Kalaupun bisa kirim, tambah Edi, banyaknya administrasi yang harus diurus kerap menyulitkan peternak.
"Harus ambil sampel darah, cek laboratorium, dan ngurus berkas yang ribet hingga pengiriman tertunda 20 hari," katanya.
Bahkan, kalau peternak mengikuti prosedur, proses pengiriman bisa tersendat hingga sebulan.
Sehingga, tak sedikit orang yang memanfaatkan kesempatan menjadi broker dan peternak harus menambah biaya untuk dapat pengiriman cepat.
Edi mengaku, minimnya sosialisasi dari pemerintah akan test kesehatan dan administrasi membuat peternak banyak yang kelabakan dengan pengiriman.
Banyak peternak kaget dan tidak tahu bagaimana mengurus pemberkasan sebelum pengiriman. Ujungnya, pengiriman banyak ditunda.
Padahal, Edi mengklaim permintaan sapi di luar pulau cukup banyak. Peternak banyak yang tergiur untuk lepas harga di pulau Jawa.
Hal itu dibuktikan dengan dipercayanya Edi selama 5 tahun sebagai penyuplai daging kurban di Jabodetabek.
Dari 2017 hingga 2021, Edi mendapat langganan tetap dengan pesanan 200 ekor di tiap tahunnya.
Hal itu dianggap menjadi reward atas jerih payah dan biaya pemeliharaan yang tinggi.
Namun, kini Edi harus puas dengan pasar lokal dengan pesanan dan omset yang tidak stabil.
"Sekarang saya paling mentok kirim sapi ke Palembang saja," katanya.
Dirinya berharap ada kemudahan dan penjaringan lebih teliti dari Pemerintah dalam menanggulangi wabah yang menerjang sapi, terutama di Lampung Tengah.
Tujuannya agar peternak terhindar dari wabah jelang akhir tahun yang notabene banyak pesanan saat Idul Adha.
Masyarakat juga selayaknya harus mendapat sosialisasi agar paham bagaimana proses pendistribusian sapi berjalan.