Berita Lampung

Tim Mediasi di Mesuji Pastikan Bersikap Objektif dalam Penyelesaian Konflik Agraria HGU PT SIP

Tim Mediasi memastikan bersikap objektif dalam penyelesaian konflik agraria HGU milik PT SIP.

Penulis: Fajar Ihwani Sidiq | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
KONFLIK AGRARIA - Forkopimda Kabupaten Mesuji melakukan upaya untuk menyelesaikan konflik agraria Adat Buay Mencurung vs PT SIP dengan melakukan pemasangan baliho yang ditujukan supaya masyarakat meninggalkan lahan HGU, Senin (15/9/2025).  

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, MesujiTim Mediasi Penyelesaian Kasus Pertanahan di Mesuji yang terdiri dari unsur Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Mesuji, Polres, Kejari dan BPN Mesuji memastikan bersikap objektif dalam penyelesaian konflik agraria Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Sumber Indah Perkasa (SIP).

Hal itu disampaikan oleh salah satunya Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Mesuji, Taufiq Widodo yang mengatakan bahwa objektivitas dalam penyelesaian konflik agraria merupakan komitmen yang telah disepakati bersama.

"Konflik agraria yang terjadi antara masyarakat Adat Buay Mencurung dengan perusahaan di Mesuji sudah terjadi cukup lama. Dari kondisi tersebut pemerintah daerah dan Forkopimda di Kabupaten Mesuji juga sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya mediasi," katanya saat dikonfirmasi, Senin (15/9/2025).

Taufiq mengatakan, rangkaian upaya mediasi tersebut akhirnya membuahkan kesepakatan bahwa masyarakat Adat Buay Mencurung yang menduduki lahan di Desa Talang Batu, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Mesuji diminta untuk meninggalkan lokasi tanah HGU tersebut.

Dia melanjutkan, meski masyarakat sudah berulang kali kembali lagi ke lahan HGU setelah mediasi, pihaknya tetap bersabar dan mediasi terus dilakukan.

Bahkan, ujar Taufiq, pihaknya pun mempersilahkan kepada kelompok masyarakat Adat Buay Mencurung yang menduduki lahan PT SIP untuk melakukan gugatan secara litigasi jika merasa punya alas hak yang sah.

Hal serupa juga disampaikan Taufiq kepada pihak perusahaan untuk melakukan gugatan secara litigasi.

"Kalau memang punya alas hak yang kuat, silahkan saja lakukan gugatan secara litigasi maupun laporan polisi. Dan ternyata dari masyarakat Buay Mencurung ini tidak membuat laporan," ucapnya.

Masih dikatakan Taufiq, pada posisi ini, PT SIP telah membuat laporan kepolisian atas tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Adat Buay Mencurung.

Adanya laporan itu, dari Pemkab Mesuji beserta Forkopimda atau Tim Mediasi penyelesaian sengketa mengadakan rapat untuk menangani kasus tersebut.

Pihaknya juga telah meminta kepada BPN Mesuji untuk cek lokasi dan melihat status lahan yang diklaim masyarakat buay mencurung.

Hasilnya, kata dia, telah dinyatakan bahwa lokasi yang diklaim tersebut berada di dalam HGU PT SIP.

Sehingga, PT SIP meminta bantuan kepada Pemkab Mesuji beserta stakeholder terkait untuk melakukan penertiban supaya masyarakat buay mencurung keluar dari lahan HGU.

Tak ingin terjadi kerusuhan, Taufiq dan Tim Mediasi lainnya mengaku tidak ingin gegabah mengambil langkah penertiban.

Taufiq dan jajarannya kini sedang melakukan upaya konsultasi ke Kementerian Agraria, Komnas HAM hingga Komnas perempuan dan Komisi Perlindungan Anak.

"Jadi langkah yang kami lakukan ini supaya langkah yang diambil nantinya tidak mencederai hak-hak sipil dari masyarakat ataupun kerugian investor itu sendiri," ungkapnya.

Disisi lain, Taufiq dan tim juga telah menerima masukan dari akademisi pakar hukum agraria Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), bahwa memang di Provinsi Lampung sendiri tidak ada tanah adat.

Hal senada juga disampaikan pakar Antropologi Budaya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung yang juga menyampaikan kepada Tim Mediasi bahwa tidak ada tanah adat di Provinsi Lampung.

"Sudah dilakukan upaya persuasif yang dilakukan bersama TNI-Polri, Kejaksaan, BPN dan stakeholder untuk meminta masyarakat yang menduduki lahan PT SIP keluar dari lahan HGU, namun sampai saat ini masyarakat Adat Buay Mencurung yang menduduki lahan HGU PT. SIP belum juga meninggalkan lokasi," tuturnya.

"Termasuk pemasangan banner atau baliho yang kemarin sempat viral ada logo Pemkab Mesuji, TNI-POLRI, Kejaksaan dan BPN dan itu sempat diplintir seolah-olah Forkopimda berpihak kepada perusahaan padahal tidak," ungkapnya.

Menurut Taufiq apa yang dilakukan oleh Forkopimda hanya berusaha untuk bersikap objektif dan menegakkan aturan, karena dari fakta yang ada saat ini adalah HGU PT. SIP itu legal atau sah.

Sehingga sebagai unsur pemerintahan wajib melindungi perusahaan dalam hal berinvestasi di Mesuji karena memang tidak ada yang dilanggar.

Ia pun beranggapan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria ini tujuannya untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Bagaimanapun, kata dia, dengan hadirnya PT. SIP di Mesuji banyak tenaga kerja yang terserap, tetapi adanya kejadian ini tentu saja akan terganggu aktivitas ekonomi perusahaan yang berdampak juga bagi pekerja.

Kemudian, menurut Taufiq, adanya kejadian ini juga menimbulkan preseden buruk bagi dunia usaha di Kabupaten Mesuji.

Maka dari itu, dia dan tim ingin persoalan konflik agraria di Kabupaten Mesuji bisa diselesaikan secara tuntas sesuai dengan koridor hukum dan tidak merugikan pihak manapun.

"Artinya pemerintah Kabupaten Mesuji bersama unsur Forkopimda akan sangat objektif dalam mengambil langkah kedepannya," kata dia.

Di sisi lainnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Arif Arianto mengatakan jika perusahaan PT. SIP di Mesuji, Lampung sudah memenuhi kewajibannya dalam hal perizinannya.

Dia menjelaskan, PT SIP beroperasi sejak tahun 1997 dengan memberikan manfaat bagi daerah, mulai dari terserapnya ribuan tenaga kerja hingga program pengelolaan lahan plasma yang tentu saja memiliki manfaat bagi masyarakat.

Arif pun menilai penyelesaian masalah konflik agraria di lahan HGU PT. SIP  adalah dengan penegakan hukum.

Sebab, kata dia, perusahaan yang ada di Mesuji seperti PT. SIP juga sudah melaksanakan kewajiban untuk menaati aturan yang ada.

Diantaranya berkewajiban melengkapi dokumen izin dan kelengkapan lainnya sehingga PT. SIP dalam menjalankan usahanya di Mesuji bisa dinyatakan legal.

Dengan status legalnya, Arif menilai bahwa pihak perusahaan juga punya tuntutan rasa aman dan nyaman berinvestasi di Kabupaten Mesuji.

"Sehingga kewajiban kami dari pemerintah daerah dan Forkopimda saat ini adalah bagaimana mengupayakan penegakan hukum," imbuhnya.

Bantah Memihak Perusahaan

Bupati Mesuji Elfianah menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dan Aparat Penegak Hukum (APH) tidak berpihak ke perusahaan dalam upaya penyelesaian konflik agraria atau sengketa lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikelola PT Sumber Indah Perkasa (SIP).

Hal itu berkaitan dengan aksi ratusan petani di Kabupaten Mesuji, Lampung yang diusir dari lahan yang dituding milik perusahaan sawit. Perusahaan tenggat hingga Senin (8/9/2025) agar 500 kepala keluarga yang mendiami lahan Hak Guna Usaha (HGU) angkat kaki dari lahan tersebut.

Elfianah mengatakan, penyelesaian sengketa lahan tersebut melibatkan Tim Mediasi yang meliputi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mesuji dan Forkopimda diantaranya Polri, Kejaksaan hingga dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Terkait tuduhan keberpihakan pemerintah daerah ke perusahaan tidaklah benar, kita hanya mencoba untuk berpihak kepada yang benar," ujar Bupati, Jumat (12/9/2025).

Bantahan itu disampaikan langsung oleh Bupati Mesuji Elfianah usai menggelar usai menggelar Apel kedua kali pada Jumat (12/9/2025), selain itu Elfianah juga menyatakan bahwa posisinya sebagai kepala daerah hanya untuk menjaga iklim investasi di Mesuji dalam keadaan baik.

Dalam konteks investasi tersebut, Pemkab berharap setiap perusahaan yang memiliki hak kelola sah atas HGU di Mesuji merasa aman dan nyaman berinvestasi di Kabupaten Mesuji.

"Hal ini tentu berkaitan dengan kemajuan di Kabupaten Mesuji. Khususnya sebagai salah satu sumber peningkatan PAD," ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Kapolres Mesuji AKBP Muhammad Firdaus yang juga membantah tuduhan keberpihakan aparat kepolisian kepada perusahaan dalam menyelesaikan sengketa lahan HGU di PT SIP.

Menurutnya, pihak kepolisian melakukan berbagai upaya persuasif bersama pemerintah daerah untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Terlebih, kata Kapolres, sengketa lahan antara PT SIP dengan masyarakat adat buay mencurung sudah dilaporkan ke Polres Mesuji.

Sehingga, lanjutnya, pihaknya bertugas menjalankan proses hukum dan menyikapi laporan tersebut.

"Dalam proses hukumnya saat ini sudah naik ke tahap penyidikan dan terhadap terlapornya atas nama Saidi yang merupakan pengurus masyarakat adat buay mencurung statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata dia.

"Tetapi karena kurang kooperatifnya bapak Saidi sehingga menyulitkan penyidik untuk melakukan proses selanjutnya yaitu pemeriksaan tambahan terhadap tersangka yang merupakan petunjuk dari jaksa penuntut umum untuk melengkapi berkas perkara," imbuh kapolres.

Kepala Kejari Mesuji Sefran Hariyadi menyampaikan bahwa harus ada upaya kepastian hukum dalam mengatasi persoalan sengketa lahan HGU PT SIP di Mesuji Lampung.

Dalam kasus ini, kata dia, kepastian pemegang terkuat HGU dalam hal ini PT SIP perlu perlindungan hukum.

"Kalau dari kejaksaan sendiri persoalan ini tentunya kami mendorong supaya harus ada kepastian hukumnya dan ini perlu diketahui secara umum, bahwa ada pihak yang lebih berhak mengelola lahan tersebut," ucapnya.

Lebih lanjut, Hariyadi menyarankan kepada masyarakat yang menduduki lahan HGU PT SIP apabila ingin mendapatkan perlindungan hukum untuk dapat melalui jalur hukum yang ada.

"Silahkan saja sudah ada mekanismenya dan sudah diatur, jadi tidak boleh melakukan main hakim sendiri," kata dia.

"Silahkan gugat ke perdata, dan jika sudah ada putusannya baik itu pembatalan HGU ataupun terdapat surat alas hak yang dirasa benar ya silahkan saja," pungkasnya.

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Fajar Ihwani Sidiq)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved