Berita Lampung

RSUDAM Tak Menoleransi Pungli, Dugaan Kelalaian hingga Sebabkan Pasien Meninggal

Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAK MENOLERANSI PUNGLI - Gedung baru RSUD Abdoel Moeloek Lampung. RSUDAM tak menoleransi pungli, dugaan kelalaian hingga sebabkan pasien meninggal.

"Permasalahan bukan pada kondisi medis, tetapi pada oknum yang meminta uang dengan alasan membeli alat, itu jelas tidak dibenarkan. Saya sangat prihatin dan menegaskan tidak akan mentoleransi praktik semacam ini," ujar Imam.

"Siapa pun yang terbukti melakukan praktik di luar ketentuan resmi akan ditindak tegas. Kami ingin memastikan pelayanan di RSUD Abdul Moeloek profesional, transparan, dan tidak membebani pasien dengan biaya tambahan," pungkasnya.

Kritik Pelayanan

Pelayanan di RSUD Abdoel Moeloek (RSUDAM) Bandar Lampung kembali menuai kritik atas meninggalnya bayi berusia 2 bulan, Alesha Erina Putri pasca dirawat di rumah sakit tersebut.

Keluarga pasien menyoroti dugaan praktik jual beli alat medis antara dokter dan orang tua pasien, serta pelayanan yang dinilai buruk.

Ayah Alesha, Sandi Saputra, menceritakan putrinya dirujuk ke RSUDAM pada 9 Juli 2025 dengan diagnosa penyakit Hirschsprung, yakni penyakit bawaan lahir yang menyebabkan bayi sulit buang air besar.

Setelah dirawat di RSUDAM, Sandi dan istrinya, Nida Usofie, bertemu dengan dokter Billy Rosan, yang menawarkan dua opsi operasi terhadap anak mereka.

Pertama operasi pemotongan usus yang harus dilakukan beberapa kali. Dan opsi kedua, yang tidak ditanggung BPJS, menggunakan alat medis yang bisa mempermudah operasi menjadi satu kali tindakan.

Sandi pun mengaku memilih opsi kedua dan telah membayar Rp 8 juta yang ditransfer ke rekening probadi dokter Billy demi kesembuhan putrinya.

Sandi juga menceritakan komunikasi dengan dokter Billy menjadi sulit setelah uang ditransfer.

"Malam di WA baru dibalas paginya setelah anak saya meninggal," keluh Sandi.

Selain dugaan jual beli alat, keluarga juga mengeluhkan pelayanan RSUDAM yang dinilai lambat dan buruk.

"Tidak ditangani dengan baik, seharusnya kan bayi itu dilihat, bajunya basah ada bercak darah bekas operasi diganti kek, tapi ini enggak, dibiarkan saja bayi dengan popok yang berlumuran darah bekas operasi," ujar pihak keluarga.

Pasca operasi, pihak keluarga juga menyebut jika dokter yang menangani tidak lagi memantau kondisi Alesha secara langsung.

Saat kondisi Alesha semakin menurun, keluarga disarankan untuk memindahkan bayi ke ruang PICU, namun ruangan di RSUDAM penuh.

Alih-alih melakukan komunikasi langsung antar rumah sakit, pihak RSUDAM justru meminta keluarga pasien untuk mencari sendiri ketersediaan PICU di RS lain, seperti RS Urip Sumoharjo.

Keterlambatan penanganan akhirnya mengakibatkan bayi malang itu mengembuskan napas terakhirnya sebelum bisa dipindahkan.

"Kami ingin ada itikad baik dari pihak-pihak terkait atas dampak dari persoalan ini. Kami enggak ingin ada lagi pasien yang mengalami pelayanan seperti yang kami rasakan," pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)

Berita Terkini