Kalau mau lebih dari itu bisa, tapi kita punya akunnya lebih dari satu. Pake data saudara kita misalnya. Nah itu bisa sehari dapat Rp 1 juta," kata dia.
Apakah driver sudah menjalin kerjasama sebelumnya dengan si pengorder fiktif?
Saf mengatakan, tidak perlu jalin kerjasama. Sebab, sudah ada daerah-daerah tertentu yang menjadi tempat pengorder fiktip.
Seperti di kawasan Enggal, Telukbetung Barat, dan banyak lagi.
"Kita cukup muter-muter aja di daerah-daerah itu. Nanti ketika ada order yang masuk ke kita, kita kan telepon dia.
Kita tanya, "nembak ya, Bro". Kalau dia jawab "iya", kita datangi dia dan kasih dia uang Rp 5.000 ribu. Terus kita jalanin ordernya itu, namun si penumpang gak ikut," jelasnya.
Baca: 3 Kawanan Spesialis Curanmor Dibekuk Polisi, 2 Dihadiahi Timah Panas
Kejar Bonus
Cerita lain datang dari Feldi, bukan nama sebenarnya. Pengemudi taksi online lainnya menuturkan, order fiktif itu dikenal dengan istilah "nembak".
Itu dilakukan dengan bekerjasama dengan orang yang memiliki akun layanan taksi online.
"Kita minta tolong orang yang kenal, teman atau saudara, atau sesama driver yang punya akun.
Kemudian penumpang itu buka aplikasi dan order ke kita. Posisi kita dengan dia jangan terlalu jauh, biar order bisa masuk ke kita," jelasnya.
Setelah order diterima, kata dia, driver kemudian menjalankan mobil sesuai tujuan yang dipesan dalam aplikasi. Namun penumpang tidak ikut.
"Kalau kita dapat tembakan penumpang gak ikut, kadang kami jalaninnya gak pakai mobil, tapi pakai motor. Yang penting aplikasi jalan sesuai tujuan, biasanya jarak gak jauh-jauh dengan tarif sekitar Rp 15 ribu," ujar dia.
Dia mengatakan, sebagian driver melakukan tindakan tersebut disebabkan iming-iming bonus, karena jika mengandalkan tarif penumpang tidak sebanding biaya operasional.
"Kita ngejar bonusnya. Karena kalau dapat 15 poin kita sudah tutup poin, bonusnya Rp 180 ribu, artinya sehari dapat 15 kali orderan, tapi kan sulit.