TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Idham Azis menyindir anggotanya yang menempuh cara tidak pantas dalam mencari jabatan.
Sindiran ini Idham lontarkan saat memberikan piagam penghargaan sekaligus kenaikan pangkat luar biasa kepada 21 personel Polri yang berprestasi.
Dalam kesempatan itu, Idham menyindir personel yang masih meminta kenaikan pangkat dengan cara instan.
Bukan karena prestasi, akan tetapi dengan cara menghadap kepada pimpinan untuk dapat jabatan.
"Saya berharap bapak SDM betul-betul bisa didatakan. Organisasi polri harus beri perhatian kepada mereka yang betul berprestasi. Itu parameternya harus paling di atas. Bukannya kasak-kusuk, bukan yang menghadap-menghadap, baru dikasih jabatan," kata Idham di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (6/2/2020).
• Kapolri Jenderal Idham Azis Mutasi 8 Kapolda, Dua Pamen Polda Lampung Ikut Digeser
• Sosok Jenderal Polisi yang Ditakuti Kapolri Idham Azis, Terungkap Tekad di Masa Kecil
• Pesan Mantan Jubir Gus Dur untuk Risma: Kalau Tidak Mau Dihina Jangan Jadi Pejabat Publik
• Ketua DPR Robek Naskah Pidato Donald Trump di Hadapan Anggota Senat, Begini Balasan Sang Presiden
Idham menuturkan, ada sekitar 0,01 persen dari 470 ribu total personil polri yang masih gunakan cara menghadap untuk kenaikan pangkat.
"Polisi di Indonesia ini ada 470 ribu orang, yang menghadap-menghadap ke pimpinan paling 0,01 persen. Pertanyaannya, bagaimana yang tidak menghadap? Saya berharap kepada rekan di depan saya ini adalah prestasi dini yang harus dikedepankan," jelas Idham.
Dia menuturkan, piagam penghargaan sekaligus kenaikan pangkat luar biasa kepada 21 personel Polri yang berprestasi bisa menjadi pemicu agar personil polri lainnya mengikuti jejak serupa.
"Ini juga jadi alat pemicu bagi personil yang lain untuk mau berbuat yang terbaik bagi organisasi. Saya kira itu bagian dari kebanggaan organisasi dan kebanggaan teman-teman yang dapat rahmat dan amanah," tandasnya.
Diapresiasi Pengamat
Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan yang juga Direktur Eksektif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro mengapresiasi langkah Kapolri Idham Azis merotasi pejabat tinggi dan menengah di beberapa posisi strategis.
Terbaru, pergantian wakapolri dan kapolda metro jaya, setelah pergantian posisi kabareskrim dan kabaharkam.
Dalam rotasi terbaru yang tertuang dalam Surat Telegram nomor: ST/3331/XIII/KEP./2019 ter tanggal Jumat (20/12/2019), Kapolda Metro Jaya akan dijabat Irjen Nana Sujana. Dia menggantikan Irjen Gatot Eddy Pramono yang promosi menjadi Wakapolri.
“Rotasi atau pengisian jabatan tersebut kita lihat sangat proposional dan profesional. Jabatan-jabatan strategis diisi figur-figur kompeten. Baik posisi Wakapolri, Kabareskrim, Kabarhankam dan beberapa Kapolda termasuk Kapolda Metro Jaya,” katanya kepada media di Jakarta. Minggu (22/12/2019).
Dikatakannya, dengan komposisi dan kolektifitas kepemimpinan saat ini, kita optimis kinerja Polri kedepan akan semakin baik.
Kapolri Jenderal Idham Azis telah menunjuk Irjen Gatot, yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, menjadi Wakapolri.
Gatot menggantikan posisi Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto yang segera purnabakti atau pensiun akhir Desember ini.
Irjen Nana merupakan alumni Akademi Kapolisian (Akpol) Tahun 1988, sama seperti Idham dan Gatot.
Nana mengawali karier sebagai perwira pertama polisi dengan pangkat inspektur dua di Polda DIY dan selama 31 tahun berkarier di kepolisian lebih banyak bertugas di bidang intelijen.
Wakapolri yang baru Irjen (Pol) Gatot Eddy Pramono merupakan lulusan Akpol tahun 1988 A.
Pria kelahiran Solok, Sumatera Barat pada 28 Juni 1965 tersebut pernah menduduki posisi Direktur Reskrimum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya di tahun 2011 dan Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2012.
Sebelum menjadi Kapolda Metro Jaya, Gatot bertugas sebagai Wakapolda Sulsel (2016), Staf Ahli Sosial Ekonomi (Sahlisosek) Kapolri (2017), serta Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) Kapolri (2018).
Menurut Simon, dengan rekam jejak masing-masing Pati tersebut, terlihat jelas komitmen Kapolri dalam menempatkan figur-figur terbaiknya.
Hal tersebut sekaligus menampik adanya penilaian sepihak yang menilai penunjukan Nana Sujana sebagai Kapolda Metro Jaya dan Sigit Listyo sebagai Kabareskrim sebagai upaya penguasaan “Geng Solo” di tubuh Polri.
Terkait posisi Kabareskrim yang saat ini dijabat Sigit Listyo, menurut Simon publik bisa menilai lulusan Akademi Kepolisian 1991 tersebut memang kompeten, berpengalaman dan berprestasi meniti karir dari bawah.
Perwira tinggi kelahiran 5 Mei 1969 tersebut pernah menjadi Kapolres Pati, Jawa Tengah.
Setelah itu dia menduduki posisi Wakil Kepala Polrestabes Kota Semarang, lalu menjadi Kapolres Solo.
Ketika Jokowi masih menjadi wali kota Solo di periode keduanya.
“Pada 2014 beliau diangkat sebagai ajudan presiden kemudian, menjabat Kapolda Banten dengan pangkat Brigadir Jenderal. Tentu hal tersebut membuktikan bagaimana beliau berproses meniti karir dan prestasi,” katanya.
Pun demikian dengan posisi Kabaharkam yang diisi oleh Agus Andrianto yang sebelumnya menjabat Kapolda Sumatera Utara, Simon mengatakan Perwira Tinggi Kepolisian yang menjabat sebagai Kapolda Sumut sejak 13 Agustus 2018 menggantikan Irjen Pol Paulus Waterpauw tersebut berpengalaman dalam bidang reserse.
Setelah lulus dari Akpol, ia pernah bertugas di jajaran Polda Sumut di berbagai posisi, seperti Kapolsek Sumbul pada 1992, Kapolsek Parapat pada1993 serta Kapolsek Percut Seituan pada 1995.
“Beliau pernah menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2016, yang juga menangani kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Dianugerahi beberapa tanda penghormatan, di antaranya Bintang Bhayangkara Pratama, SL. Pengabdian XXIV, SL. Ksatria Bhayangkara, SL. Operasi Kepolisian hingga France Medal,” ungkapnya.
“Saya kira jelas tidak ada geng-gengan. Semua berlangsung transparan dan profesional serta kompeten di bidangnya masing-masing. Clear itu,” kata Simon.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com