TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Todung Mulya Lubis sebagai Ketua Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD yakini hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tahu adanya intervensi kekuasaan di Pilpres 2024.
Menurut Todung Mulya Lubis, meski hakim MK tahu soal adanya intervensi kekuatan namun tidak mengungkapkannya.
"Saya kira hakim-hakim MK itu tahu. Cuma apakah mereka berani untuk bicara kebenaran?" kata Todung Mulya Lubis dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (30/3/2024).
Ia optimis hakim MK memiliki keberanian untuk memutuskan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sengketa Pilpres 2024.
"Yah kita lihat sajalah dan saya sih masih menyimpan optimisme untuk itu. Dan apakah optimisme ini akan terwujud, ini akan to be seen," ujarnya.
Pihaknya klaim memiliki banyak bukti-bukti adanya intervensi kekuasaan dalam Pilpres 2024.
"Karena kalau kita melihat evidence, evidence-nya di mana-mana ada. Dan apakah misalnya intervensi kekuasaan itu terjadi atau tidak, sulit membantah itu tidak ada," ungkap Todung.
Todung menjelaskan semua orang tahu adanya politisasi bantuan sosial (bansos) untuk memenangkan pasangan tertentu di Pilpres 2024.
Selain itu, kata dia, pengerahan kepala desa juga dilakukan untuk memenangkan pasangan tertentu.
"Apakah politisasi bansos itu dilakukan? Everybody knows itu dilakukan. Apakah kriminalisasi terhadap kepala desa itu dilakukan? Kita punya bukti banyak sekali, kepala desa yang tidak mendukung dipanggil oleh polisi," ucap Todung.
Todung menegaskan semua dugaan-dugaan tersebut harus dipertimbangkan serius oleh hakim MK ketika memutuskan.
"Nah semua itu ada dan saya kira itu semua serius. Kalau saya bilang itu serious crime, iya itu one of the most serious crime in our history. Nah kita enggak bisa menutup mata untuk itu semua," imbuhnya.
Butuh 5 Suara Hakim
Todung Mulya Lubis mengatakan, kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) bisa pulih apabila pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi.
"Kalau mereka berani dan memutuskan diskualifikasi seperti yang kami tuntut, kami minta dan melakukan pemungutan suara ulang, nah itu akan memulihkan public trust (kepercayaan publik) kepada MK," kata Todung dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (30/3/2024).
"Itu akan memberikan kembali kepada kita secercah harapan untuk masa depan bangsa ini," ujar Todung menambahkan.
Dia menjelaskan apabila 5 dari 9 hakim MK menyetujui permohonan tersebut maka Prabowo-Gibran didiskualifikasi.
"Apakah itu terjadi atau tidak? I don't know ya, kita hanya butuh 5 hakim MK sebetulnya untuk mengatakan itu (Prabowo-Gibran didiskualifikasi)," ucap Todung.
Menurut Todung, MK mengalami pukulan berat semenjak putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 dikeluarkan.
Sebab putusan itu akhirnya meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran sebagai cawapres.
"Mereka itu mengalami pukulan yang berat sekali ketika putusan MK Nomor 90 itu dilahirkan, ada demoralisasi di dalam tubuh MK itu sendiri karena mereka sangat malu, sangat dihina sebetulnya oleh akal sehat manusia," ungkap Todung.
Todung menegaskan putusan itu melanggar etika serta hukum karena membolehkan seseorang yang belum memenuhi syarat untuk menjadi cawapres.
Belum lagi, kata dia, nuansa nepotisme sangat kental dalam putusan tersebut.
Dimana, Ketua MK saat itu yakni Anwar Usman adalah ipar Jokowi.
"Presiden, ada Ketua MK, ada anaknya. Itu bersekutu untuk melangkahi dan mengingkari konstitusi dan hukum dan etika," imbuh Todung.
Kubu Ganjar-Mahfud sebelumnya meminta MK agar mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran.
Hal ini disampaikan mereka dalam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sengketa Pilpres 2024.
(Tribunlampung.co.id/Tribunnews)