Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Bawaslu Pesisir Barat Lampung menolak gugatan secara keseluruhan permohonan Partai Gerindra atas nama Sahlani dalam sengketa proses DCT Pemilu 2024.
"Dalam pokok perkara memutuskan menolak permohonan pemohon secara keseluruhan," ucap Ketua Majelis ajudikasi, Abd Kodrat, Rabu (22/11/2023).
Baca juga: Bawaslu dan Parpol di Lampung Barat Pastikan Pemilu 2024 Berjalan Damai
Baca juga: Berita Terbaru Tribun Lampung
Dalam pertimbangannya, Majelis ajudikasi menyebut berdasarkan PKPU No 10 tahun 2023 tentang pencalonan DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten menjelaskan bahwa calon legislatif tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap kerena melakukan tindak pidana yang diancam lima tahun atau lebih.
Kemudian, mantan narapidana telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap, terhitung sejak selesai menjalani masa pidananya.
Sedangkan berdasarkan bukti T14 atas nama Sahlani selesai menjalani hukuman pidana pada tahun 2023.
Sehingga batas waktu minimal dapat mencalonkan diri sebagai bakal calon anggota DPRD Pesisir Barat belum melewati jangka waktu lima tahun.
"Maka Majelis berpendapat berdasarkan peraturan persyaratan minimal jangka waktu pencalonan atas nama Sahlani tidak dapat terpenuhi," ungkap Ayu Megasari, Anggota majelis ajudikasi.
Terhadap dalil dan bukti lainya yang diajukan oleh pemohon dan termohon yang tidak berkaitan dengan petitum pemohon majlis memandang tidak relevan untuk di pertimbangkan.
Diketahui, Partai Gerindra mengajukan permohonan sengketa proses Pemilu 2024 itu karena salah satu Bakal Calon Legislatif atas nama Sahlani dicoret oleh KPU Pesisir Selatan dari Daftar Calon Tetap karena dinyatakan Tidak memenuhi syarat.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua I DPC Partai Gerindra Pesisir Barat, Martin Sopian menilai ada tahapan yang tidak lakukan oleh KPU setempat dalam memutuskan penetapan DCT beberapa waktu yang lalu.
Sehingga menyebabkan salah satu Bakal Calon Legislatif dari Partai Gerindra dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).
"Sangat memungkinkan untuk kita laporkan ke DKPP karena ada tahapan-tahapan yang tidak dilalui oleh KPU, tapi kita lihat dulu kesimpulan dari sidang ajudikasi ini," ungkapnya.
Dijelaskannya, pihaknya mengajukan permohonan sengketa proses ini karena tidak menerima penetapan DCT yang telah diumumkan oleh KPU.
Sehingga, dengan adanya pengumuman tersebut salah satu Caleg dari dapil III dinyatakan TMS dan tidak masuk dalam DCT. Atas penetapan tersebut pihaknya merasa dirugikan.
Secara administratif pihaknya telah melengkapi persyaratan pencalonan mulai dari surat keterangan sehat sampai surat keterangan dari Pengadilan Negeri.
Namun pada saat pengumuman DCT Bacalegnya dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU karena bersangkutan masalah hukum.
"Padahal pengadilan sendiri sudah mengeluarkan surat keterangan bahwa yang bersangkutan sudah bersih diri," bebernya.
Selain itu dalam surat edaran KPU RI Nomor 1225 dijelaskan hasil verifikasi yang dilakukan oleh KPU wajib diberitahukan kepada Partai.
Tapi, kata dia, sampai penetapan DCT pada tanggal 3 November KPU tidak pernah memberitahukan hasil tersebut kepada Partai.
"Kami mengetahui Bacaleg kami tidak ada namanya di DCT, sehingga ini yang kita gugat di Bawaslu," imbuhnya.
"Kami minta kepada Bawaslu agar memerintahkan KPU agar mencabut SK yang sudah dikeluarkan dan mengembalikan nama baik yang bersangkutan," tuntasnya. (Tribunlampung.co.id/ Saidal Arif)