini sangat memprihatinkan, karena melibatkan hubungan ayah dan anak. Kami akan menangani perkara ini secara profesional sesuai hukum yang berlaku, dan penyelidikan masih terus dilakukan untuk mendalami motif di balik peristiwa tragis ini," ungkap Kapolres.

SA Korban Trauma Konflik Aceh

Berdasarkan keterangan keluarga, pelaku SA merupakan korban trauma konflik Aceh

Dia sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Medan Sumatra Utara tahun 2003 silam akibat trauma tersebut. 

Mantan Panglima GAM Wilayah Linge yang juga Deputi 1 Badan Reintegrasi (BRA), Fauzan Azima bercerita bahwa tersangka SA dan anaknya TI pernah tinggal bersama dirinya beberapa tahun lalu pasca damai Aceh

Awalnya SA tinggal di Kampung Jamur Atu, Kecamatan Mesidah, Bener Meriah.  

Kemudian pada tahun 2000, SA bersama istrinya dan anaknya Ti, meninggalkan kampung halaman karena mendapat teror dari orang tidak dikenal.

"Dulu itu, ada kasus pembunuhan di Kampung Jamur Atu dalam kondisi mengenaskan, korbannya tak lain adalah tetangganya, karena itu awalnya membuat SA jadi trauma," kenang Fauzan yng juga keluarga korban dan pelaku.

Lalu, saat pulang pada malam terakhir acara kenduri korban pembunuhan itu, tiba-tiba di depan halaman rumahnya SA sudah menunggu seseorang yang tidak dikenal, bahkan melakukan ancaman terhadap dirinya.

Karena itu, keesokan harinya keluarga SA langsung pindah rumah menuju rumah ibunya di Kampung Mutiara Baru, Kecamatan Bukit, Bener Meriah (Kampung Berghendal). 

Kemudian sejak tinggal di Bergendal, sikap SA dinilai sudah mulai ada tanda-tanda keanehan. 

Dimana, SA mulai merasa ketakutan ketika mendengar suara mobil atau sepeda motor yang melintas di luar rumah, karena ia merasa selalu ada orang yang ingin membunuhnya.

Kala itu, prilaku SA dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan, bahkan tidak jarang dengan berani melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya. 

"Lantas, pada tahun 2003, keluarganya memutuskan untuk membawa SA berobat ke Rumah Sakit Jiwa di Medan, Sumatra Utara," ungkap Fauzan.

Saat di rumah sakit, kata Fauzan lagi, kepada dokter di RSJ itu SA menceritakan semua peristiwa yang dialaminya, sedangkan dokter hanya memberikan resep obat, namun demikian tidak mengurangi rasa traumanya.

"Pasca pulang dari Medan, ia setiap kali minum obat, efeknya selalu ingin mencoba bunuh diri dengan melompat ke kolam di samping rumah ibunya. Syukur upaya masih bisa diselamatkan keluarga," ceritanya. 

Lalu, kondisi tersebut terus berlarut-larut dan bahkan di setiap kali sakitnya kambuh, SA selalu melakukan kekerasan kepada istrinya. 

Merasa tidak tahan dengan perlakukan suaminya, akhirnya sang istri memutuskan untuk bercerai. 

"Sebab perceraian dengan istrinya SA jadi semakin parah hingga menambah sakit jiwanya," beber Fauzan.

Sosok Korban

Sementara di Kampung Bintang Berangun, korban TI dikenal warga setempat sebagai pribadi yang tertutup.

Karena jarang bersosialisasi bersama masyarakat, khususnya para pemuda di kalangannya. 

"Dia ini baru dua tahun tinggal di sini, duluan ayahnya, terus selama di Kampung jarang sosialisasi, berbeda dengan ayahnya yang sangat aktif di kegiatan masyarakat," ujar Haliyansyah, salah satu warga setempat saat ditemui di lokasi pada Sabtu (16/8/2025).

Selama tinggal bersama sang ayah, warga juga kerap mendengar keributan antara keduanya, namun kebanyakan sang ayah yang lebih mengalah. 

"Sering kami dengar keributan, cuma cekcok mulut biasa, ayahnya yang selalu mengalah dan pergi saat keributan terjadi," ujarnya.

Setelah ayahnya bercerai, TI kadang tinggal bersama sang ayah, kadang dengan ibunya yang tinggal di Simpang Utama, Pondok Baru, Bener Meriah

"Jadi ini anak korban keluarga tidak utuh (broken home), ditambah lagi ekonomi keluarganya tidak baik, sehingga tidak ada keluarganya yang dengan intensif mengurusnya," katanya. 

Selanjutnya pada tahun 2021 akhirnya SA bersama TI pindah ke Kampung Bintang Berangun, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, atau orang menyebutnya daerah Uwer Lah untuk membuka lahan kebun kopi. 

Di sana saat kopi belum panen, ayah dan anak ini mencari pekerjaan serabutan demi bisa menghidupkan mereka. 

Bahkan SA sempat bekerja sebagai tukang parkir di Simpang Balik, Kecamatan Wih Pesam, Bener Meriah

Sementara TI pernah sebagai penjaga alat berat di daerah Lut Kucak, Kecamatan Bukit, Bener Meriah

Diduga saat bekerja di Lut Kucak, TI salah pergaulan. 

Sejak kala itu sifatnya tidak bisa dikendalikan dan suka mengamuk. 

"Sampai-sampai pernah mencincang HP dan membakar rumahnya dan berkali-kali bahkan mengancam akan membunuh ayahnya," demikian cerita Fauzan Azima.(mi)

Baca Juga Kades Mengaku Khilaf Lecehkan Warga yang Urus Dokumen, Suami Korban Lapor Polisi

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved