Berita Lampung

Soal Surat Kesepakatan Harga Singkong di Seluruh Indonesia, Ini Penjelasan Gubernur Lampung

Gubernur Lampung merespons terbitnya surat kesepakatan Kementerian Pertanian terkait harga singkong yang berlaku sejak tanggal 9 September 2025.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Teguh Prasetyo
tribunlampung/riyo pratama
HARGA SINGKONG - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal saat diwawancarai terkait harga singkong di lingkungan Pemprov Lampung, Kamis (11/9/2025) 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal merespons terbitnya surat kesepakatan Kementerian Pertanian terkait harga singkong yang berlaku sejak tanggal 9 September 2025.

Mirza menjelaskan, sebelumnya penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk singkong hanya berlaku di Lampung.

Kondisi itu membuat pabrik di Lampung kalah bersaing dengan daerah lain karena harga di luar provinsi tidak seragam.

“Maka kemarin dibuat surat kesepakatan penyeragaman harga di seluruh wilayah se-Indonesia. Jadi tidak hanya Lampung saja. Inilah alasan dikeluarkannya surat itu, agar ada keseragaman harga,” kata Mirza saat diwawancarai, Kamis (11/9/2025).

Menurutnya, persoalan harga ubi kayu sangat erat kaitannya dengan kebijakan impor dan regulasi lintas kementerian.

“Berbulan-bulan ini kita mendorong agar impor tepung tapioka dihentikan supaya harga singkong bisa naik. Kalau harga tepung naik, otomatis harga singkong juga ikut naik,” ujarnya.

Menurut Mirza, anjloknya harga singkong juga dipengaruhi oleh masih adanya impor tepung tapioka dan penurunan harga tapioka dalam negeri.

“Kalau tahun 2024 harga tepung masih di kisaran Rp8.000 per kilogram, awal 2025 tinggal Rp4.500. Saat HET singkong ditetapkan Rp1.350 dengan potongan 15 persen, harga tapioka masih Rp6.000. Tapi sekarang sudah turun jadi Rp4.500,” ungkapnya.

Mirza menambahkan, sekitar 70 persen tepung tapioka digunakan oleh industri kertas, sedangkan untuk pangan hanya sekitar 5–10 persen.

Karena itu, singkong dan tapioka lebih diperlakukan sebagai komoditas industri ketimbang pangan.

“Untuk menghentikan impor, keputusan ada di Kemenko Ekonomi. Regulasi ini beririsan dengan kementerian perdagangan, pertanian, hingga perindustrian. Jadi memang kompleks. Tapi insyaallah dalam waktu dekat saya akan terus dorong agar ini bisa segera terlaksana. Mohon doanya,” tutur Mirza.

Selain menunggu regulasi, Pemprov Lampung juga berupaya mempertemukan langsung petani dengan industri pengolahan singkong.

Mirza menilai, hubungan keduanya selama ini berjalan terpisah, sehingga saat ada masalah harga, keduanya sama-sama terdampak.

“Ke depan, kami ingin petani dan industri singkong punya hubungan langsung yang saling menguatkan. Selama ini petani jalan sendiri, industri jalan sendiri. Begitu ada masalah, dua-duanya terkena dampak. Ini yang sedang kami perbaiki,” ucapnya.

"Pemprov akan memprioritaskan kesejahteraan petani khususnya petani singkong, kami juga sedang mencari inovasi alih tanam singkong ke Padi atau Jagung," pungkasnya.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved