TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (API) Perubahan berharap ada pelajaran yang diambil dari pelaksanaan Pilres 2024.
Hal itu diungkapkan usai nonton bareng film 'Dirty Election' dan diskusi bertajuk 'Membongkar Aktor Intelektual Kejahatan Pilpres 2024' di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2024).
Menurut Ketua Umum Forum API Perubahan, Akhmad Syarbini pihaknya sebagai civil society akan terus mengedukasi masyarakat termasuk pemerintah dan penyelenggara pemilu, bahwa perlu ada hikmah yang diambil dari kejadian Pilpres kemarin.
Jika tak ada hikmah yang bisa diambil untuk perbaikan ke depan, maka terasa sia-sia gelontoran anggaran Rp76 triliun untuk pelaksanaan Pilpres kemarin.
“Supaya kita bisa mengambil hikmah dari kejadian pilpres. Kalau bangsa ini tidak bisa mengambil hikmah untuk perbaikan ke depan itu sudah sangat konyol, dengan anggaran Rp 76 triliun,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyinggung soal pernyataan deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (AS) bahwa pemerintah dibentuk untuk menaati kesepakatan antara rakyat atau konstitusi.
Adapun konstitusi dalam kontrak sosial juga bermakna kesepakatan antar rakyat.
Sehingga jika konstitusi itu dilanggar, maka rakyat pantas dan punya hak untuk mengganti pemerintahan yang melanggarnya.
“Konstitusi di dalam teori kontrak sosial, yaitu adalah kesepakatan antar rakyat. Kalau pemerintah melanggar kesepakatan antara rakyat, melanggar konstitusi, maka hak rakyat adalah untuk mengganti pemerintahan yang melanggar konstitusi,” ucap Anthony.
Ahli yang dihadirkan kubu 01 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK ini turut menerangkan berdasarkan teori kontrak sosial dari John Locke, rakyat punya hak untuk melakukan revolusi mengganti pemerintahan yang dianggap tirani atau pemerintahan yang dipegang untuk kepentingan pribadi.
“Itu dibanggai oleh teori kontrasosial dalam teori John Locke. John Locke, bahkan filsuf dari Stockmann, itu bahkan mengatakan bahwa kalau perlu hak rakyat adalah melakukan revolusi untuk mengganti pemerintahan tirani,” ucap dia.
Sementara Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menyinggung pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan Nomor 90/PUU-XX/2023 perihal batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
Kata Petrus, hakim yang berperan besar dalam putusan 90 adalah Anwar Usman.
Paman dari Gibran Rakabuming Raka itu sengaja memengaruhi hakim konstitusi lainnya untuk setuju dengan perkara 90 agar batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden mengandung frasa selama menjabat atau pernah menjabat kepala daerah.
Hal itu yang akhirnya menguntungkan Gibran.