Bandar Lampung

Ratusan Warga Lampung Kena DBD, Puncak Kasus Diperkirakan Februari

Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Ratusan warga Lampung kena DBD, puncak kasus diperkirakan Februari.

“Tahun ini belum ditemukan kasus meninggal. Pada akhir Desember 2021 lalu ada yang meninggal," kata dia.

Ia mengatakan, daerah endemis penyebaran kasus DBD terjadi di 8 kecamatan, Kotabumi Selatan, Kotabumi Utara, Kotabumi, Abung Selatan, Blambangan Pagar, Bukit Kemuning, Bunga Mayang, Sungkai Selatan.

Dikatakan endemis, lanjut Yusuf, karena daerah tersebut selama tiga tahun berturut-turut ada kasus DBD positif berdasarkan KDRS dari rumah sakit yang merawat.

“Laporan kewaspadaan dini rumah sakit (KDRS) dilaporkan ke dinas kesehatan,” ujar Dia.

Meski begitu kasus DBD di Lampung Utara mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2019 ada 547 kasus, kemudian 2020 ada 317 kasus, tahun 2021 ada 45 kasus.

“Satu kasus meninggal dunia,” ujarnya.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengedalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Lamsel Ridwan Syani mengatakan, dari 18 kasus DBD di daerah tersebut, terbanyak berasal dari Kecamatan Kalianda sebanyak 6 kasus.

Sementara tahun lalu, Lampung Selatan mencatat ada 222 kasus DBD.

"Data yang kami catat yakni di Kecamatan Kalianda terdapat 6 kasus, di Kecamatan Palas 3 kasus, di Kecamatan Rajabasa 3 kasus, di Kecamatan Sidomulyo 2, di Kecamatan Way Panji 1 kasus, di Kecamatan Tanjung Bintang 2 kasus dan di Kecamatan Ketapang 1 kasus," jelasnya, Rabu (26/1/2022).

Di Kabupaten Lampung Tengah, sepanjang 2022 ini terdapat 93 kasus DBD.

Pada pekan kedua Diskes Lamteng mencatat ada 59 kasus kemudian bertambah 34 kasus pada pekan ketiga.

Pada pekan ketiga ini, kasus terbanyak berada di Kecamatan Kotagajah.

Perubahan Siklus

Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandar Lampung Desti Mega Putri menjelaskan, ada 34 kasus DBD di Bandar Lampung.

Ia mengatakan, pihaknya masih mewaspadai dua bulan awal 2022 perihal penyakit demam berdarah.

"Kalau melihat dari trennya ada perubahan siklus. Pada 2020 puncaknya di Februari, kalau 2021 puncaknya di November dan Desember. Dan harapan kita Januari hingga Februari (2022) ini rendah," kata dia, Selasa (25/1/2022).

Ia menjelaskan, pada tahun 2021 terdapat 571 kasus DBD yang penambahannya banyak terjadi pada akhir tahun.

"Kasus Desember saja ada 131 kasus," jelas dia.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Diskes) Mesuji Suyono menjelaskan, angka kasus DBD per 26 Januari 2022 mencapai 29 kasus.

"Kasus DBD ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Jadi per satu tahun di 2021 kemarin kasus DBD mencapai 27 kasus. Meski begitu, sepanjang 2021 hingga 2022 kasus DBD di Kabupaten Mesuji tidak menimbulkan korban jiwa," katanya.

Panasnya Tak Turun 3 Hari

Sejumlah warga di Lampung menceritakan pengalamannya menderita DBD. Satu ciri yang sama yaitu mereka mengalami panas tinggi.

M Bayu Sadewa (45) menceritakan, anaknya Keyla Salsabila (11) terkena DBD awal Januari ini. Saat itu kondisi anaknya mengalami panas.

“Panas anak saya tidak turun-turun selama tiga hari. Langsung saya bawa ke dokter,” kata warga kecamatan Sungkai Selatan ini, Rabu (26/1/2022).

Setelah dilakukan perawatan di klinik, dokter menyarankan untuk diperiksa kesehatan lengkap.

Saat itulah diketahui, anaknya terkena penyakit DBD.

“Anak saya langsung dirawat di klinik,” bebernya.

Dalam perawatan anaknya itu diberikan makanan yang berimbang, kemudian suplemen penambah Hb.

Bersyukur, Keyla tidak terlambat mendapat penanganan dokter.

Setelah dirawat beberapa hari di klinik, anaknya dinyatakan sembuh dari DBD.

Sari (30), warga Desa Brabasan, Kecamatan Tanjung Raya, Mesuji, juga terkena DBD sejak 14 Januari 2022. Ia dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ragab Begawe Caram (RBC) selama lima hari.

Sari menduga, ia terkena gigitan nyamuk Aedes Aegypti di lingkungan Pasar Brabasan.

Sebab, ia tinggal di sana. Di lingkungannya tersebut, sudah tiga orang terkena DBD.

"Namanya likungan pasar inikan, di belakang selokan itu ada barang bekas yang memang ada air, di situ jadi tempat sarang jentik nyamuk," jelasnya.

Dari kejadian itu, Sari mengaku pihak Dinas Kesehatan (Diskes) melalui Puskesmas Brabasan akhirnya melakukan fogging di area pasar.

Ia berharap Pemerintah Desa maupun Pemerintah Daerah di Kabupaten Mesuji untuk lebih gencar melakukan sosialisasi.

"Sosialisasi untuk pola hidup bersih dan sehat, khususnya di daerah zona merah akan kasus DBD," kata dia.

Penyakit DBD juga sempat dialami warga Kelurahan Way Mengaku, Balik Bukit, Lampung Barat L dan istrinya. Keduanya terkena DBD pada awal Januari 2022.

Mereka sempat dirawat di RSUD Alimuddin Umar selama beberapa hari.

"Minggu pertama istri saya yang dirawat, minggu kedua saya sendiri yang masuk rumah sakit," kata dia.

Ia menceritakan, sebelum dirawat di RSUD, sempat dirawat di Puskesmas Liwa.

Namun kondisi L sempat ngedrop hingga trombosit menjadi 68.000. Karena itu pihak puskesmas merujuk ke RSUD.

Elo Setiawan, salah satu penyintas DBD asal Yosodadi Metro Timur menceritakan, sempat mengalami demam di atas 40 derajat saat terkena DBD pada Desember 2021.

"Trombosit turun itu pas sudah tiga hari demam. Keluarga takut kalau DBD. Jadi periksa darah ke Nyunyai (lab). Termyata betul trombosit turun, tapi enggak terlalu. Jadi tetap dirawat di rumah, kebetulan ada keluarga yang sudah pernah kena, jadi pakai obat saja sama istirahat," tukasnya.

Setelah satu minggu istirahat di rumah, Elo kembali memeriksakan dirinya ke puskesmas.

"Total enam hari lah bed rest. Nah, pas hari keenam cek di puskes, itu trombosit sudah normal," paparnya via sambungan telepon.

(Tribunlampung.co.id/Endra Zulkarnain/Anung Bayuardi/Dominius Desmastri Barus/Vincensius Soma Ferrer/M Rangga Yusuf)

Berita Terkini