Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Perdagangan busana thrifting di Kota Bandar Lampung hanya bisa pasrah pasca larangan impor Baju Bekas oleh Kementerian Perdagangan.
Diketahui, perdagangan busana thrifting alias Baju Bekas di Kota Bandar Lampung kian marak dalam beberapa tahun terakhir terutama pasca pandemi Covid-19.
Para pedagang produk thrifting alias Baju Bekas bisa ditemui di sepanjang Jalan Kayu Manis Way Halim, Pasar Bambu Kuning lantai 2, Jalan Soekarno Hatta, Campang Raya Sukabumi, Bandar Lampung.
Sy, pedagang thrifting di Pasar Bambu Kuning Bandar Lampung merasa seperti penjahat negara.
Saat diwawancarai Tribunlampung.co.id, ia berkeluh kesah menjual thrifting bak penjual narkoba yang ilegal dan terlarang.
Baca juga: Impor Baju Bekas Dilarang, Pedagang Thrifting di Bandar Lampung Cuma Bisa Pasrah
"Sekarang kita ini bingung, saya jualan baju kaya gini kaya penjual narkoba,"
"Sama seperti pengedar narkoba, dilarang-larang," kata Sy.
Wanita berjilbab ini menuturkan, ia belum lama ikut mengadu nasib dengan menjual baju thrifting.
Di tokonya memang barang thrifting campuran laki-laki dan perempuan mulai dari baju, blazer, kemeja, jas, dan celana.
Dia mengatakan dengan modal pinjam ke bank, ia nekad menggelar usaha kecil-kecilan untuk menghidupi kehidupannya sehari-hari.
"Saya sih belum lama jadi sangat berat ya, karena modal aja belum kembali. Baru buka sudah disuruh tutup. Padahal kalo tahu saja, usaha ini dengan hasil sendiri modalnya aja minjem," kata dia.
Untuk itu, dia berharap pemerintah bisa bijak dan mempertimbangkan nasib pedagang kecil khususnya trhifting.
"Masa jualan baju thrifting dilarang kita jualan ini untuk kebutuhan sehari-hari kok sampe begitunya usaha juga halal,"
"Ya kalo saran dari saya sih jangan asal nutup usaha orang ya, kita usaha untuk cari makan kalo tiba-tiba ditutup modal kita macet kasian lah pedagang kecil kaya kami," ujarnya.
Penjualan thrifting sendiri sebenarnya sudah lama populer di kota-kota besar seperti Bandung Jawa Barat dan Jakarta bahkan.
Perdagangan produk thrifting juga telah berkembang sejak bertahun-tahun lalu.
Perdagangan thrifting sendiri diartikan kegiatan membeli barang bekas pakai.
Namun bukan sembarang barang bekas, namun barang yang dijajakan biasanya bermerek dan masih sangat bagus namun harga miring.
Banyak orang berburu produk thrift karena ingin mencari barang langka dan limited edition.
Produk thrift biasanya didapat dari luar negeri.
Namun belakangan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas.
Larangan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 18 Tahun 2021 yang diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan No 40 Tahun 2022 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Untuk melihat perkembangan bisnis thrifting di Bandar Lampung terutama pasca adanya larangan impor pakaian bekas, Tribun Lampung menyusuri dan mewawancarai pedagang busana thrift selama dua hari, 28-29 Maret 2023.
Sulit Order Barang
An, salah satu pedagang produk thrift alias Baju Bekas menuturkan, saat ini ia sudah tidak bisa lagi melakukan order barang thrifting secara online.
Para pelapak besar saat ini sudah menutup order imbas dari kebijakan pemerintah tersebut.
"Sekarang udah gak bisa order lagi. Banyak yang nahan (pelapak besar) ya mungkin karena berita-berita dilarang itu," kata An.
An hanya bisa pasrah sembari memutar otak untuk mendapat penghasilan dari cara lain jika usaha yang ia lakoni sejak 2019 ini akan kandas dengan regulasi.
"Ya mau gimana kita hidup dari sini kita makan dari sini. Kalo dilarang ya gimana," kata dia.
Banyak Pengunjung
Selama Tribun berbincang, Bs, istri An, fokus melayani pengunjung yang melihat barang-barang thrifting di tokonya. Pengunjung yang datang cukup banyak.
Dalam waktu 1 jam setidaknya ada 7 orang yang datang ke lapak Bagus dan Ana.
Barang yang dijual memang relatif murah, mulai dari Rp 25 ribu-Rp 170 ribu saja. Seperti traning, jeans, kaust, sweater, dan jaket berbagai macam merek.
An mengaku tak ada pilihan lain saat ini. Ia harus tetap membuka toko thrifting miliknya untuk mencari rezeki.
"Ya mau gimana lagi barang masih banyak kayak gini. Kalo gak dijual ya gimana, " kata dia.
Punya Segmen Sendiri
Yo yang memiliki bisnis pakaian thrift khusus wanita menyayangkan adanya pelarangan penjualan pakaian thrift. Karena bisnis pakaian thrift sudah lama ada.
Bisnis pakaian thrift ini berdampingan dan tidak bersaing dengan bisnis pakaian bukan thrift, sebab masing-masing memiliki segmen pasarnya sendiri.
Ada orang-orang yang lebih suka beli pakaian thrift, dan ada juga yang lebih suka beli pakaian bukan thrift karena mungkin saja uangnya cukup beli pakaian yang bukan thrift.
Orang-orang yang suka menggunakan pakaian thrift karena pakaian thrift banyak dari brand ternama, dan harganya murah.
Sampai saat ini belum terdengar kabar kalau ada yang terkena dampak penggunaan pakaian thrift, seperti terkena penyakit kulit, gatal, atau terkena kuman.
"Saya sendiri sebelum membuka Ziluxxe.id, saya juga sering menggunakan pakaian thrift dan nyatanya sampai sekarang saya tidak penyakitan," kata Yo.
Sebab pakaian thrift yang dijual semua pemilik bisnis pakaian thrift adalah pakaian layak pakai, bukan pakaian seperti keset yang tidak ada artinya.
Bahkan pakaian thrift yang ia jual disortir dulu dan dilaundri. Sehingga pakaian itu menjadi bersih, rapi, dan siap pakai.
Yo mengaku memulai bisnis pakaian thrift wanita sejak pandemi Covid 19 mulai ada.
Awalnya bisnisnya dijalankannya online lewat TikTok dan instagram.
Tahun ini Yo memutuskan untuk berbisnis online sekaligus membuka toko di Bandar Lampung.
Pakaian thrift wanita itu ada yang dari brand ternama seperti Dior, Uniqlo, dan sebagainya.
Yo memutuskan menjual pakaian thrift wanita, karena Yo melihat banyak wanita, terutama yang masih berusia muda suka menggunakan pakaian dari brand ternama tapi dengan harga murah.
(Tribunlampung.co.id)