Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sejumlah Inspektorat di Provinsi Lampung menemukan kerugian negara pada penggunaan dana desa (DD).
Kerugian yang mencapai miliran rupiah itu tersebar di puluhan pekon/desa di Provinsi Lampung.
Inspektorat Kabupaten Tanggamus menyatakan menemukan kerugian negara sebesar Rp 6 miliar pada dana desa tahun anggaran 2020.
Temuan itu didapat berdasarkan hasil audit, investigasi, dan pemeriksaan yang dilakukan sejak 2020-2021.
"Dari hasil pemeriksaan terdapat temuan sekitar Rp 6 miliar yang harus dipertanggungjawabkan. Temuan itu berasal dari 40 pekon," jelas Sekretaris Inspektorat Gustam Apriansyah mewakili Inspektur Ernalia, Kamis (7/4/2022).
Baca juga: Polisi Amankan 41 Tersangka Narkoba Selama Operasi Antik Krakatau 2022 di Bandar Lampung
Baca juga: Bawaslu Bandar Lampung dan PWI Siap Kolaborasi Beri Edukasi Politik ke Masyarakat
Ia mengatakan, temuan tersebut berupa setoran kelebihan pembayaran, pajak yang belum disetorkan, dan laporan pertanggungjawaban (LPj) yang belum diserahkan.
Dari temuan kerugian negara sebesar Rp 6 miliar tersebut, sebanyak Rp 1 miliar sudah dikembalikan.
Sisanya, Rp 5 miliar masih diberi waktu untuk dikembalikan.
Anggaran Rp 1 miliar itu ada di 10 pekon, dan sisanya Rp 5 miliar ada di 30 pekon.
Semuanya tersebar di beberapa pekon.
Di antaranya ada di Kecamatan Air Naningan, Bandar Negeri Semong, Semaka, dan lainnya.
Ia mengaku, pihaknya tidak menentukan batas waktu pengembalian kerugian negara itu namun diminta secepatnya.
Sampai saat ini, Inspektorat Tanggamus masih melakukan pembinaan.
Lebih lanjut ia mengatakan, nilai penyelewengannya bervariasi. Ada yang Rp 9 juta sampai Rp 50 juta.
Dan sudah diakui seluruhnya oleh pihak yang bertanggungjawab dan tidak ada yang membantah.
Sedangkan untuk penyerahan perkara ke aparat penegak hukum, Inspektorat Tanggamus belum melakukannya.
Sebab masih berpegang dengan status pembinaan, bukan penyelesaian perkara.
Selanjutnya pihak yang bertanggungjawab tersebut kebanyakan adalah kepala pekon berstatus penjabat (Pj) kepala pekon.
Mereka adalah ASN yang mengisi jabatan kakon karena jabatan definitif telah habis periodenya.
"Dari semuanya untuk status ada yang Pj Kakon ada juga yang kepala pekon definitif," terang Gustam.
Ia mengaku, untuk yang berstatus ASN sudah diberikan sangksi sesuai Peraturan Pemerintahan Nomor 99 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Sanksi berupa teguran tertulis dan penundaan kenaikan pangkat.
Temuan Rp 14 Miliar
Inspektorat Lampung Barat mencatat ada 268 temuan dana desa tahun 2020 dengan nilai mencapai Rp 14 miliar.
Dari 268 temuan itu, sebanyak 169 (63,05 %) rekomendasi sudah ditindaklanjuti atau senilai Rp 6 miliar.
Sekretaris Inspektorat Lampung Barat Ahmad Syukri menjelaskan, temuan tersebut ada yang terkait administrasi, pengembalian, dan kerugian negara.
"Jadi nilai Rp 14 miliar itu tidak semuanya berkaitan dengan kerugian negara," ungkap Syukri.
Syukri menyampaikan, guna menindaklanjuti temuan tersebut, pihaknya memberikan batas waktu kepada pihak pekon terkait agar mempertanggungjawabkannya.
Menurutnya, sampai saat ini Inspektorat masih menunggu niat baik para kepala pekon. Jadi belum memberikan sanksi.
Menurutnya, ada kendala sendiri yang dihadapi Inspektorat Lampung Barat kala akan menindaklanjuti temuan di suatu pekon. Yakni, kepala pekonnya berganti.
Sementara kepala pekon yang baru enggan menindaklanjuti temuan dana desa ini karena merasa bukan tanggungjawabnya.
Namun, pihak Inspektorat selalu menekankan kepada para kepala pekon bahwa temuan itu bukanlah perorangan tapi temuan pekon.
"Dikhawatirkan, jika ini berlarut-larut, BPK ataupun KPK yang bakal menindaklanjutinya. Oleh karenanya, ini sudah menjadi tanggung jawab pihak pekon meski telah terjadi pergantian peratin," imbuhnya.
Temuan di 162 Desa
Inspektorat Lampung Selatan juga mendapat temuan di 162 desa terkait penggunaan dana desa selama 2020-2021.
Dari 162 desa itu, sekitar 40 persen sudah mengembalikan dananya.
Kepala Inspektorat Lampung Selatan Anton Carmana mengatakan, temuan itu merupakan hasil pemeriksaan reguler pihaknya.
"Memang kita tahun 2020 sudah melakukan pemeriksaan reguler sebanyak 100 desa. Dan tahun 2021 sebanyak 62 desa. Itu yang pemeriksaan reguler. Ada sih temuannya, yaitu kelebihan pembayaran dan terkait pajak," kata Anton, Kamis.
Ia menjelaskan, ada beberapa kepala desa yang belum bayar pajak.
Selain itu pihaknya banyak menemukan persoalan adminstrasi, kelengkapan SPJ, dan lainnya yang mungkin kurang pemahaman dari desa itu sendiri.
"Terkait kelebihan bayar dan pajak tadi sudah ada progres tahun ini, kisarannya sudah 40-50 persen sudah ada pengembalian. Dananya juga tidak terlalu besar, berkisar antara ratusan juta. Dan sudah mulai dikembalikan ke kas desa," katanya.
"Teknis pengembalian, kalau sekarang ini kita tekankan dicicillah. Yang penting ada progres. Ada itikad baik dari kades tersebut untuk mengembalikan. Dan pengembaliannya itu bukan ke negara kok. Tapi ke kas desa. Jadi bisa dimanfaatkan untuk pembangunan di desanya sendiri," terangnya.
Anton mengatakan terkait dana desa pihaknya hanya bisa melakukan pembinaan sebagai aparat pemerintah bukan aparat penegak hukum.
"Jadi sesuai dengan permendagri nomor 73 tahun 2020. Kita melakukan pengawasan dalam rangka pembinaan. Karena LHK ini tidak bisa dijadikan bahan untuk persidangan. Nggak bisa sama sekali. Karena hanya pernyataan-pernyataan. Kalau aparat penegak hukum (APH) yang bisa membuat berita acara. Karena berita acaranya itu pemeriksaan, itu yang bisa dipakai di pengadilan," kata dia.
(Tribunlampung.co.id/tri/nan/dom)