Tribunlampung.co.id, Lampung Tengah - Kapolres Lampung Tengah AKBP Alsyahendra mengatakan bahwa peran polisi adalah sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat, bukan untuk berhadapan atau berseteru dengan warga.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kapolres Lampung Tengah didampingi Dandim 0411/KM Letkol Inf Noval Darmawan, Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, dan Ketua DPRD Febriyantoni, saat menemui ratusan massa yang tengah melakukan aksi unjuk rasa dan membangun tenda di lahan milik PT Bumi Sentosa Abadi (BSA), Senin (18/8/2025).
“Kami tidak akan berbenturan dengan masyarakat. Kegiatan kami menginginkan adanya sikap kooperatif, dengan mengedepankan upaya persuasif,” ujarnya.
Alsyahendra menjelaskan, kegiatan hari ini adalah apel bersama yang bertujuan untuk menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif di wilayah Kecamatan Anak Tuha.
Sekaligus menyampaikan himbauan kepada masyarakat agar jangan melakukan tindakan yang kontra produktif.
Dengan harapan, masyarakat jangan mudah terpancing isu dan hasutan untuk merusak.
"Kami, jajaran Polres Lampung Tengah sudah mensinyalir adanya upaya provokatif oleh beberapa oknum untuk memobilisasi massa melakukan pelanggaran hukum,"
Kapolres menyebutkan, masyarakat yang saat ini tengah berkumpul dan melakukan aksi penanaman di lahan milik PT BSA adalah korban provokasi.
Alsyahendra menilai, masyarakat telah dihasut oleh oknum masyarakat untuk menduduki lahan dan menanam bersama.
Hal tersebut saat ini sedang diproses lebih lanjut oleh jajaran Polres Lampung Tengah.
"Kami sudah mengantongi nama-nama mereka (oknum provokator) yang disinyalir melakukan provokasi dan motifnya. Tiap-tiap orang harus mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum," tegasnya.
Kapolres menyampaikan, dalam upaya pengamanan, pihaknya telah membentuk koordinasi personel gabungan yang terdiri dari unsur Polri, Brimob, TNI, dan Satpol PP.
Seluruh personel yang disiagakan pun sudah saling berkoordinasi dan saat ini tengah siaga di lokasi.
Terkait situasi di wilayah tersebut, lanjut Kapolres, dirinya mengimbau kepada masyarakat di tiga kampung agar tetap kooperatif dan tidak melakukan tindakan anarkis.
"Kami menghimbau supaya masyarakat tetap kondusif dan tidak mengedepankan tindakan emosional. Tetap kondusif dan jangan terprovokasi," tuturnya.
Kapolres melanjutkan, diketahui PT BSA mengelola lahan tersebut dengan dasar sertifikat HGU nomor: U.28/LT tanggal 28 September 1993 yang diperpanjang melalui BPN dengan nomor : 63/HGU/BPN/2004.
Kemudian, pengadilan PN Gunung Sugih juga menetapkan PT BSA punya hak kelola lahan berdasarkan HGU nomor 28 tahun 1985 dan 59 tahun 2005.
Keputusan itu, sudah diputuskan Pengadilan Negeri Gunung Sugih Nomor W9.U7/515/HK.02/3/2023 pada 29 Maret 2023 lalu.
Selain itu, kata Kapolres, jika dikemudian hari ditemukan permasalahan atau hal yang ingin disampaikan, masyarakat diminta untuk menyampaikannya melalui jalur mediasi dengan kepala dingin.
“Kami membuka secara lapang segala bentuk upaya diskusi dan mediasi dari masyarakat. Kalau ada yang perlu disampaikan, silakan ajukan, supaya jelas dan tidak mudah terprovokasi atau terpancing untuk berbuat anarkis,” ujarnya.
Kapolres juga menegaskan, Polres Lampung Tengah akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti menjadi provokator dan melakukan tindakan penyerobotan lahan yang melanggar hukum.
Sementara adapun dasar hukum yang digunakan antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
• Pasal 160 KUHP:
Barangsiapa dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan undang-undang, diancam pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda.
• Pasal 170 KUHP:
Barangsiapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
2. Pasal 385 KUHP (Tentang Penyerobotan Lahan):
Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum menjual, menyewakan, menukar, atau menjadikan sebagai jaminan, menguasai atau memasuki tanah yang belum jelas haknya, diancam pidana penjara paling lama 4 tahun.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) — sebagai dasar hukum perlindungan hak atas tanah dan tata cara penyelesaiannya.
“Kami tidak akan mentolerir tindakan melawan hukum seperti provokasi yang memicu kerusuhan maupun penyerobotan lahan. Kami akan menindak tegas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Fajar Ihwani Sidiq)