Berita Lampung

KPPU Catat Baru 109 Dapur MBG yang Aktif di Lampung

Penulis: Hurri Agusto
Editor: soni yuntavia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

109 DAPUR - Kepala Kantor Wilayah II Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wahyu Bekti Anggoro, Kamis (31/7/2025). Berdasarkan temuan KPPU, dari target 447 kebutuhan, baru 109 Dapur SPPG yang telah beroperasi di Lampung

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah untuk pelajar dan ibu hamil di Lampung masih menghadapi kendala. 

Berdasarkan catatan dan hasil tinjauan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Provinsi Lampung sendiri memiliki target kebutuhan 447 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk melayani 1.710.041 siswa.

Dari jumlah tersebut, KPPU mencatat baru 109 dapur yang aktif beroperasi di tanah Sai Bumi Rua Jurai.

Kepala Kantor Wilayah II Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wahyu Bekti Anggoro mengungkapkan, data tersebut menunjukkan masih banyak wilayah di Lampung yang belum terjangkau program MBG. 

Dia menjelaskan, program MBG yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) merupakan salah satu upaya strategis pemerintah untuk menyediakan makanan bergizi kepada pelajar dan ibu hamil, termasuk di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

"Namun, KPPU mencermati adanya tantangan struktural dan kelembagaan dalam pelaksanaan program tersebut, mulai dari proses kemitraan hingga pengawasan distribusi," ujar Wahyu Bekti Anggoro pada Kamis, 31 Juli 2025.

Bahkan, kata dia, berdasarkan temuan saat Ketua KPPU RI Fanshurullah melakukan tinjauan ke Lampung beberapa waktu lalu, terdapat dua kabupaten, yakni Lampung Barat dan Pesisir Barat, sama sekali belum memiliki dapur SPPG.

Di Bandar Lampung, KPPU juga menemukan sejumlah tantangan dalam pelaksanaan program MBG di Provinsi Lampung.

"Berdasarkan data dari kebutuhan sebanyak 57 dapur SPPG untuk melayani 217.595 siswa, baru 12 dapur yang aktif beroperasi," jelasnya.

Selain keterbatasan jumlah dapur, KPPU juga menemukan sejumlah kendala di lapangan, termasuk keterbatasan sumber daya manusia dengan latar belakang manajemen kuliner dan keterlambatan pelatihan SPPG. 

KPPU juga menemukan sejumlah indikasi praktik yang perlu diawasi lebih lanjut di wilayah Lampung.

"Seperti penetapan pemasok tetap oleh yayasan tanpa kontrak yang jelas  dan distribusi makanan yang hanya menjangkau radius 2 km, padahal seharusnya mampu menjangkau hingga 7 km," Kata Bekti.

Kami menilai, hal ini dapat membatasi akses sekolah-sekolah sasaran serta  membuka peluang terjadinya ketimpangan dalam pelibatan pelaku usaha lokal, seperti petani, nelayan, dan UMKM," pungkasnya.

( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )

Berita Terkini