TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, GEDONG TATAAN - Peristiwa mengharukan terjadi dalam sidang lanjutan perkara tewasnya mahasiswa FISIP Universitas Lampung di PN Gedong Tataan, Pesawaran, Kamis (20/2/2020) malam.
Saksi bernama Aura Hafiz menangis saat menceritakan kekerasan yang dialaminya selama kegiatan pendidikan dasar (diksar) UKM Cakrawala FISIP Unila.
Air mata Aura semakin tak terbendung saat mengenang almarhum Aga Trias Tahta (19).
Aura Hafiz adalah saksi terakhir yang dimintia keterangannya dalam sidang.
• 17 Mahasiswa Tersangka Diksar Berdarah Cakrawala FISIP Unila, Polisi Beber Peran Tersangka
• Jadi Korban Kekerasan Panitia Diksar, Peserta Mengaku Ditampar, Ditendang, hingga Dibanting
• Eksepsi Terdakwa Cacat Hukum, JPU Minta Sidang Kematian Mahasiswa FISIP Unila Dilanjutkan
• BREAKING NEWS Agenda Sidang Diksar UKM Cakrawala: Pemeriksaan Saksi dan Pendapat JPU
Dalam kesaksiannya, Aura dicecar sejumlah pertanyaan perihal kegiatan diksar, termasuk kekerasan fisik yang dialaminya.
Aura mengaku tahu bakal mengalami kekerasan fisik selama diksar.
Namun, dia tetap nekat mengikuti diksar.
Aura menganggap kekerasan fisik adalah bagian dari pembinaan dan cara untuk meningkatkan solidaritas.
Aura sendiri memilih tidak melaporkan panitia diksar ke polisi.
Begitu pula saksi bernama Aldi.
Ketika ada pertanyaan seputar mendiang Aga, Aura tak kuasa menahan tangis.
Ditanya alasannya menangis oleh salah satu kuasa hukum terdakwa, Aura mengaku teringat dengan almarhum Aga Trias Tahta.
Di sisi lain, ia juga iba dengan nasib 17 panitia diksar yang menjadi terdakwa.
"Ingat almarhum Aga dan abang-abang (panitia)," tuturnya.
Dimulai sekitar pukul 15.00 WIB, sidang ini berakhir pada pukul 20.30 WIB.
Ketua majelis hakim Rio Destardo menyatakan sidang akan dilanjutkan pada 27 Februari 2020 dengan agenda sama, yakni mendengarkan keterangan saksi.
Kekerasan Panitia Diksar
Sejumlah fakta menarik terungkap dalam persidangan perkara tewasnya mahasiswa FISIP Unila Aga Trias Tahta (19), Kamis (20/2/2020).
Salah satunya kesaksian Median, orangtua Frans, salah satu peserta Diksar UKM Cakrawala FISIP Unila yang diduga mengalami kekerasan fisik dari panitia.
Dalam sidang, Median mengaku melapor ke Polres Pesawaran karena putranya diduga mengalami penganiayaan.
Median mendapati putranya tidak bisa diajak bicara, lemas, dan tidak bisa minum.
Frans juga mengalami luka lebam pada mata kiri, luka bakar di pipi kiri, serta rahang tidak bisa dibuka.
Dia mengatakan, berdasar hasil pemeriksaan medis, putranya mengalami dehidrasi berat, malnutrisi, dan tensi tinggi.
"Sempat menanyakan ke anak. Info yang didapat (korban) menerima perlakuan yang tidak semestinya oleh panitia diksar," ungkapnya.
Frans membenarkan ada hal tidak wajar yang dilakukan oleh panitia diksar.
Frans mengaku sering mendapat tamparan dan tendangan oleh sejumlah panitia diksar.
Tak heran jika seusai diksar Frans dirawat di RS Bintang Amin, Bandar Lampung selama enam hari.
Selain Frans, saksi korban yang dihadirkan dalam sidang tersebut adalah Aldi dan Aura.
Keadaan sama dialami Aldi.
Dia mengaku ditampar menggunakan sandal oleh seorang panitia.
Ia juga dibanting oleh panitia lainnya.
Ada juga yang menyabet perutnya menggunakan bambu.
Aldi pun sempat dirawat di RS Bhayangkara, Bandar Lampung.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Gedong Tataan menskorsing sidang perkara kematian mahasiswa FISIP Unila, Kamis (20/2/2020).
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, ketua majelis hakim Rio Destardo menskorsing sidang selama 30 menit.
Skorsing dilakukan karena waktu bertepatan dengan salat Magrib.
Skorsing sidang pada saat meminta keterangan terhadap saksi ketiga.
Sidang perkara tewasnya mahasiswa FISIP Universitas Lampung Aga Trias Tahta (19) dilanjutkan dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU).
Sebanyak 17 panitia Diksar UKM Cakrawala FISIP Universitas Lampung menjadi terdakwa.
Dalam sidang di PN Gedong Tataan, Kamis (20/2/2020), ketua majelis hakim Rio Destardo didampingi Tommy Febriansyah dan Vita Deliana.
JPU Rizqi Haqquan menyatakan, eksepsi kuasa hukum terdakwa tidak mempunyai kekuatan hukum alias cacat.
Rizqi menekankan bahwa surat dakwaan dalam perkara ini sudah memenuhi ketentuan.
"Memohon kepada majelis hakim supaya menetapkan eksepsi penasihat hukum tidak dapat diterima atau ditolak," ungkap Rizqi.
Oleh karena itu, Rizqi meminta supaya sidang dilanjutkan.
Atas replik JPU tersebut, kuasa hukum terdakwa tetap berpendirian pada eksepsi, yakni menolak dakwaan JPU.
Ketua majelis hakim Rio mengatakan, pihaknya akan menyampaikan penilaian tersebut pada sidang berikutnya, 27 Februari 2020. (Tribunlampung.co.id/Robertus Didik Budiawan)