TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Puluhan warga Jalan Pulau Sebesi, Sukarame, Bandar Lampung, yang tinggal persis di belakang kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Radin Inten, meminta pemerintah kota memperpanjang batas waktu pengosongan lahan yang mereka tinggali.
Rencananya, di lahan bekas Pasar Griya Sukarame yang kini dihuni oleh 50-an kepala keluarga (KK) tersebut akan dibangun kantor Kejaksaan Negeri Bandar Lampung.
Baca: Dispenda Minta Bantuan KPK Tagih Pajak 30 SPBU dan 50 Restoran Bandel, Ini Daftarnya
Baca: SBMPTN 2018 Kurang Semarak, Stand Jasa Pendaftaran Sepi Akibat Ditarik Sewa Rp 200 Ribu per Meter
Baca: Pernah Sebut SBY dan Biaya Politik, Pendapat Rizal Ramli Soal Kasus Century Kini Terbukti
Perintah pengosongan lahan pasar yang sudah tidak aktif kurang lebih 20 tahun itu tertuang dalam surat nomor 590/396/I.01/2018 tertanggal 10 April 2018.
Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Kota Bandar Lampung Badri Tamam tersebut, pemerintah kota memberikan waktu tujuh hari kepada warga untuk mengosongkan lahan.
"Apabila dalam waktu tujuh hari, saudara tidak mengindahkan surat ini maka Pemerintah Kota Bandar Lampung akan melakukan pengosongan secara paksa," demikian kutipan surat tersebut.
Pasca menerima surat peringatan dari pemkot, perwakilan warga Muad Mustami (50) bersama rekannya mendatangi kantor DPRD Kota Bandar Lampung, Kamis (12/4/2018).
Muad menyerahkan surat pernyataan penangguhan pengosongan lahan.
Baca: Gawat! 1 NIK Dipakai 2,2 Juta Kali Registrasi SIM Card, Kemenkominfo: Blokir!
Baca: Ngeri! Dalam Sepekan 25 Orang Tewas Akibat Miras Oplosan, Polisi Tetapkan Dua Tersangka
Menurut Muad, surat tersebut ditandatangani oleh 95 warga yang tinggal di lahan Pasar Griya Sukarame.
"Kami meminta pemerintah kota menunda pengosongan lahan, sebab pemberitahuan pengosongan dilakukan mendadak sehingga kami tidak ada persiapan," katanya di kantor DPRD.
Muad mengakui bahwa mereka memang tinggal di lahan milik pemerintah.
Namun yang menjadi masalah, lanjut dia, informasi dari pemkot terkesan mendadak.
Apalagi sebelumnya, lanjut Muad, tidak pernah ada sosialisasi dan musyawarah dengan masyarakat.
"Berdasarkan alasan itu, kami mohon penangguhan satu bulan terhitung dari tanggal 10 April 2018. Kalau bisa lebih lama lagi karena banyak yang tinggal di situ," ujar Muad.
Warga lain, Wadran (32) mengungkapkan, ia dan keluarganya kebingungan ketika pemerintah kota memberikan waktu limit sekitar tujuh hari untuk mengosongkan rumahnya.
Sebab ia harus mencari lokasi untuk tempat tinggal lagi.
"Saya harus cari tempat tinggal lagi. Saya bingung harus cari dimana ini. Karena ya saya tahu kalau menumpangdi tanah pemerintah tapi kalau dikasih waktu tuju hari alangkah sebentar banget. Mau cari di mana coba tempat tinggalnya," kata pencari barang rongsok ini.
Senada diungkapkan Sopian (41) yang mengaku sudah tinggal sekitar tujuh tahun di lokasi tersebut.
"Saya udah tujuh tahun tinggal di sini, memang (ini lahan) punya pemerintah tapi saya mohon diberikan kelonggaran atau seperti apalah untuk warga yang tinggal di sini. Mau tinggal di mana kami ini, kerja juga cuma serabutan gini," kata Sopian.
Sudah Sosialisasi
Sekretaris Kota Bandar Lampung Badri Tamam menyatakan bahwa pihaknya sudah mensosialisasikan kepada warga bahwa lahan tersebut akan dibangun kantor Kejaksaan Negeri Bandar Lampung.
"Jadi tidak benar jika kami tidak sosialisasi. Karena lahan tersebut memang milik pemerintah maka saat pemerintah membutuhkan lahan tersebut ya kami ambil," ujar Badri, Kamis (12/4/2018).
Baca: Pengakuan Rekan PNS Pemeran Video Porno, Dia Datang Saya Tanya Malah Menangis
Terkait batas waktu pengosongan tujuh hari, Badri Tamam mengatakan, pemerintah akan memberikan toleransi dengan memberikan jangka waktu lain, baik berupa peringatan awal hingga peringatan akhir dan jangka satu bulan.
"Itu kan baru (surat peringatan) yang pertama, masih ada yang kedua dan ketiga. Kami juga masih punya sisi lain, memperhatikan sisi kemanusiaan dan jelas melakukan komunikasi secara persuasif kepada warga. Jadi yang jelas kami sudah mempunyai rencana untuk itu," kata Badri.(*)