Gembong Narkotika Paling Ditakuti Dipenjara dengan Pengamanan Maksimum

Penulis: Beni Yulianto
Editor: wakos reza gautama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beginilah kondisi sel di penjara superketat ADX Florence di Colorado, Amerika Serikat.(Mirror)

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, FLORENCE - Kekejaman gembong narkotika Meksiko banyak diangkat dalam film layar lebar. 

Salah satunya penjahat paling terkenal di Meksiko yakni Gembong narkotika, Joaquin " El Chapo" Guzman.

Kabur dari penjara, menyiksa korban dengan kejam, serta penggunaan senjata api merupakan sederet kejahatan gembong narkotika Meksiko.

Kini El Chapo dipastikan telah mulai dikurung di penjara federal dengan keamanan maksimum, ADX, setelah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

"Kami dapat mengonfirmasikan bahwa Guzman telah berada dalam penahanan Biro Penjara Federal, di situs Administratif Maksimum (ADX) di Florence, Kansas tengah," tulis email singkat dari biro penjara, dikutip AFP, Sabtu (20/7/2019).

Guzman (62), mantan salah satu pemimpin kartel narkoba paling ditakuti di Meksiko, Sinaloa, telah dinyatakan bersalah atas kasus penyelundupan ratusan narkotika terlarang ke Amerika Serikat pada Februari lalu.

Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan New York pada Rabu (17/7/2019) dan dikirim ke penjara federal dengan pengamanan maksimum yang dijuluki "Alcatraz of the Rockies".

Guzman, yang sempat berhasil melarikan diri dari penjara Meksiko pada 2001 dan 2015, akan berada di penjara tersebut bersama terpidana "Unabomber" Ted Kaczynski, pengebom kota Oklahoma Terry Nichols, dan pelaku pembom maraton Boston yang sedang menunggu eksekusi, Dzhokhar Tsarnaev.

Penjara federal keamanan maksimum ADX dibangun pada 1994 dan berlokasi di wilayah gurun terpencil di bagian barat AS, menjadikan para tahanan hampir tidak mungkin untuk melarikan diri.

Para tahanan yang paling berbahaya itu hanya diizinkan keluar dari dalam sel tahanan berdinding beton dan teralis baja yang kecil selama 90 menit dalam sehari, dan tetap harus mengenakan belenggu di tangan dan kaki mereka.

Guzman diekstradisi dari Meksiko ke AS pada Januari 2017 dan ditahan di sel isolasi di Metropolitan Correctional Center (MCC), dalam sel tanpa jendela yang terus menyala di New York.

"Dibandingkan dengan itu, penjara ADX akan seperti berjalan-jalan di taman untuknya," kata pengacara Guzman, Jeffrey Lichtman, kepada wartawan, Rabu (17/7/2019).

"Guzman menggambarkan masa 30 bulan di penjara MCC kepada Hakim Federal AS Brian Cogan, sebagai penyiksaan emosional, psikologis, dan mental sepanjang waktu," tambahnya.

Cogan mengabulkan permintaan Lichtman untuk membiarkan mantan penguasa narkoba Meksiko itu tinggal di MCC hingga 60 hari sementara kasusnya diajukan banding.

Namun pejabat penjara federal memilih untuk segera memindahkannya ke penjara Colorado.

"Kemampuan Guzman untuk membela diri tidak pernah menjadi perhatian bagi pemerintah," kata Lichtman dalam emailnya kepada AFP.

Selama persidangan yang berlangsung tiga bulan di pengadilan New York, para juri mendengar keterangan dari 56 saksi pemerintah, dengan banyak di antaranya menggambarkan dengan detail bagaimana El Chapo menyiksa dan membunuh musuh-musuhnya.

Jaksa penuntut memenangkan permohonan untuk melampirkan hukuman penjara 30 tahun secara simbolis kepada Guzman, atas penggunaan senjata api dalam bisnisnya.

Hakim Cogan mengatakan, dia menjatuhkan hukuman tambahan kepada El Chapo karena menilai kejahatan yang dilakukan terdakwa luar biasa parah.

10 Tuntutan

Ada setidaknya 10 dakwaan yang menjerat El Chapo. termasuk mendalangi penyelundupan narkoba internasional.

Diyakini El Chapo akan mendekam seumur hidup di penjara.

Penjara ADX Florence, Colorado sebuah penjara paling ketat dan sejauh ini tak seorang pun pernah lolos dari sana.

Penjara ini akan menjadi tempat El Chapo menghabiskan waktu. 

Penjara Berjuluk Alcatraz di Bebatuan Di penjara berjuluk "Alcatraz di Pegunungan Rocky" itu, El Chapo akan menjalani hukuman bersama para pengebom, pelaku ujaran kebencian, dan teroris domestik.

ADX Florence resmi beroperasi pada 1994 dan dirancang sebagai penjara berkeamanan maksimum yang menjamin narapidana tak bisa kabur sekaligus memastikan keamanan staf dan pekerjanya.

Penjara ini berdiri di atas lahan seluas 15 hektare, 160 kilometer sebelah selatan kota Denver.

Para narapidana di tempat ini menghabiskan 23 jam sehari di dalam sel mereka dan harus dikawal minimal tiga pengawal saat menikmati rekreasi pribadi selama lima jam per pekan.

Setiap sel memiliki sebuah meja, bangku, dan tempat tidur yang hampir seluruhnya dibuat dari beton cor.

Sel juga dilengkapi sebuah lampu yang bisa dimatikan dari jarak jauh, sebuah radio, dan sesekali sebuah televisi hitam putih yang hanya menayangkan acara rekreasi, pendidikan, dan keagamaan.

Selain itu, semua sel dirancang kedap suara agar para narapidana tidak saling berkomunikasi dengan kode morse.

Setiap sel dilengkapi sebuah jendela kecil yang dirancang agar para narapidana tidak mengetahui lokasi mereka di kompleks penjara itu.

Lewat jendela itu, para narapidana hanya bisa melihat langit dan langit-langit sel mereka sehingga sulit bagi mereka membuar rencana kabur.

Telekomunikasi dengan dunia luar amat dilarang dan makanan diserahkan langsung petugas kepada para narapidana.

Namun, narapidana yang merupakan kiriman dari lapas lain masih mungkin mendapatkan kesempatan makan di ruang makan bersama.

ADX florence dilengkapi juga dengan sistem detektor gerak dan 1.400 pintu baja yang dikendalikan dari jauh.

Petugas di pusat kontrol memantau para narapidana selama 24 jam dan bisa menekan "tombol panik" saat terjadi masalah darurat.

Saat "tombol panik" ini ditekan, semua pintu akan tertutup otomatis dan upaya narapidana untuk melarikan diri bisa dicegah.

Di bagian luar pagar kawat berduri setinggi 3,7 meter mengelilingi bangunan penjara dan dijaga ketat pasukan bersenjata lengkap.

Seorang mantan narapidana berusia 36 tahun yang pernah menghuni ADX Florence selama enam tahun pada 2008-2014 menggambarkan buruknya kondisi di tempat itu.

"Mereka yang ditahan di Guantanamo masih diperlakukan jauh lebih baik dibanding kami," kata dia.

Tempat ini sudah menampung sejumlah pelaku kriminal kelas kakap termasuk pelaku bom Boston Dzhokar Tsarnaev.

Ada juga nama anggota Al-Qaeda asal Perancis, Zacarias Moussaoui yang menjalani hukuman enam kali seumur hidup karena terlibat serangan 11 September 2001.

Kubur Korban Hidup-hidup

Mantan pengawal gembong narkoba Meksiko Joaquin " El Chapo" Guzman mengungkapkan kekejaman yang dilakukan oleh bosnya itu.

Mewahnya Kehidupan Istri Gembong Narkoba El Chapo, Lihat Foto-fotonya

Kate del Castillo, Artis Cantik yang Memerantarai Gembong Mafia El Chapo Bertemu Sean Penn

Dalam kesaksiannya di pengadilan federal Brooklyn, New York, Isaias Valdez Rios menuturkan dia pernah melihat El Chapo membunuh sendiri tiga korbannya. Dilansir The Guardian Kamis (24/1/2019), ucapan Valdez menjadi kesaksian pertama sepanjang tiga bulan persidangan bahwa Guzman membunuh sendiri targetnya.

Dibantu Istri dan Anak El Chapo diektradisi ke Amerika Serikat (AS) dan menjalani persidangan pada November 2017 dengan tuduhan perdagangan kokain serta heroin semasa jadi pemimpin Kartel Sinaloa.

Kuasa hukumnya menyatakan, El Chapo hanya menjadi korban dari gembong narkoba kuat lain bernama Ismael "El Mayo" Zambada.

Valdez yang merupakan mantan pasukan khusus Meksiko berkata, dia pertama kali bekerja dengan Guzman di salah satu markas rahasianya pada 2004.

Sekitar 2006 atau 2007, Zambada mengirimkan anggota kartel Arellano Felix kepada El Chapo yang tidak senang karena calon korbannya itu sudah disiksa menggunakan setrika.

"El Chapo membiarkan tahanannya itu selama beberapa hari, menanyainya dua kali, sebelum memerintahkan orang menggali kuburan," ujar Valdez.

Pria 39 tahun itu melanjutkan, El Chapo kemudian menembak korbannya, dan memerintahkan segera dikubur meski saat itu si korban masih bernapas.

Kemudian dalam kesempatan lain, Valdez mengisahkan salah satu sekutu El Chapo mengirimkan dua anggota rival kartel Zetas kepadanya.

Setelah menyiksa anggota Zetas itu selama tiga jam, El Chapo menembak mereka, dan memerintahkan supaya jenazah mereka dibakar.

"Dia mengatakan bahwa dia tidak ingin melihat ada tulang yang tersisa," ujar Valdez menirukan gembong berusia 61 tahun tersebut.

Suami Polwan Tuti yang Bantu Gembong Narkoba Ternyata Bukan Orang Sembarangan

Dia mengaku bosnya itu memerintahkan seseorang untuk membunuhnya setelah El Chapo menuduhnya telah mencuri uangnya.

Polwan Kompol Tuti Diduga Terima Suap dari Gembong Narkoba Kelas Kakap, Sediakan HP hingga TV Kabel

Untungnya, dia berhasil membujuk sang bos. Valdez ditangkap oleh penegak hukum berdasarkan tuduhan yang dilayangkan AS pada 2014, dan sejak itu bekerja sama dengan jaksa penuntut. (kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Eks Pengawal El Chapo Kisahkan Bosnya Pernah Kubur Korban Hidup-hidup dan Melongok Penjara ADX Florence, Tempat El Chapo Menjalani Hukuman serta Gembong Narkotika Meksiko "El Chapo" Mulai Dikurung di Penjara Federal ADX

Berita Terkini