Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Syamsir Alam
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG TENGAH - Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) merancang alat pengolahan kolang-kaling dalam kuliah kerja nyata (KKN) di Lampung Tengah.
Alat yang diberi nama Pressing Machine System of Kolang-kaling (Press-Co) itu dirancang untuk mempermudah petani memproduksi kolang-kaling.
Azis Husain Ahmad, salah satu mahasiswa KKN IPB, mengatakan, Press-Co dirancang setelah ia dan empat rekannya yang lain terjun ke lapangan mencari permasalahan yang dihadapi petani kolang-kaling.
"Salah satu kendala yang kami temui di lapangan adalah alat untuk pemipihan kolang-kaling. Selama ini petani masih manual melakukan pemipihan, yakni dengan ditumbuk menggunakan balok kayu," kata Azis Husain Ahmad kepada Tribunlampung.co.id, Minggu (20/9/2020).
Selanjutnya, ujar mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB itu, ia dan rekan-rekannya mencari solusi bagi petani supaya nilai produksi mereka meningkat.
"Dari hasil diskusi bersama kawan-kawan yang lain, terpikirkan untuk merancang Press-Co, mesin atau perkakas untuk memipihkan kolang-kaling berbasis silinder gerigi bertenaga kayuhan manusia," ujarnya.
• Siswa SMP di Lamteng Akan Dapat Bimbel Online dari Mahasiswa IPB
• Mahasiswa IPB di Banten Harus Naik Turun Bukit untuk Bisa Kuliah Online, Jadi Harapan Warga Kampung
Press-Co memiliki desain simpel, cara penggunaannya persis seperti menggunakan sepeda serta komponen alat yang ergonomis sehingga memudahkan dan meningkatkan kenyamanan, keselamatan, serta kesehatan pekerja.
Dari hasil ujicoba, Press-Co 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan alat pemipih tradisional.
Untuk memipihkan 30 kilogram kolang-kaling hanya dibutuhkan waktu 8,3 menit.
"Sejauh ini Press-Co masih sebatas rancangan. Dampak pandemi Covid-19 mengharuskan program PKM dijalankan dengan daring. Setelah pandemi mereda, alat ini akan segera dipabrikasi agar bisa diterapkan secara langsung bagi petani kolang-kaling rumahan di seluruh Indonesia," tandasnya.
Sanadi, pemilik usaha pengolahan kolang-kaling di Kecamatan Bumiratu Nuban, awalnya mengeluhkan tidak efisiennya proses pemipihan kolang-kaling.
Akibatnya, biaya produksi membengkak.
"Setiap harinya saya mengolah rata-rata 20-30 kilogram. Pada bulan puasa, pabrik bisa mengolah kolang-kaling hingga satu sampai satu setengah kuintal dengan proses pemipihan kolang-kaling dilakukan secara manual menggunakan penumbuk dari kayu tanpa bantuan mesin," jelasnya.
"Bahkan, sehari-hari waktu yang dibutuhkan untuk memipihkan 30 kilogram membutuhkan 2 jam lebih. Oleh karena itu, saya meminta bantuan pekerja untuk proses pemipihan kolang-kaling sehingga menambah biaya produksi untuk membayar pekerja," ucapnya.
Ia juga mengeluhkan, proses pemipihan kolang-kaling yang sedikit keras juga mengakibatkan bagian bahu dan punggungnya menjadi sakit akibat lama dalam posisi membungkuk. (Tribunlampung.co.id/Syamsir Alam)