PT KAI Divre IV

Derap Langkah Penyelamatan Aset

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengecekan aset PT Kereta Api Indenesia Divre IV tanjung karang

Sehingga grondkaart yang dimiliki oleh SS fungsinya sama dengan Surat Tanda Bukti Hak bagi perorangan atau badan hukum swasta.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan berdirilah Negara Repubilk Indonesia maka kekayaan Pemerintah Hindia Belanda demi hukum (van rechtswege) otomatis menjadi kekayaan Negara Republik Indonesia yang penyerahan kedaulatannya pada Konferensi Meja Bundar yang ditandatangani tanggal 2 November 1949 dan berlaku mulai 27 Desember 1949.

Dengan telah terlaksananya penyerahan kedaulatan pada Konferensi Meja Bundar, maka Perusahaan Kereta Api Negara (Staat Spoorwegen disingkat SS) telah dinasionalisasi menjadi milik Pemerintah Republik Indonesia.

Oleh karenanya sejak dibentuknya Djawatan Kereta Api (DKARI) pada tanggal 28 September 1945, maka semua aset SS yang diuraikan dalam grondkaart otomatis menjadi aset DKARI dan nasionalisasi asetnya pada Konferensi Meja Bundar.

Dalam perkembangannya, DKARI kemudian sempat beberapa kali berganti nama. Hingga akhirnya pada tahun 1998, satu-satunya perusahaan kereta api di Indonesia tersebut berubah nama menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero), berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1998.

Menurut ketentuan tersebut tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum bersertipikat tidak boleh dilepaskan kepada pihak ketiga jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan.

Artinya tidak boleh diberikan dengan suatu hak atas tanah kepada pihak ketiga jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan.

PT KAI sebenarnya masih memiliki PR (pekerjaan rumah) yang besar terkait penyelamatan aset. Di luar sana masih banyak aset KAI yang sangat bersejarah namun terbengkalai dan ‘mati suri’. Diperlukan kerjasama yang baik antara perusahaan dengan masyarakat dan kerja keras dalam penyelamatan aset tersebut, agar memberikan manfaat yang besar tak hanya bagi perusahaan namun juga masyarakat luas.

Saat ini di wilayah Divre IV Tanjung Karang banyak masyarakat yang menempati aset KAI terprovokasi oleh orang-orang yang merasa menjadi “Robinhood” dengan menjanjikan bisa mengusahakan tanah yang ditempati di sekitar bantaran rel KA untuk disertifikatkan, sehingga masyarakat tidak mau lagi melakukan pembayaran sewa tanah.

Masyarakat juga mulai berani membangun rumah tinggal mendekati bantaran rel yang tentunya sangat membahayakan bagi perjalanan kereta api, ini semua terjadi karena adanya penjelasan sepihak yang mengatakan bahwa PT. KAI hanya berhak mengelola jalur kereta api 6 meter selebihnya bisa ditempati warga.

Upaya penertiban aset memang dapat dikatakan sebagai pekerjaan berat. Berat, karena setiap personel penertiban yang terdiri dari pegawai KAI, Polsuska, dibantu TNI dan Satpol PP harus berhadapan langsung dengan masyarakat atau warga yang menempati lahan aset negara.

Tak jarang, mereka juga harus siap beradu mental untuk mempertahankan aset negara yang harus dilindungi tersebut.

Berita Terkini