Tribunlampung.co.id, Jakarta - Tim kuasa hukum Kuat Maruf melaporkan ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso yang menangani perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY).
Kuasa hukum Kuat Maruf, Irwan Irawan mengatakan, pelaporan dilayangkan ke Komisi Yudisial karena ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso diduga melanggar kode etik hakim.
Laporan Kuat Maruf atas majelis hakim ke Komisi Yudisial turut ditanggapi Guru Besar Hukum Pidana Prof Romli Atmasasmita.
Menurut Prof Romli, seorang hakim adalah penjuru dari semua persidangan, seperti memiliki kekuasaan besar.
Sehingga, seorang hakim memerlukan kesabaran, berintegritas dan tanggung jawab.
Dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir J ini, Romli melihat hakim memiliki beban.
Pasalnya, menurut Prof Romli, kasus yang menyeret Ferdy Sambo ini disorot semua pihak.
Baca juga: Bharada E Bongkar Sosok Wanita Misterius Menangis, Ferdy Sambo Geram
Baca juga: Ferdy Sambo Bantah Wanita Ada Misterius Nangis di Rumahnya, Sebut Bharada E Ngarang
Karena itu, menurut Prof Romli, hakim yang menyindangkan kasus ini bertindak hati-hati.
Terutama ketika hakim yang menggali keterangan Ferdy Sambo mengenai persitiwa di Magelang di mana ketika itu Ferdy Sambo dihubungi oleh Putri Chandrawati mengenai tindakan pelecehan yang dilakukan Brigadir J.
Menurut Prof Romli, informasi yang digali oleh hakim itu hanya ingin mengetahui sejauh mana atensi dari suami ke istri.
"(Dalam persidangan) sudah dijawab oleh sang suami, istrinya melarang, nanti saja di Jakarta supaya jangan ada keributan,"
"Jadi menurut saya bukan suatu yang harus dipersoalkan, terutama sang istri sudah menginformasikan bahwa sudah dapat perlindungan di sini (Magelang) dengan ajudan yang ada," kata Prof Romli, Jumat (9/12/2022).
Mengenai kesaksian Ricky Rizal dan Kuat Maruf yang kompak tidak tahu Ferdy Sambo menembak Brigadir J, Prof Romli menilai seorang hakim tidak sepatutnya memberikan pertanyaan yang menjerat, termasuk menyimpulkan dengan kata bohong, tuli, bisu.
"Pertama memang hakim tidak sepatutnya,"
"Sebagai hakim ya, kan ada di samping dia mengerti hukum, dia juga dibatasi pedoman berprilaku, itu ada, saya tahu,"
"Salah satu aturan yang ada tidak boleh memberikan pernyataan yang menjerat, tidak boleh. Apalagi menyimpulkan, kamu bohong, tuli, bisu, tidak boleh," ungkapnya.
Saat dikonfirmasi Tribunnews, tim kuasa hukum terdakwa Kuat Ma'ruf membenarkan pihaknya melaporkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso ke Komisi Yudisial (KY).
Kuasa hukum Kuat Ma'ruf, Irwan Irawan mengatakan, pelaporan itu dilayangkan karena Hakim Wahyu diduga melanggar kode etik hakim.
"Iya betul (dilaporkan ke KY), terkait kode etik pernyataan-pernyataan dia pada saat sidang," kata Irwan saat dihubungi wartawan, Kamis (8/12/2022).
Hakim Wahyu dinilai terlalu tendensius
Irwan menyebut, selama persidangan, Hakim Wahyu dinilai terlalu tendensius dalam memberikan pernyataan kepada kliennya.
Tak hanya itu, majelis hakim juga dinilai kerap menilai keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan itu berbohong dan sudah disetting.
"Banyak kalimat-kalimat yang sangat tendensius kami lihat,"
"Bahwa klien kami berbohong lah, kemudian ada beberapa ketika saksi diperiksa bahwa ini sudah setingan dan sebagainya. Nanti akan kami rilis ya," ujar Irwan.
Adapun salah satu keterangan yang dinilai tendensius oleh Irwan Irawan yakni saat Hakim Wahyu Iman Santosa menyatakan kalau Kuat Ma'ruf buta dan tuli sehingga tidak melihat penembakan padahal ada di lokasi.
Pernyataan itu terlontar saat Kuat Ma'ruf dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Ricky Rizal pada sidang Senin kemarin.
"Pada persidangan untuk terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan keterangan saksi klien kami Kuat Ma'ruf 'Tapi Kalian karena buta dan tuli, maka saudara tidak melihat dan tidak mendengarkan itu yang saudara sampaikan'," tulis pelaporan Kuat Ma'ruf.
Tak hanya itu, dalam laporannya kepada KY, tim kuasa hukum Kuat Ma'ruf juga melampirkan beberapa bukti berita yang tayang di media massa terkait pernyataan majelis hakim.
Pelaporan itu dilayangkan pada Kamis (7/12/2022) kemarin dan informasinya sudah diterima oleh KY dan tengah diverifikasi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
(Tribunlampung.co.id)