Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dipanggil Komisi IV DPR RI.
Mirza dijadwalkan menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR RI untuk membahas polemik harga singkong, Rabu (25/6/2025).
Selain gubernur, RDP juga bakal dihadiri sejumlah bupati dan kepala OPD terkait, pihak swasta, dan perkumpulan petani singkong di Lampung.
"Besok (hari ini) saya hadir bersama dengan bupati, pengusaha, dan OPD terkait untuk RDP bersama Komisi IV DPR RI," ujar Mirza, Selasa (24/6/2025).
Dalam RDP, kata Mirza, Pemprov Lampung akan meminta kepada DPR RI untuk mengawal percepatan peraturan larangan dan pembatasan (lartas) impor tapioka.
"Tentu kami mendorong percepatan peraturan lartas dan juga kebijakan harga singkong yang diberlakukan secara nasional," kata dia lagi.
Mirza menuturkan, Pemprov Lampung telah menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp 1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 30 persen tanpa mempertimbangkan kadar pati (aci).
Kebijakan yang dituangkan dalam Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 ini diberlakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap petani dan respons atas gejolak harga yang merugikan produsen lokal.
"Kita boleh kompetitif, tapi tidak boleh mengorbankan petani. Instruksi ini adalah langkah sementara yang kami ambil sambil menanti keputusan nasional yang lebih komprehensif," lanjutnya.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung Dasrul Aswin mengaku diundang untuk menghadiri RDP dengan DPR RI.
Dia menyebutkan, ada sejumlah bupati yang diundang, yakni Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, Way Kanan, dan Mesuji. "Yang hadir itu para bupati di dapil 2," kata Dasrul.
Dasrul mengatakan, pihaknya bakal menghadiri RDP bersama para petani singkong.
"Kami para petani hari ini kumpul di Lampung Tengah. Setelah itu kami berangkat bersama ke Jakarta," lanjut dia.
Gandeng Koperasi
Dasrul menjelaskan, sejumlah perusahaan tapioka di Lampung belum menjalankan Ingub Lampung Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penetapan Harga Singkong.
Hal ini membuat para petani singkong di Lampung terus mengalami kerugian.
“Harga memang ada yang Rp 1.350, tapi potongan rafaksinya sampai 35 sampai 40 persen. Jadi perusahaan belum sepenuhnya patuh terhadap instruksi gubernur,” jelas Dasrul.
Ia mencontohkan, ada sebuah perusahaan tapioka yang membeli singkong petani seharga Rp 1.000 per kilogram dengan potongan mencapai 40 persen.
“Kalau dihitung, petani hanya terima Rp 600 per kg, belum dipotong ongkos cabut. Jadi (pendapatan) bersih yang diterima petani cuma sekitar Rp 350. Rugi jelas,” tambahnya.
Menyikapi kondisi tersebut, PPUKI berencana menggandeng Koperasi Desa Merah Putih untuk membangun lapak pembelian di tingkat desa.
Tujuannya agar petani tidak lagi bergantung pada lapak mitra perusahaan yang kerap mempermainkan harga.
“Kami rencana membuat lapak desa bekerja sama dengan Koperasi Desa Merah Putih. Petani bisa jual langsung ke lapak koperasi, bukan ke lapak perusahaan,” katanya.
Sementara itu, berdasarkan nota timbang yang dihimpun PPUKI, ditemukan sejumlah pelanggaran rafaksi oleh lapak mitra pabrik.
Di Rawajitu Timur, seorang petani bernama Agus hanya menerima Rp 4,6 juta dari hasil penjualan 7,5 ton singkong, setelah dipotong 33 persen serta dikurangi biaya cabut dan angkut.
Kondisi serupa terjadi di Tulangbawang. Pada 13 Juni 2025, sebuah perusahaan tapioka menetapkan potongan rafaksi hingga 43 persen terhadap penjualan 12,9 ton singkong.
Terpisah, Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung Mikdar Ilyas menegaskan pihaknya akan terus mengawal persoalan harga singkong di Lampung.
Ia mendesak adanya sanksi tegas terhadap pabrik-pabrik yang tidak mematuhi kebijakan pemerintah.
“Kalau ada pabrik yang langgar instruksi, harus ada tindakan. Jangan biarkan petani terus yang jadi korban. Kami akan terus kawal dan perjuangkan hak petani," kata Mikdar.
(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto/Riyo Pratama)