Tatang menjelaskan mayoritas pembeli yang datang berasal dari luar Kota Kembang dan memesan lebih dari lima porsi per orang.
Bahkan lantaran begitu ramai, para pengunjung rela duduk di trotoar jalan karena tak kebagian tempat.
"Yang beli itu bisa enam sampai tujuh porsi per orang," terang Tatang.
"Kalau weekend di sini itu penuh banget, sampai pada berdiri makannya atau duduk lesehan di trotoar karena enggak kebagian tempat duduk," tambahnya.
Meski begitu, Tatang belum berkeinginan untuk pindah lokasi ke tempat yang lebih luas.
Sebab, dirinya ingin mempertahankan suasana tempo dulu yang berusaha ia pertahankan sejak awal pembangunan usahanya.
"Dari dulu kalau kalau yang namanya jagung bakar sama colenak itu dibakar pakai arang, bukan dengan kompor," jelasnya.
"Termasuk cara makannya juga harus seperti tempo dulu. Kalau enggak berdiri, jongkok, atau lesehan di mana aja sambil ngobrol sama teman atau keluarganya masing-masing, yang penting mah nyaman," sambung Tatang.
Dicky (34), salah seorang pembeli yang ditemui di lokasi mengaku telah menjadi pelanggan setia Jadoel sejak lama.
Dirinya bahkan sudah mencicipi kuliner Bandung ini sejak belum menikah hingga kini sudah berkeluarga.
Dikatakan Dicky, jagung bakar di Jadoel yang murah ini memiliki cita rasa yang khas hingga membuatnya ketagihan.
Bapak dua anak itu bercerita dirinya sampai rela melakukan perjalanan jauh dari Kopo demi kembali menikmati hidangan jagung yang legendaris ini.
Pasalnya, seluruh makanan pada tempat wisata di Bandung ini dibakar menggunakan arang kayu yang menambah rasa unik saat masuk ke mulut.
"Setiap saya pingin jagung bakar, saya selalu ke sini, meskipun harus menempuh perjalanan jauh dari Kopo.
"Karena mungkin sudah jatuh cinta sama rasanya yang khas dan unik, jadi saya enggak cari ke mana-mana lagi, pasti ke sini, apalagi anak istri juga suka," ujarnya.