Ironis! Gadis Kerudung Lego Keperawanan demi Motor dan Ponsel

Editor: soni
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karena iming-iming itu, akhirnya Ajeng mengiyakan tawaran Erna. Untuk meyakinkan Ajeng, Erna membawa Ajeng ke ATM dan menarik uang sebesar Rp 5 juta dan langsung diserahkan pada Ajeng. “Ajeng hampir pingsan lihat uang Rp 5 juta. Banyak banget… Ajeng sampai nangis waktu itu,” sebut Ajeng.

Pelacuran
Sebagai pebisnis, Erna memiliki ketakutan jika Ajeng kabur. Erna kemudian mengajak Ajeng ke sebuah kos-kosan hingga sore, agar memulai pekerjaannya.

“Ajeng inget banget, tanggal 2 Februari 2011, jam 5 sore, Ajeng memulai pekerjaan Ajeng. Ajeng dipinjami Erna baju dan didandani. Ajeng kemudian dibawa Erna ke Rumah Makan Padang di sekitaran Jalan Wahid Hasyim, dan bertemu dua om-om yang kenalan Erna,” ungkap dia.

Obrolan ringan terjadi, Ajeng hanya duduk makan dan mendengarkan Erna dan dua om-om itu tawar-menawar. Keperawanan Ajeng ditawar Rp 3 juta, dan bonus sebuah ponsel merek Nokia. Setelah deal, Ajeng lalu diboyong salah satu om yang diketahui bernama Feri.

Sedangkan Erna berjalan dengan om yang bernama Adi. Mereka terpisah. “Mau nangis waktu itu, dalam hati bilang, seandainya ibu masih hidup, pasti Ajeng tidak begini. Perawan Ajeng harganya cuma Rp 3 juta?” kata dia.

Di salah satu hotel melati di sekitaran Samarinda Seberang, Ajeng rela melepaskan 'mahkota' miliknya. Selama hampir dua jam di dalam kamar, Ajeng terpaksa melayani Feri dengan serba ketidakmampuannya.

Dari kejadian itu, nasib Ajeng berubah drastis. Rasa ketagihan menghasilkan uang banyak, terus membayang di kepalanya. Keakraban dengan Erna pun terjalin. Bersama Erna, Ajeng seperti menemukan kehidupan baru.

Pembagian hasil kerja pun dinilai adil. Erna mendapatkan komisi 20 persen dari harga "jualan" Ajeng. Namun Ajeng tetap membayarkan separuh pendapatannya untuk melunasi utangnya.

Pada bulan Juli, semua utang Ajeng lunas, dan sudah memiliki sebuah motor bermerek Vega R yang dia beli bekas. “Ajeng punya HP, punya motor dan sudah berani kos sendiri. Setiap dua hari sekali ada yang manggil, nomer HP disebar ke mana-mana. Mulai dari om-om, abang-abang mahasiswa sampai pejabat. Pernah dua kali dipakai sama pejabat, kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota,” ungkap dia.

Berubah
Penampilannya pun perlahan diubah, di sekolah mengunakan jilbab, tapi di rumah menggunakan pakaian mini. Dia tidak lagi menyambangi ayahnya di rumah, namun sesekali mengunjungi tempat kerja sang ayah.

“Kalau ada uang lebih, kadang ke bengkel tempat bapak kerja. Belikan bapak makan siang, atau ngasih uang bapak. Ya enggak banyak sih, paling Rp100–500 ribu. Bapak tahunya Ajeng kerja jaga warnet, itu juga Ajeng yang ngaku-ngaku,” ujar dia.

Seiring waktu berjalan, Ajeng sudah mulai marak dikenal. Semakin berkelas dan lihai. Ajeng tidak lagi sembarang ambil pesanan. Ajeng hanya mau melayani laki-laki berusia 25 – 34 tahun. “Maunya sama yang muda, biasanya om-om yang muda itu perkasa. Kalau yang tua, mintanya dilayani terus,” ungkap dia.

Sampai hari ini, Ajeng mengaku 'enjoy' menjalani pekerjaannya sebagai gadis panggilan. Dia pun sama sekali tak takut hamil, karena sedari dini sudah mengikuti program KB. “Ajeng pakai spiral lo, pakai yang lima tahun, jadi aman dipakai bertahun-tahun,” kata dia.

Disinggung masalah masa depan, Ajeng tertawa. Seperti halnya anak gadis pada umumnya, dia juga ingin punya pekerjaan halal, dilamar lalu menikah. Sayang, hingga saat ini belum ada laki-laki yang bisa menerimanya. Meski saat ini ada laki-laki yang ditaksir, namun dia tetap rendah diri untuk mengungkapkan isi hatinya.

“Ajeng naksir guru matematika di sekolah. Dulu waktu mau berhenti sekolah, guru itu yang ngasih semangat ke Ajeng. Umurnya baru 26 tahun, tapi ganteng banget dan baik hati. Seandainya boleh memilih, Ajeng mau dia yang jadi jodoh Ajeng nanti,” kata dia.

Halaman
123

Berita Terkini