TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Anggota nonaktif DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho atau akrab dikenal Agus BN mengaku siap melakukan mubahalah.
Kesiapan melakukan mubahalah tersebut terkait pernyataannya mengenai uang suap Rp 2 miliar yang dimasukkan dalam 4 kardus.
Agus BN dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan, Anjar Asmara, buka-bukaan di sidang lanjutan dugaan fee proyek dengan terdakwa Bupati Nonaktif Lampung Selatan, Zainudin Hasan.
Keduanya membeberkan aliran dana setoran fee proyek dan pembagian paket proyek kepada dua sosok elite di Lampung Selatan (Lamsel).
Agus bersaksi bahwa ia mengantarkan secara langsung uang ke rumah Ketua DPRD Lamsel, Hendry Rosadi.
Uang suap Rp 2 miliar itu dikemas dalam 4 kardus.
Sementara, Anjar menyebut bahwa ia memberikan paket proyek senilai Rp 10 miliar kepada Plt Bupati Lamsel, Nanang Ermanto.
• Agus BN Antar Empat Kardus Berisi Uang dari Rumah Bupati ke Rumah Ketua DPRD Lampung Selatan
Kesaksian Agus dan Anjar, yang juga berstatus terdakwa dengan berkas terpisah (split) dalam perkara tersebut, diungkapkan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin (14/1/2019).
Pada kesempatan yang sama, Nanang dan Hendry membantah menerima paket proyek dan aliran dana fee proyek.
Sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Ketua Mien Trisnwaty menghadirkan tujuh orang saksi.
Mereka adalah Nanang Ermanto, Hendry Rosadi, Anjar Asmara, Agus BN, Hermansyah Hamidi (mantan Kadis PUPR), Syahroni (Kabid Pengairan), dan Thomas Amriko (Kadis Pendidikan Lamsel).
Dalam keterangannya, Agus BN dan Anjar mengungkap aliran dana fee setoran proyek dan pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD Lamsel, dalam rangka pengesahaan APBD.
Menurut Agus, pada Desember 2016 atas perintah terdakwa Zainudin Hasan, ia menjalin komunikasi dengan DPRD terkait pengesahaan dan pembahasaan APBD tahun 2017.
Saat itu, komunikasi yang dilakukan sekda dengan DPRD mengalami kebuntuan.
"Waktu itu sekitar Desember 2016, Rp 2 miliar untuk DPRD saya yang antar. Uang saya taruh di kardus, kalau tidak salah tiga sampai empat kardus. Saya ambil dari rumah dinas Bupati, di Kalianda. Siang-siang saya antar, saya yang angkat, saya bawa sendiri pakai mobil Avanza," beber Agus.
Di rumah dinas Ketua DPRD Lamsel, Agus bertemu Hendry Rosadi dan dua anggota DPRD Lamsel dari Fraksi PDIP dan Fraksi PKS.
"Yang bukakan pintu waktu itu Pakde, sopir ketua DPRD," ujarnya.
• BREAKING NEWS - Keterangan 7 Saksi Memberatkan, Zainudin Hasan: Masih Ada Allah, Biarkan Saja
Kesaksian Agus ihwal pemberian uang kepada DPRD diperkuat oleh Anjar, yang menyebut adanya pemberian paket proyek senilai Rp 18 miliar kepada DPRD.
Pasalnya, DPRD saat itu mengancam tidak akan mengesahkan APBD.
Menurut Anjar, sekitar Desember 2017 seusai paripurna, ia dipanggil Hendry Rosadi.
Saat itu, pihak DPRD meminta uang untuk pengesahan APBD tahun 2017 sebesar Rp 20 miliar.
"Waktu itu setelah paripurna, saya dipanggil ketua dewan, di situ sudah ada beberapa wakil ketua DPRD. Mereka menyampaikan ada pengesahan APBD, dan minta Rp 20 miliar. Saat itu, mereka ngaku sudah menyampaikan ke sekda, tapi sekda tidak merespons," kata Anjar.
Anjar merasa tidak memiliki kompetensi untuk menyanggupi permintaan wakil rakyat.
karena itu, ia melapor kepada Sekda.
"Saya sampaikan permintaan dewan. Kata sekda waktu itu, mereka minta Rp 15 M, tapi dengan saya Rp 20 miliar. Akhirnya, waktu itu disetujui Rp 18 miliar paket pekerjaan. Besoknya, APBD langsung disahkan," kata Anjar.
Siap Mubahalah
Sementara, Hendry membantah telah menerima uang dan paket proyek, sebagaimana disampaikan Agus BN dan Anjar.
• Sebulan Huni Lapas Rajabasa, Zainudin Hasan Belum Bisa Move On
"Tidak pernah, saya tidak pernah ulur-ulur APBD. Semua pembahasaan APBD on the track dari bulan 11 sudah dibahas, soal proyek saya tidak tahu," ujar Hendry.
Hakim Ketua Mien Trisnawaty pun mengonfrontasi Agus BN terkait bantahan Hendry.
Agus merespons cepat.
Dengan suara lantang, Agus menyatakan siap melakukan mubahalah (dua pihak yang saling memohon dan berdoa kepada Allah agar yang Maha Kuasa melaknat dan membinasakan atau mengazab pihak yang batil (salah) atau menyalahi kebenaran), jika pernyataan yang disampaikannya tidak benar.
"Saya siap mubahalah Yang Mulia, jika itu tidak benar," kata Agus.
Sementara, Nanang juga membantah menerima paket pekerjaan sebesar Rp 10 miliar, sesuai kesaksian Anjar Asmara.
"Saya nggak tahu. Tapi, Pak Bupati memerintahkan tidak main paket," kata Nanang menjawab pertanyaan Hakim Anggota Samsudin.
"Jadi Anda tahu jika Anda mendapatkan proyek Rp 10 miliar itu?" tanya ulang Samsudin.
"Baru hari ini," jawab Nanang agak lama.
Hakim Samsudin merasa kurang puas dengan jawaban Nanang.
Ia pun mengonfrontasi kesaksian Anjar.
"Baik saya konfrontir ke Pak Anjar, bagaimana Pak Anjar?" tanya Samsudin.
"Dia (Nanang) minta langsung ke saya paket pekerjaan. Tahun 2017 minta Rp 5 miliar, dan 2018 minta Rp 10 miliar, total dia minta Rp 15 miliar," ungkap Anjar.
"Karena sudah penuh, saya kasih proyek senilai Rp 10 miliar. Bahkan, beliau beberapa kali menanyakan kapan lelang dari proyek ini, sejak tahun 2017," beber Anjar.
Anjar menambahkan, sekitar 10 hari sebelum OTT, Nanang sempat meminta uang untuk beli tiga unit ruko seharga Rp 10 miliar.
"Tapi, Pak Bupati (Zainudin) menelepon dan membatalkan. Akhirnya, dia minta uang Rp 300 juta, demikian saya sesuai dengan BAP," tegas Anjar.
"Sudah dengar?" tanya Samsudin kepada Nanang.
Lebih lanjut, Samsudin menanyakan Nanang soal uang diserahkan kepada KPK pasca OTT.
Nanang menyebut sudah mengembalikan Rp 480 juta kepada penyidik KPK.
Kepentingan Zainudin
Selain itu, Agus bersaksi bahwa uang fee proyek Dinas PUPR Lamsel yang ia kumpulkan, digunakan untuk kepentingan Zainudin.
"Seperti pembelian vila, ruko, dan memberi Pak Wakil ada sebesar Rp 350 juta," jawabnya.
Agus pun mengakui, selain aliran dana fee proyek dari Anjar Asmara, ia juga menerima setoran dari Syahroni.
"Ada beberapa kali dapat dari Syahroni, nominal lupa," ungkapnya.
Agus menambahkan, ia sebelumnya pernah mencatat uang pemberian fee proyek namun kegiatan itu akhirnya dihentikan atas perintah Zainudin.
Karena Agus mengaku lupa uang yang diserahkan oleh Syahroni, Mien pun membacakan BAP.
"Jadi dari Syahroni ada Rp 9,647 miliar, itu dari Syahroni?" tanya Mien.
"Iya, ada yang cash dan ada yang berupa properti," jawab Agus.
"Selain itu, ada dari penerima paket pekerjaan?" kejar Mien.
"Rusman, Bastian," jawab Agus.
Bayar Kamar Hotel
Sebelum terjaring OTT, Anjar sempat menerima uang fee proyek dari rekanan sebesar Rp 225 juta.
Uang itu berasal dari rekanan bernama Rusman.
Anjar mengaku uang itu dipakai untuk pembayaran kamar hotel Swiss-Belhotel Bandar Lampung.
Namun, ia tak tahu pembayaran itu terkait kegiatan Rakerda Tarbiyah Perti.
"Saya nggak tahu awalnya, tapi telepon ke Pak Bupati, 'izin Pak saya sekarang di depan pintu hotel Swiss-Bel ketemu Agus', jawabnya silakan dibantu," ungkapnya, menirukan percakapan dengan Zainudin via telepon.
Mien pun mempertanyakan uang yang dikembalikan oleh Anjar ke KPK.
"Sudah ada Rp 400 juta," kata Anjar.
Diperintah
Syahroni (Kabid Pengairan Dinas PUPR) membantah disebut sebagai pengatur proyek di lingkungan Dinas PUPR.
Ia mengaku diperintahkan oleh Hermansyah setelah menjabat Kepala Dinas PUPR sejak 2013.
"Saya bukan pengatur, saya diperintah. Sejak Pak Hermansyah menjadi kepala dinas tahun 2013," ungkap Syahroni.
Syahroni menuturkan, tugasnya hanya menyerahkan nama-nama rekanan dan kegiatan pekerjaan yang mendapat jatah ke Pokja.
"Jadi setiap orang yang mau ikut proyek bicara dengan Pak Herman dulu, kemudian dikoordinasikan ke saya," kata Syahroni.
Ketika Hermansyah digeser dari kursi Kadis PUPR, Syahroni menyebut kebijakan ploting pemenang proyek tetap berjalan.
"2014 dulu Pak Yansen kebijakannya sama, bupati dulu juga sama, dan bupati baru juga sama," timpal Syahroni.
Syahroni mengatakan, uang yang diterima dalam bentuk tunai.
Sepanjang tahun 2018, ia mengaku hanya mendapat uang dari Gilang Ramadhan, bos CV 9 Naga, sebesar Rp 400 juta.
Uang itu diserahkan melalui staf Syahroni, dan hendak diberikan kepada Anjar.
Namun, penyidik KPK lebih dulu melakukan operasi senyap.
• BREAKING NEWS - Agus BN Mengaku Disuruh Zainudin Hasan Buang Catatan Uang Setoran Fee Proyek
Sementara, Hermansyah Hamidi membantah beri perintah kepada Syahroni untuk mengatur proyek PUPR.
"Saya tidak pernah memberikan perintah untuk mengondisikan seperti itu, jadi apa yang diberikan keterangan Syahroni harus diklarifikasi," ucap Hermansyah.
Herman pun menepis kesaksian Syahroni soal penyerahan data pemenang proyek.
Ia mengatakan tidak pernah menerima apapun dari Syahroni atau rekanan. (romi rinando/hanif mustafa)