Eks Kepala DLH Balam Tersangka Korupsi

Hayati Mengaku Rutin Setor Uang hingga Puluhan Juta Setiap Bulan ke Sahriwansah

Penulis: Hurri Agusto
Editor: taryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana persidangan perkara dugaan korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Rabu (2/8/2023)

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Hayati mengaku menyetorkan uang hingga puluhan juta rupiah setiap bulan ke mantan Kepala DLH Bandar Lampung, Sahriwansah.

Hal itu diungkapkan Hayati saat diperiksa sebagai saksi untuk dua terdakwa lainnya.

Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Rabu (2/8/2023)

Sidang kali ini dengan agenda ketiga terdakwa saling bersaksi atas kasus yang sedang mereka jalani.

Adapun ketiga terdakwa yakni mantan kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan, Haris Fadillah, dan Pembantu Bendahara Penerima, Hayati.

Dalam persidangan, Jaksa penuntut umum bertanya kepada saksi Hayati terkait uang yang dia setorkan ke Sahriwansah.

Hayati pun mengaku dirinya secara rutin setiap bulan menyerahkan uang Rp 10 juta ke Sahriwansah yang berasal dari penagih retribusi bernama Karim.

"Ke pak Sahriwansah itu Rp 10 juta setiap awal bulan, pak karim bilang ada uang kepala dinas," kata Hayati.

Selain itu, Hayati pun mengaku bahwa dirinya juga secara rutin menyetorkan uang Rp 50 juta kepada Sahriwansah pada pertengahan bulan senilai Rp 50 Juta.

"Di atas tanggal 15, aaya dipanggil pak kadis untuk menghadap keruangannya, itu untuk yang Rp 50 juta," kata Hayati

"Uangnya saya taro di mobil pak Kadis. Jadi Pak sahriwansah ngasih konci mobil, lalu uangnya saya taro di dasbor mobilnya," jelas Hayati.

Menanggapi hal itu, Hakim kemudian bertanya terkait isi BAP Hayati, terkait uang selain yang diserahkan ke Sahriwansah.

Hayati pun mengaku bahwa ada uang senilai Rp 84 juta yang diterimanya setiap bulan.

Adapun rinciannya Rp 60 juta untuk Sahriwansah yang diserahkan dua kali yakni Rp 10 Juta di awal bulan, dan Rp 50 juta pertengahan bulan.

"Jadi Rp 84 juta dari karcis-karcis itu yang rutin setiap bulan, 60 untuk pak Kadis, yang lainnya dibagi-bagi," kata Hayati.

Hakim Lingga kemudian membacakan pihak-pihak yang turut menerima uang dari hasil retribusi sampah tersebut.

"Jadi yang lain dibagi-bagi, ada sekretaris dinas, Kabag, Kasi Rp 1,5 juta, Kasubag Rp 500 ribu, Hayati Rp 3 Juta, penjaga masjid Rp 50 ribu,"

"Jadi kalau begini hampir semua isi kantor itu kebagian, termasuk percetakan karcis juga dapat Rp 2 juta," kata Hakim Lingga.

Setelah itu, pertanyaan kembali dilanjutkan oleh Jaksa, yang bertanya perihal uang yang ada di Catatan Hayati dalam BAP nya.

Jaksa kemudian membacakan BAP Hayati yang menyebut Sahriwansah menerima uang hingga ratusan Juta setiap tahun dari hayati.

Adapun uang tersebut diakui Hayati berasal dari pungutan retribusai sampah yang dititipkan penagih kepada dirinya.

"Dari BAP saudara ini ada setoran ke Sahriwansah dengan jumlah Rp 454 juta di tahun 2019, tahun 2020 ada Rp 720 juta, 2021 sampai Oktober ada Rp 480 juta,"

"Ini ada di catatan saksi, semua akurat hari dan tanggalnya," jelas Jaksa.

Hal itupun dibenarkan oleh Hayati, "iya pak," kata Hayati.

Hayati pun mengatakan bahwa uang tersebut diserahkan dalam kurun waktu berbeda beda.

Kemudian Hakim kembali membacakan BAP dari Hayati.

"Itu diserahkan tiap bulan beda-beda ya, ada Rp 10 juta, Rp 12 juta, Rp 15 Juta, Rp 20 juta, ada juga yang Rp 50 juta," jelas Hakim.

Lebih lanjut, Jaksa Sri Aprilinda kemudian bertanya terkait mekanisme pencetakan karcis retribusi sampah kepada Hayati.

"Selain karcis yang untuk PAD apakah ada karcis lain yang dicetak?," tanya Jaksa.

Hal itu pun dibenarkan oleh Hayati yang mengatakan bahwa pencetakan karcis di luar PAD dilakukan sesuai permintaan penagih.

"Artinya ada karcis yang beredar tapi tidak terkontrol, karena karcis yang tercetak lebih banyak dari yang direkap," cecar Jaksa.

Lebih lanjut, Jaksa kemudian bertanya terkait sampai kapan praktik pencetakan karcis di luar PAD itu dilakukan.

"Yg jelas kalo kurang karcis tinggal cetak, itu sejak tahun 2019 sampai Desember 2021," kata Hayati

"Berhenti karena pak Sahriwansah pindah ke Dinsos, lalu saya lapor pak Haris, lalu pak haris bilang stop, (karena Jaksa sudah menyelidiki perkara tersebut)," katanya.  ( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )

Berita Terkini