Pilpres 2019

Dituding Curang, TKN Membalas dengan Gunakan Data BPN Prabowo-Sandiaga

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dituding Curang, TKN Membalas dengan Gunakan Data BPN Prabowo-Sandiaga.

Dituding Curang, TKN Membalas dengan Gunakan Data BPN Prabowo-Sandiaga

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf membalas tudingan kecurangan yang digaungkan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.

Bahkan, TKN menggunakan data yang dibeberkan BPN dalam acara "Mengungkap Fakta-fakta Kecurangan Pilpres 2019" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Satu hal yang ditelisik TKN adalah tudingan adanya penggelembungan suara di Jawa Timur.

Menurut Juru Bicara TKN Arya Sinulingga, itu bukanlah penggelembungan suara.

Melainkan adanya peningkatan partisipasi pemilih di Jawa Timur.

Ia pun membandingkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Jawa Timur dan Pilpres 2019.

"Mereka bilang ada penggelembungan data di Jawa Timur," kata Juru Bicara TKN, Arya Sinulingga, dalam konferensi pers di Posko Cemara, Kamis (16/5/2019).

Arya lantas menunjukkan foto data tersebut yang tampak diambil dari dalam acara BPN.

BPN Tolak Pilpres tapi Terima Pileg, Charta Politika: Pantas Mereka Tak Berani ke MK

Prabowo Tolak Hasil Pemilu, Begini Reaksi Jokowi dan Bamsoet

Dalam foto tersebut, BPN menggambarkan selisih yang signifikan antara jumlah suara sah di Jawa Timur pada saat Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Saat Pilkada Jatim 2018, suara yang sah terhitung 19,5 juta.

Pada Pilpres 2019, suara sah di Jatim menjadi 24,7 juta.

Foto yang merupakan cuplikan presentasi BPN itu juga berisi kesimpulan bahwa kurang dari satu tahun ada kenaikan 5,2 juta suara di Jawa Timur.

Menurut Arya, penjelasan dalan materi presentasi itu salah.

Sebab BPN tidak memperhatikan tingkat partisipasi masyarakat pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

"Semua kan mengakui tingkat partisipasi pilpres ini sangat tinggi. Dulu waktu Pilkada Jatim, partisipasinya 20 juta orang, sekarang 24 juta orang. Coba cek datanya," ujar Arya.

"Jadi wajar saja kalau suara sah juga naik karena tingkat partisipasi tinggi. Ini bukan penggelembungan suara," kata dia.

Arya tidak tahu apakah BPN sengaja menyebarkan pemahaman yang salah kepada pendukung Prabowo-Sandiaga.

Namun, menurut dia, ini adalah bentuk kebohongan terhadap rakyat.

Arya juga menyayangkan sikap BPN yang tebang pilih.

Jika mengikuti logika BPN soal penggelembungan suara, kata Arya, seharusnya Medan juga disebut.

Dia mengatakan, tingkat partisipasi masyarakat Medan saat pilkada hanya 26 persen, sedangkan saat pilpres mencapai 80 persen.

"Tetapi BPN tidak bilang itu penggelembungan suara. Itu mereka tidak mempermasalahkan. Mereka abaikan karena mereka yang menang di sana," kata Arya.

Mau Prabowo Apa?

Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan akan menolak hasil Pilpres 2019 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Prabowo menuduh telah terjadi kecurangan selama penyelenggaraan pemilu, dari mulai masa kampanye hingga proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang saat ini masih berjalan.

Kendati demikian, pihak Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo-Sandiaga (BPN) enggan untuk mengajukan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya.

Padahal, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilpres, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan oleh KPU.

Lantas, apa sebenarnya yang diinginkan Prabowo-Sandiaga?

Koordinator Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, keputusan untuk tidak mengajukan gugatan ke MK merupakan langkah yang juga diatur secara hukum.

Namun, Dahnil tak menjawab secara tegas langkah apa yang akan diambil oleh Prabowo-Sandiaga untuk menggugat hasil pilpres jika tak mengajukan gugatan ke MK.

Prabowo Akan Buat Surat Wasiat, Apa Isinya?

"Apa yang kita lakukan, upaya mencari keadilan secara politik, kita serahkan pada masyarakat, Pak prabowo akan ikuti suara rakyat," ujar Dahnil saat ditemui media center pasangan Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2019).

Dahnil membantah ketika ditanya apakah mengikuti suara rakyat artinya akan ada pengerahan massa dalam jumlah besar untuk menolak penetapan hasil pilpres.

Beberapa waktu lalu, anggota Dewan Pakar BPN Amien Rais sempat menyerukan soal people power, kemudian menggantinya dengan istilah gerakan kedaulatan rakyat.

Menurut Dahnil, masyarakat berhak untuk menolak hasil pilpres dengan menggelar aksi unjuk rasa yang disebut Amien Rais sebagai gerakan kedaulatan rakyat.

"Itu hak rakyat," kata Dahnil.

"Yang jelas seperti disampaikan Pak Prabowo, kalau ada gerakan kedaulatan rakyat harus tetap non-violence. Anti kekerasan, itu prinsip dasarnya. Enggak boleh ada kekerasan," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono meminta agar pendukung 02 tidak mengakui hasil Pilpres 2019.

Dengan demikian, Arief mengatakan, pendukung Prabowo-Sandiaga tidak perlu lagi mengakui pemerintah yang terbentuk pada periode 2019-2024.

"Masyarakat yang telah memberikan pilihan pada Prabowo Sandi tidak perlu lagi mengakui hasil pilpres 2019 dengan kata lain jika terus dipaksakan hasil Pilpres 2019 untuk membentuk pemerintahan baru, maka masyarakat tidak perlu lagi mengakui pemerintahan yang dihasilkan Pilpres 2019," ujar Arief melalui keterangan tertulisnya, Rabu (15/5/2019).

Menurut Arief, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pendukung Prabowo-Sandiaga.

Tolak Hasil Penghitungan KPU, Prabowo Dianggap Tak Bisa Kelola Emosi dan Perasaan

Pertama, dengan menolak membayar pajak kepada pemerintah.

Sebab, pemerintah yang terbentuk dari penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sah.

"Tolak bayar pajak kepada pemerintahan hasil Pilpres 2019 yang dihasilkan oleh KPU yang tidak legitimate itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," kata Arief.

Ia juga menyarankan para pendukung melakukan aksi diam dan tidak melontarkan kritik apapun terhadap pemerintah.

Selain itu Arief menilai caleg dari Partai Gerindra dan parpol koalisi tidak perlu ikut masuk ke parlemen periode 2019-2024.

"Kita lakukan gerakan boikot pemerintahan hasil Pilpres 2019 seperti yang pernah diajarkan oleh Ibu Megawati ketika melawan rezim Suharto yang mirip dengan rezim saat ini," tuturnya.

"Yang pasti negara luar juga tidak akan mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019 nantinya. Ini penting agar sistem demokrasi yang jujur, bersih dan adil bisa kita pertahankan," kata Arief. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Patahkan Tuduhan Kecurangan, TKN Pakai Data Milik BPN Prabowo-Sandiaga

Berita Terkini