TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandung - Keluarga dan tetangga santri korban pembunuhan di Pondok Pesantren Ar-Rohmah, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menggelar aksi di depan Pengadilan Negeri Bale Bandung, Rabu (23/7/2025).
Melansir dari Tribunnews, mereka menuntut keadilan dan transparansi proses persidangan atas kematian santri berinisial AN (14) yang tewas pada Maret 2025 lalu.
Menurut mereka, sejak penanganan kasus yang terjadi pada Rabu (5/3/2025), ditemukan kejanggalan, termasuk dalam penerapan pasal terhadap pelaku FH (23), yang merupakan anak pemilik pondok pesantren tersebut.
Mereka menilai seharusnya pelaku dijerat dengan pasal pembunuhan terhadap anak di bawah umur, bukan pasal 351 ayat (1) dan pasal 338 KUHP.
Dalam hal ini, Kuasa hukum korban, I Made Rediyudana, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung.
"Tadi sudah selesai pengesahan saksi, tetapi tadi ada kejanggalan sedikit dari saksi anak yang tadi pertama kali dipersidangkan itu didampingi oleh dari pihak pesantren," kata Made usai sidang.
Menurut Made, seharusnya saksi anak didampingi oleh orangtua atau pekerja sosial dari Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung.
Dalam sidang tersebut, saksi kedua dari Polsek Ibun juga menyampaikan hal yang dinilai janggal oleh kuasa hukum korban.
"Saksi yang kedua tadi dari kepolisian Polsek Ibun, itu juga jelas mengatakan bahwa terdakwa menyerahkan diri. Kemudian dari hasil pertanyaan-pertanyaan dan kemudian luka-luka yang diakui itu dari belakang," ujarnya.
Made juga menyampaikan adanya pernyataan bahwa pelaku sempat mencari keberadaan korban sebelum kejadian, sehingga menurutnya korban tidak sempat melawan.
"Ada jeda waktu gitu. Dia mencari dulu. Berarti kan jelas bahwa korban ini tidak melawan gitu," terangnya.
Ia mengatakan akan menunggu agenda sidang berikutnya, yaitu mendengarkan keterangan dari terdakwa.
Namun, pihak keluarga korban juga menyiapkan langkah hukum lanjutan.
"Sekarang orangtua korban rencana akan melaporkan pihak yayasan, sebagai pihak sekolah yang harusnya menjaga, bertanggung jawab terhadap anak didiknya, tapi terjadi kelalaian sehingga matinya anak didik di situ. Jadi kita akan bikin laporan," tutur Made.
Selain laporan pidana baru, pihaknya akan menyurati lembaga-lembaga seperti Komnas HAM, KPAI, hingga DPR RI.