TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Acara Mata Najwa Trans 7 Rabu 8 Mei 2019 bahas tema Demi Demokrasi.
Acara yang dipandu jurnalis senior Najwa Shihab ini akan tayang mulai jam 20.00 WIB di Trans 7.
Pemilu 2019 disebut-sebut sebagai pemilu paling kompleks di dunia.
Sebab pemilu 2019 tak hanya memilih presiden wakil presiden, tapi juga anggota DPD RI, anggota DPR RI, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Dari kerumitan inilah kemudian muncul berbagai masalah.
Salah satunya yakni banyak petugas KPPS meninggal dunia dalam Pemilu 2019.
Berdasarkan data terakhir pada Sabtu (4/5) pukul 16.00 WIB, jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia sebanyak 440 orang.
Sementara itu, jumlah petugas KPPS yang sakit juga bertambah menjadi 3.788 orang, sehingga total petugas yang sakit dan meninggal dunia sebanyak 4.228 orang.
Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut Pemilu 2019 di Indonesia salah satu yang terumit di Indonesia.
Hal itu disampaikan Kalla dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Senin (10/12/2018).
"Seperti juga dikatakan oleh banyak pihak bahwa pemilu di Indonesia sekarang ini adalah salah satu (pemilu) yang terumit di dunia," kata Kalla.
Ia menambahkan predikat tersebut disandang Indonesia lantaran dalam Pemilu 2019 pemilih diminta memilih lima calon sekaligus.
Pertama, karena ini pemilu serentak maka pemilih diharuskan memilih pasangan capres dan cawapres.
Setelah itu pemilih harus memilih calon anggota DPR RI, calon anggota DPRD provinsi, calon anggota DPRD kabupaten atau kota, serta calon anggota DPD.
Kalla mengatakan berdasarkan uji coba, maka setiap pemilih diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 11 menit untuk memilih pasangan capres dan cawapres hingga calon anggota DPD.
"Jadi kalau waktu TPS dibuka berarti enam jam, berarti 360 menit. 360 menit dibagi 11, itu berarti 1 bilik bisa dipakai 32-33 orang kalau betul-betul lancar. Berarti minimum dibutuhkan 1 TPS 10 bilik suara," kata Kalla.
"Ini tentu harus persiapan lebih matang dan waktu menghitungnya saya kira akan sangat panjang tentu. Dan ini pasti sama dengan rapat organisasi. Semua penting tapi yang terpenting siapa ketuanya, memilih ketua, siapa presidennya. Pasti orang menunggu siapa presidennya," lanjut Kalla.
Solusi?
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pembahasan mengenai penerapan e-voting pada pemilu selanjutnya harus mulai dibahas.
Kemendagri telah melakukan peninjauan ke negara-negara yang telah menerapkan sistem ini dalam pelaksanaan pemilu.
Hal ini disampaikan Tjahjo dalam rapat kerja bersama DPD RI mengenai evaluasi Pemilu 2019.
"Mungkin salah satu yang perlu dicermati dalam 5 tahun ke depan adalah apakah sudah saatnya kita menggunakan e-voting? Kemarin sudah kami ajukan e-voting dan kami kirim tim untuk meninjau ke India dan Korea Selatan juga," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Tjahjo mengatakan, India memiliki hampir 1 miliar penduduk yang terdaftar sebagai pemilih.
Meski jumlahnya banyak, India mampu menggelar pemilu dengan sistem e-voting.
Sistem e-voting ini sebenarnya pernah diwacanakan untuk diterapkan pada Pemilu 2019.
Namun, kata Tjahjo, ada faktor-faktor yang harus dibenahi dulu untuk bisa menerapkan sistem ini.
"Karena faktor geografis dan sambungan telekomunikasi membuat KPU menunda pembahasan UU untuk bisa e-voting ini," ujar dia. Adapun dalam rapat tersebut, hadir Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksmana, perwakilan Menko Polhukam dan perwakilan Jaksa Agung. (Tribunlampung.co.id/Taryono)