Berita Terkini Nasional

Anggota Khilafatul Muslimin Capai Puluhan Ribu, Punya NIW Menggantikan e-KTP

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua anggota Ormas Khilafatul Muslimin yang ditangkap di Lampung ditetapkan sebagai tersangka yakni AA dan IN tiba di Polda Metro Jaya, Minggu (12/6/2022).

Tribunlampung.co.id - Ormas Khilafatul Muslimin disebut polisi akan membuat kartu identitas sendiri menggantikan KTP elektronik (e-KTP) yang resmi dikeluarkan pemerintah Indonesia.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengungkapkan, Khilafatul Muslimin sudah membuat Nomor Induk Warga atau NIW.

Menurutnya, NIW ini nanti yang akan digunakan Khilafatul Muslimin untuk menggantikan e-KTP yang diterbitkan pemerintah Indonesia.

Diungkapkan Kombes Pol Endra Zulpan, anggota Khilafatul Muslimin dari data yang ditemukan jumlahnya mencapai puluan ribu se- Indonesia.

Data itu ditemukan, ketika Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya kembali menggeledah kantor pusat Khilafatul Muslimin,Sabtu (11/6/2022) kemarin di Bandar Lampung, Lampung.

Baca juga: Polisi Tangkap 5 Anggota Khilafatul Muslimin di Lampung, Turut Diamankan Uang Rp 2 Miliar

Baca juga: Nabila Ishma Disentil Agar Tutupi Aib, Gegara Unggah Kenangan Bersama Eril

Dalam penggeledahan tersebut, polisi menemukan buku-buku hingga brankas berisi uang miliaran rupiah.

Tak hanya itu, polisi juga menemukan puluhan data induk anggota Khilafatul Muslimin se-Indonesia yang jumlahnya mencapai puluhan ribu.

"Di sana kita temukan di situ data induk warga Khilafatul Muslimin se-Indonesia yang sampai sore ini kita temukan berjumlah mencapai puluhan ribu," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan di Polda Metro Jaya, Minggu (11/6/2022).

Zulpan menyebut data tersebut mirip Nomor Induk Kependudukan atau NIK seperti dalam KTP. Tapi, data induk itu digunakan untuk membuat nomor induk keanggotaan baru.

Menurut pendalaman penyidik, data itu akan digunakan untuk menggantikan e-KTP (KTP elektronik) yang diterbitkan pemerintah Indonesia.

"Dan ada temuan menarik, mereka juga sudah membuat Nomor Induk Warga atau NIW yang digunakan Khilafatul Muslimin untuk menggantikan e-KTP yang diterbitkan pemerintah Indonesia," kata Zulpan.

Dalam penggeledahan itu, Polisi juga menyita komputer yang berada di kantor pusat dan akan diperiksa oleh penyidik.

Baca juga: Tak Mau Lama Menduda, Adul Nikahi Wanita yang Baru Dikenal Via Medsos

Baca juga: Polisi Tangkap 2 Petinggi Khilafatul Muslimin di Lampung, Sempat Ada Penolakan dari Pengikutnya

Terdapat pula brangkas besi sebanyak empat unit berisi uang tunai senilai Rp 2,3 miliiar. Uang itu diduga digunakan untuk menjalankan operasional organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Kemudian, kita temukan juga catatan keuangan dan serta kita temukan buku tabungan rekening penampung," tutup Zulpan.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya  telah menangkap beberapa pengurus atau pimpinan Khilafatul Muslimin di markas pusat yang berlokasi di Bandar Lampung, Lampung.

Penyidikan atas kasus ini masih berlanjut usai pimpinan tertinggi, Abdul Qadir Hasan Baraja ditangkap pada 7 Juni 2022.

"Dua orang ini merupakan tokoh penting di kantor pusat Khilafatul Muslimin," ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada, Sabtu (11/6/2022).

Dari penggeledahan itu, Polisi menemukan barang bukti sejumlah uang hingga miliaran rupiah.

"Kita melakukan penggeledahan terhadap operasionalisasi terhadap ormas ini dan kita menyita uang yang diduga uang operasional sekitar 2 Miliar," imbuh Hengki.

Buat KTP Saat Ada Perlu

Terungkap, kelompok Khilafatul Muslimin yang tinggal di Kampung Khilafah, Desa Karang Sari, Lampung Selatan, enggan membuat identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk atau KTP.

Tak hanya itu, mereka juga tak mau mengibarkan bendera merah putih.

Hal tersebut disampaikan Kepala Desa Karang Sari, Romsi dan Kepala Desa Margodadi, Noven Fahri.

"Waktu itu temen-temen kepolisian dari Polda buat masang bendera saat 17-an, mereka memang tidak pasang. Intinya mereka tidak mau pasang,” kata Romsi di Aula Krakatau Kantor Dinas bupati Lampung Selatan, Kamis (9/6/2022).

Untuk identitas diri, seperti kartu keluarga atau KTP, kata Romsi, warga membuatnya ketika memiliki keperluan.

Romsi menegaskan, pihaknya bersama pihak kepolisian pernah berupaya memasang bendera merah putih saat perayaan HUT Kemerdekaan RI.

Namun, kelompok Khilafatul Muslimin yang berada di Kampung Khilafah menolak.

"Waktu itu temen-temen kepolisian dari Polda buat masang bendera saat 17-an, mereka memang tidak pasang. Intinya mereka tidak mau pasang,” kata Romsi.

Kelompok Khilafatul Muslimin tersebut juga tidak mau mengurus atau membuat dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) apabila tidak ada keperluan.

"Identitas kependudukan itu mereka mau mengurus ketika membutuhkan.”

“Contohnya waktu itu mau pembuatan surat tanah, karena tanah mereka terkena pembebasan lahan tol, namun ada persyaratan yang harus dipenuhi," katanya.

Menurut Romsi, saat itu dirinya meminta warga yang tinggal di kampung Khilafah membuat KTP dan KK.

Dikatakannya, meski tidak mau mengibarkan bendera Merah Putih dan membuat KTP, tidak ada pergerakan atau kegiatan yang mencurigakan.

Termasuk juga kegiatan yang merugikan masyarakat yang dilakukan kelompok tersebut.

"Kalau di desa saya selama saya menjabat itu biasa-biasa saja."

"Artinya tidak ada suatu gerakan yang merugikan masyarakat.”

“Setiap ada kegiatan seperti ronda malam mereka ikut bergabung, tapi tidak semuanya."

"Kalau salat mereka juga ada yang salat di masjid kami di situ," ucap Romsi.

Dikatakannya, jika kelompok tersebut menggelar kegiatan yang mengundang peserta dari luar daerah, selalu berkoordinasi dengan pihak desa.

Pihak desa selalu diundang.

Romsi mengatakan dirinya pernah diajak untuk bergabung ke kelompok tersebut bahkan akan dijadikan Panglima di Desa Karang Sari.

"Jadi pada saat saya pidato di tengah-tengah kehadiran mereka yang ribuan orang banyaknya, saya dipepet."

“Saya ditawarkan untuk jadi Panglima di Karang Sari, saya ditawarkan untuk diajak sampai ke Bogor," kata Romsi.

Sementara Noven Fahri, menambahkan, Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah (PPUI) Khilafatul Muslimin yang berada di Desa Margodadi tidak pernah mengibarkan bendera Merah Putih.

"Betul mereka tidak pernah pasang bendera dan sekitar kami itu tidak ada yang sekolah di situ," katanya.

Dia menuturkan, kelompok Khilafatul Muslimin itu hingga saat ini terbuka untuk umum.

Ia pun melakukan pendekatan ke kelompok itu dengan cara berbagi di acara Jumat Berkah.

"Saya pernah masuk kesitu dengan bahasanya melalui Jumat Berkah, sudah berjalan 3 tahun.”

"Alhamdulillah di situ diterima dengan baik, saya salat di situ, makan bersama. Jadi selama ini baik-baik saja," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Tribunlampung.co.id)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Berita Terkini