Blak-blakan IRT Bandar Lampung yang Di-bully Seusai Viral karena Ribut dengan Pemulung

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gita Mandasari (35) saat ditemui di kediamannya, Selasa (25/2/2020).

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Masyarakat Lampung sempat dihebohkan dengan peristiwa keributan antara seorang ibu rumah tangga dengan pemulung di Jalan Pangeran Antasari Bandar Lampung, pada 12 Februari 2020 lalu.

Ibu muda bernama Gita Mandasari (35), warga Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung, itu mengira sang pemulung, Irawati atau Surawati (55), adalah penculik anak.

Sang pemulung nyaris dihakimi massa.

Gita menyebut kecurigaannya dilatari karena Irawati kerap bolak-balik di depan rumahnya dan berusaha mendekati anaknya.

Di-bully karena Video Tampar Pemulung Viral, IRT Bandar Lampung Ini Buka Suara

Tak Terima Disebut Penculik, Nenek Irawati Laporkan Wanita Pem-bully ke Polda Lampung

Gubernur Arinal Bertemu Kakak Luna Maya, Siap Dukung Kejuaraan Dunia Selancar di Krui

Melongok Rehabilitasi Napi Narkoba di Lapas Narkotika Bandar Lampung

Namun polisi menyatakan jika Irawati benar seorang pemulung.

Video keributan ini pun viral di dunia maya dan membuat Gita menjadi objek bullying di media sosial.

Seperti apa sebenarnya permasalahan ini dan bagaimana Gita bisa mengira sang nenek adalah penculik anak?

Berikut petikan wawancara eksklusif Tribunlampung.co.id dengan Gita, Selasa (25/2/2020).

Tribun: Bagaimana perasaan ibu setelah video keributan dengan nenek Irawati tersebar?

Gita: Saya kaget sih. Karena saya posisinya saat itu dalam keadaan memastikan keamanan keluarga saya, khususnya anak saya yang sempat dirayu-rayu untuk mendekati nenek itu.

Apalagi ketika diketahui nenek itu menyimpan senjata tajam. Tapi kok, ketika video itu tersebar, justru saya yang menuai hujatan dan bullying dari media sosial. Kayak gak adil gitu.

Tribun: Sejauh ini ibu sudah mendapat bullying dari mana saja?

Gita: Facebook dan Instagram sih rata-rata. Kalau masyarakat di sini kan banyak yang sudah kenal saya dan keluarga, jadi ya mereka sudah pahamlah.

Tribun: Apa yang Ibu rasakan saat membaca atau mendengar bullying itu?

Gita: Saya hanya khawatir kepada psikis anak saya yang saat ini masih kecil. Khawatir akan terganggu.

Suka gak tega gitu waktu ditanya anak dengan pertanyaan 'mama kenapa?' Apalagi sekarang saya sering ke kantor polisi kan, di kecamatan maupun di lingkup kota.

Jadinya saya lebih gak tega melihat anak saya gelisah dari pada bully-bully-an yang saya terima.

Tribun: Apakah sampai hari ini ibu masih mendapat bullying media sosial?

Gita: Mungkin masih ya, Mas. Saya juga belum lihat handphone saya hari ini. Kemarin sih masih ada.

Tribun: Apakah dampak yang Ibu rasakan dari bullying tersebut?

Gita: Saya suka pusing dan kepikirkan sendiri. Lebih jauh saya sering memikirkan posisi anak saya yang jika saja tahu perlakuan media sosial terhadap saya.

Tribun: Bagaimana sikap keluarga atas bullying media terhadap Ibu?

Gita: Semua memberikan dukungan, terlebih suami saya. Yang jauh-jauh juga kadang suka telepon untuk memastikan keadaan.

Tribun: Apakah Ibu sempat memberikan klarifikasi atas video yang tersebar?

Gita: Tentu, tapi secara online saya tidak pernah memberikan penjelasan. Karena saya takut timbul masalah yang lebih besar.

Namun, jika ada kerabat yang menghubungi maupun lingkungan dan teman-teman media yang mampir ke rumah pasti saya beberkan kejadian yang sebenarnya.

Tribun: Apakah ada hal lain yang Ibu khawatirkan selain maraknya bullying yang ditujukan kepada Ibu?

Gita: Keamanan keluarga sih yang lebih saya perhatikan. Kadang suka takut nenek itu kembali ke sini dan berbuat hal yang tidak keluarga kami inginkan.

Tribun: Apakah sudah ada upaya berdamai dengan pihak yang bersangkutan sebelum ini?

Gita: Dari awal memang saya menganggapnya tidak ada masalah.

Saya selalu menawarkan diri untuk mengantarkan nenek tersebut pulang ke rumahnya pada hari kejadian tersebut berlangsung. (Tribunlampung.co.id/V Soma Ferrer)

Berita Terkini