Gatot kemudian menjelaskan kepadanya sama seperti yang ia sampaikan ke Jokowi bahwa situasinya belum tepat.
Dua pekan kemudian, kata Gatot, ia ditelpon oleh Setnov yang mengatakan telah mendapat surat dari Jokowi.
Isi surat tersebut, kata Gatot, Jokowi mengajukan Gatot sebagai Panglima TNI.
"Beliau (Setnov) tanya, surat ini harus saya apakan? Saya jawab, ada dua Pak Ketua. Yang pertama sobek-sobek masuk kantong sampah. Yang kedua terserah Pak Ketua. Karena saya bukan tidak berkeinginan, situasi seperti itu jangan saya dulu, nanti," ungkap Gatot.
Berdasarkan catatan Tribun, setelah dilantik menjadi Panglima TNI oleh Jokowi, Gatot mengeluarkan surat telegram Panglima TNI NR ST/1192/2017 tanggal 18 September 2017.
Surat telegram itu berisi perintah kepada jajaran TNI untuk menyelenggarakan kegiatan nonton bareng film Pengkianatan G 30 S/PKI bersama keluarga dan masyarakat.
Setelah mengeluarkan perintah itu, Gatot mengungkapkan seorang sahabatnya yang merupakan politisi senior di PDIP memperingatinya untuk berhenti melakukannya.
"Saya sudah memerintahkan. Sahabat tersebut ketemu sama saya. Pak Gatot, hentikan kalau tidak saya tidak bisa menjamin, bisa dicopot. Itu sahabat saya mengingatkan seperti itu. Peringatan sahabat itulah yang meyakinkan saya, itu harus terus," kata Gatot.
Terkait perintah tersebut, Gatot mengungkapkan ketika itu sebagai Panglima TNI ia tidak minta izin dari Presiden atau Menko Polhukam.
Menurutnya itu karena ia tidak perlu meminta izin dan perintah itu tidak melanggar hukum.
"Apakah itu melanggar? Tidak. Buktinya presiden juga ikut nonton di Bogor," kata Gatot.
Gatot kemudian mengungkapkan alasannya mengeluarkan perintah tersebut.
Berdasarkan pengamatannya ia mengindikasikan adanya kebangkitan komunisme atau yang ia sebut sebagai neo komunisme.
Puncaknya, menurutnya terjadi pada tahun 2008 di mana ketika materi pelajaran sejarah terkait G 30 S PKI dihapus dari semua sekolah.
Selain itu, kata Gatot, menurut survei 90 persen pemuda Indonesia tidak meyakini adanya Partai Komunis Indonesia (PKI).