"Saya me-rolling karena banyak pejabat rangkap jabatan, misalnya ada jabatan empat kadis kosong yang dipegang satu orang asisten Pemkot.
Baca: Viral Pasar Malam Minggu Pasmami Pringsewu, Semarak Ibu-ibu Hadirkan Beragam Olahan Tahu
Nah, di DPRD ada jabatan kosong, terus saya isi (tunjuk plt). Kemudian saya dapat telepon dari Ketua DPRD. Dia tanya ke saya soal itu, saya bilang akan saya pelajari. Tapi, besoknya muncul di media SK bodong, saya diem saja," kata Kohar.
3 Kali Telepon
Ketua DPRD Wiyadi membenarkan komunikasi via seluler dengan Yusuf Kohar terkait rolling pejabat. Wiyadi mengaku sampai tiga kali menelepon Kohar untuk mengingatkan kebijakannya tersebut melanggar aturan.
"Tiga kali saya telepon, mengingatkan dia, kalau itu melanggar. Dia bersikeras, bilang mau pelajari, tapi tidak mempelajari, malah pejabat yang diroling tiba-tiba sudah keluar SPT-nya ," kata Wiyadi, Rabu.
Menurut Wiyadi, ada beberapa pejabat yang di-rolling melapor ke DPRD. Para Plt kadis, kabag, kasubbag, itu mempertanyakan kebijakan Kohar kepada legislator.
"Hal itu melanggar aturan, kecuali jabatan tersebut belum ada Plt-nya, maka bisa diisi dengan Plt. Selain itu, kalau melakukan rolling di lingkungan DPRD kan harus persetujuan DPRD, itu ada aturannya, bukan semau-mau.
Wali kota saja jika rolling pejabat DPRD konsultasi dengan kami, untuk menjaga harmonisasi," kata politikus PDIP ini.
Sementara Juru Bicara Pansus Hak Angket, Nu'man Abdi, mengatakan, surat keputusan DPRD terkait HMP akan secepatnya dikirimkan ke MA.
Nantinya, MA memiliki waktu maksimal 30 hari untuk memproses permohonan hak uji pendapat DPRD tersebut. Terhitung sejak surat diterima MA.
"MA yang berwenang mengadili, memeriksa, dan memutuskan. Kalau sudah ada putusan MA, baru kita memberikan sanksi, sesuai putusan itu, apakah masuk pelanggaran berat, sedang atau ringan. Kalau berat sanksinya diberhentikan (pemakzulan)," tegasnya.
Nu'man menjelaskan, setelah permohonan DPRD didaftarkan ke MA, Yusuf Kohar akan dimintai klarifikasi terkait aduan tersebut. Tanggapan dan klarifikasi Kohar diberikan secara tertulis.
"Yusuf Kohar punya waktu 15 hari memberikan klarifkasinya. Setelah itu majelis hakim agung melakukan sidang secara in absentia, tanpa dihadiri DPRD dan Yusuf Kohar. Sidang itu hanya berdasarkan data bukti dan fakta yang dikirim DPRD beserta klarifkasi Yusuf Kohar," ungkapnya.
Keputusan MA nantinya cuma dua opsi, yakni mengabulkan atau membenarkan putusan DPRD, atau sebaliknya.
"Kalau mengabulkan, kami (DPRD) akan gelar paripurna membacakan salinan putusan MA, sekaligus menetapkan sanksi kepada Yusuf Kohar. Sanksi terberat pemberhentian, sesuai yang diatur di PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Tatib DPRD," kata dia.
Sebaliknya, jika putusan MA menolak permohonan DPRD, maka permasalahan akan ditutup.
"Seharusnya Pak Yusuf Kohar itu berterimakasih dengan DPRD, didaftarkannya surat ke MA ini agar ada kepastian hukum, baik bagi kami DPRD maupun bagi dia," ujarnya. (rri)