Berita Lampung
Soal Surat Kesepakatan Harga Singkong, Pengamat: Perlu Regulasi Jelas, Awas Jadi Boomerang!
Persoalan harga singkong di Lampung tidak bisa diselesaikan hanya dengan surat kesepakatan antara Kementan dengan Kepala Daerah.
Penulis: Riyo Pratama | Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Raden Intan Lampung, Wahyu Iryana, menilai persoalan harga singkong di Lampung tidak bisa diselesaikan hanya dengan surat kesepakatan antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan Kepala Daerah.
Menurut Wahyu, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama mencari solusi yang adil, baik bagi petani maupun pengusaha.
“Pemerintah seharusnya memberi regulasi pasti yang tidak membebani petani. Regulasi itu bisa berupa penguatan yang harus diterapkan oleh petani singkong, dengan keberpihakan lebih jelas pada petani. Jadi solusinya harus win-win solution,” ujar Wahyu, Kamis (11/9/2025).
Ia menegaskan, surat kesepakatan Kementan dengan gubernur dan buPati harus memiliki landasan hukum yang jelas. Jika tidak, justru berpotensi menimbulkan gejolak di lapangan.
“Jangan sampai munculnya surat kesepakatan yang tidak berlandaskan hukum malah menimbulkan polemik, karena realita di lapangan tidak sesuai dengan surat tersebut. Intinya bagaimana caranya agar petani tidak dirugikan. Harus ada rumusan yang solutif caranya ya duduk bersama,” tegasnya.
Wahyu menyarankan, kesepakatan tersebut sebaiknya diperkuat dalam bentuk peraturan daerah yang didukung oleh DPRD.
Hal ini dinilai penting untuk menyelamatkan keberlangsungan usaha tani singkong.
Terkait isu beralih tanam, menurutnya hal itu bukan solusi. Sebab, pola tanam dan pengolahan petani singkong berbeda dengan komoditas lain.
Selain itu, ia menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap kesepakatan yang dibuat antara pemerintah pusat dan daerah.
“Kontroling harus kongkret dan disosialisasikan secara berkala. Jangan sampai surat hanya beredar di media sosial lalu menimbulkan salah tafsir dan jadi boomerang,” tambah Wahyu.
Ia juga menyoroti kompleksitas persoalan yang dihadapi petani singkong, mulai dari harga yang tidak stabil, kurangnya infrastruktur penunjang, hingga lemahnya perlindungan harga.
“Jangan sampai ada perusahaan yang diuntungkan sementara petani dirugikan. Jika tidak dijalankan dengan baik, bisa menimbulkan gejolak jilid II. Karena itu regulasi tata niaga dan tata ruang harus jelas agar tidak menimbulkan masalah berkelanjutan,” ujar Wahyu.
Ia berharap regulasi yang diambil benar-benar berpihak pada petani, sehingga kesejahteraan mereka meningkat dan perekonomian daerah tetap berjalan baik.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)
Soal Surat Kesepakatan Harga Singkong di Seluruh Indonesia, Ini Penjelasan Gubernur Lampung |
![]() |
---|
Cocoa Life Perkuat Pertanian Kakao Berkelanjutan di Indonesia |
![]() |
---|
Jadi Sentra Kakao, Pringsewu Dorong Peremajaan Tanaman untuk Tingkatkan Produksi |
![]() |
---|
Ribuan Honorer Calon PPPK Paruh Waktu Ikuti Pemeriksaan Kesehatan di RSUD A Dadi Tjokrodipo |
![]() |
---|
Peresmian Masjid Raya Al-Bakrie Hadirkan Penceramah Kondang, Ada Ustaz Das'ad Latif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.