Berita Terkini Nasional

Prabowo Akan Tambah Utang Baru Rp 781,8 Triliun Terbesar Kedua di Bawah Utang Jokowi pada 2021

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PRABOWO DAN JOKOWI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto usai mengadakan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10/2019). Pemerintahan Presiden Prabowo berencana menambah utang pada 2026 yang nilainya terbesar kedua sepanjang sejarah Indonesia, di bawah nilai utang yang pernah dicetak Pemerintahan Jokowi pada 2021.

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Pemerintah Prabowo bakal menambah utang baru pada 2026. Utang baru yang direncanakan sebesar Rp 781,8 triliun ini menjadi utang terbesar kedua sepanjang sejarah Indonesia di bawah utang semasa Pemerintahan Jokowi pada 2021 sebesar Rp 870,5 triliun.

Tambahan utang pemerintah tersebut meliputi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 749,2 triliun dan pinjaman senilai Rp 32,7 triliun. Sementara pada 2025, target penarikan utang melalui SBN adalah Rp 585,1 triliun. Adapun pinjaman senilai Rp 130,4 triliun.

Tambahan utang baru senilai Rp 781,8 triliun pada tahun 2026 ini akan semakin mempersempit ruang fiskal pemerintah pada tahun-tahun mendatang. 

Dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2026, target pembiayaan dari utang pemerintah ditetapkan Rp 781,9 triliun.

Pembiayaan utang yang mencapai Rp 749,2 triliun dilakukan pemerintah sebagai upaya menutup defisit APBN 2026 yang ditargetkan sebesar 2,48 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

Bila menilik ke belakang, jumlah tambahan utang pemerintah pada RAPBN 2026 ini adalah yang tertinggi kedua sepanjang sejarah Indonesia. Penarikan utang tertinggi pemerintah Indonesia terjadi pada 2021 atau saat pandemi Covid-19. Saat itu, pemerintah Indonesia menambah utang sebesar Rp 870,5 triliun.

"Pada 2021, rasio utang sempat mencapai 40,7 persen sebagai dampak program pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Namun kembali turun di bawah 40 persen pada akhir 2024 yang mencapai sebesar 39,8 persen," dikutip dari Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026.

Adapun, utang jatuh tempo Indonesia pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun. Angka ini terdiri dari sebesar Rp 705,5 triliun berupa SBN dan Rp 94,83 triliun berupa pinjaman.

Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia meningkat secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I-2025. Kontraksi terjadi pada ULN pemerintah dan swasta.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan, posisi utang luar negeri Indonesia pada kuartal I 2025 tercatat sebesar 430,4 miliar dollar AS atau setara Rp 7.101 triliun (kurs Rp 16.500 per dollar AS).

Angka ini meningkat dibandingkan dengan posisi ULN pada kuartal IV-2024 yang sebesar 424,8 miliar dollar AS. "Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I 2025 terjaga," ujarnya dalam keterangannya, Kamis (15/5/2025). 

Dengan perkembangan tersebut, dia bilang, ULN Indonesia secara tahunan mengalami pertumbuhan sebesar 6,4 persen (year on year/yoy), setelah tumbuh 4,3 persen pada triwulan sebelumnya. Secara lebih terperinci, posisi ULN pemerintah pada pengujung Maret lalu sebesar 206,9 miliar dollar AS.

Nilai itu tumbuh dari posisi kuartal sebelumnya sebesar 203,1 miliar dollar AS. Jika dilihat secara tahunan, ULN pemerintah tumbuh sebesar 7,6 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan 3,3 persen pada kuartal sebelumnya.

Dia menjelaskan, penurunan posisi ULN pemerintah terutama dipengaruhi oleh perpindahan penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional.

Hal ini seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi. "Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel untuk mewujudkan pembiayaan yang efisien dan optimal," katanya.

Halaman
12

Berita Terkini