Wawancara Eksklusif
503 Ribu Sertifikat Telah Migrasi ke Elektronik, Eksklusif Bersama Kakanwil ATR/BPN Lampung
Sejak 2021, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah memulai program digitalisasi sertifikat tanah di Indonesia.
Penulis: Riyo Pratama | Editor: Noval Andriansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Sejak 2021, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah memulai program digitalisasi sertifikat tanah di Indonesia.
Payung hukum program ini tercantum dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik dan diperbarui lewat Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah.
Adapun tujuan program sertifikat tanah fisik dialihkan ke bentuk elektronik, untuk meningkatkan efisiensi layanan, memperkuat transparansi, hingga menekan praktik mafia tanah.
Pertama kali diberlakukan, sertifikat elektronik diperuntukkan bagi aset Barang Milik Negara (BMN) pada April 2023. Kemudian, di tahun 2024–2025, pemerintah secara perlahan mulai mengalihmedia sertifikat konvensional ke digital.
Adapun targetnya, seluruh sertifikat konvensional beralih ke sertifikat tanah digital 100 persen selesai pada tahun 2026–2027.
Lantas, bagaimana progresnya sejauh ini? Termasuk pula sudah berapa sertifikat yang beralih ke digital, khusus di Lampung.
Untuk membahasnya lebih dalam, Tribun Lampung menghadirkan Kepala Kanwil ATR/BPN Lampung, Hasan Basri Nata Manggala, dalam podcast bertema 'Digitalisasi sertifikat tanah sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik'.
Podcast Tribun Lampung yang dipandu Editor in Chief Ridwan Hardiansyah itu berlangsung di Studio Tribun Lampung, Rabu (1/10/2025).
Berikut wawancara lengkapnya.
Bagaimana penerapan digitalisasi sertifikat tanah di Lampung sejauh ini?
Jawab: Perlu kami sampaikan, bahwa aturan Menteri Nomor 1 Tahun 2021 ini sudah berubah menjadi aturan Menteri Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penertiban Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Pertanahan. Ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Bukti hak tanah merupakan sertifikat. Dalam PP itu, sertifikat berupa buku dan juga elektronik.
BPN telah bertransformasi digital untuk mengubah layanan menjadi elektronik. Mengapa? Karena dalam satu tahun, lebih dari tujuh juta layanan harus dikelola oleh pegawai BPN seluruh Indonesia. Sementara dinamika masyarakat membutuhkan percepatan. Jika masih menggunakan layanan analog, prosesnya tentu akan membuat hambatan dan berdampak terhadap perekonomian masyarakat.
Latar belakang lainnya, menurut kajian di kementerian, ada beberapa peristiwa yang mendorong percepatan perubahan layanan menjadi elektronik. Misalnya, beberapa kantor BPN di Indonesia mengalami musibah kebakaran, seperti di Cianjur dan Brebes. Ada juga yang terkena banjir, seperti di Kota Bekasi saat banjir besar Jabodetabek beberapa tahun lalu. Arsip sertifikat yang tersimpan ikut hancur.
Jika kita mengingat peristiwa tsunami di Aceh, hal itu juga menimbulkan konsep, bahwa jika saat itu sudah digital, data bisa dibackup dan lebih mudah direkonstruksi. Jadi, penyimpanan data digital jauh lebih aman dibanding manual (kertas), karena risiko banjir, kebakaran, atau hilang (baik disengaja maupun tidak) bisa diminimalisir.
Mengingat beberapa kantor BPN juga masih menggunakan gedung pinjaman pemerintah daerah, sehingga rawan jika terjadi kerusakan arsip. Dengan sistem digital, kita bisa melihat kapan terjadinya perubahan data dan apakah perubahan itu sah (misalnya update resmi) atau ilegal.
Masyarakat masih terbiasa analog, sejauh mana keamanannya?
Jawab: Kenapa Permen 1 Tahun 2021 waktu itu gagal berjalan? Sebenarnya sudah sempat dimulai, tapi resistensinya terlalu besar. DPR memutuskan untuk ditunda, dan pemerintah juga akhirnya menunda, karena ada kekeliruan pendekatan kepada masyarakat.
Waktu itu, belum disampaikan secara luas, bahwa perubahan ini adalah pilihan, bukan kewajiban. Jadi, tidak semua sertifikat wajib menjadi elektronik. Silakan jika masyarakat masih ingin analog, hingga ada kesadaran dan pemahaman bahwa sertifikat elektronik lebih aman.
Saya membawa contoh sertifikat elektronik. Satu lembar bolak-balik, menggunakan kertas secure paper yang dicetak seperti uang, dengan tanda keamanan bisa dicek pakai lampu ultraviolet. Dari sisi fisik lebih kuat, dari sisi keamanan digital juga diperkuat, misalnya dengan barcode atau QR code yang hanya bisa diakses melalui aplikasi Sentuh Tanahku.
Dari aplikasi itu bisa dicek apakah sertifikat masih berlaku, letak bidang tanahnya, bahkan diarahkan melalui Google Maps. Kalau sertifikat analog hanya menampilkan gambar bidang tanah tanpa informasi koordinat detail, sementara sertifikat elektronik menampilkan edisi pertama, dan jika ada perubahan data maka akan tercetak edisi berikutnya.
Sertifikat tetap aman meskipun lembar fisiknya hilang, karena datanya tersimpan digital. Sama seperti sistem mobile banking, meskipun buku tabungan hilang, datanya tetap tersimpan.
Keunggulan lainnya, masyarakat akan mendapat notifikasi melalui aplikasi Sentuh Tanahku. Jadi, dari sisi keamanan lebih aman, dan yang paling penting pemalsuan sertifikat atau tumpang tindih tidak akan terjadi lagi.
Secara data, di Lampung berapa yang sudah beralih ke sertifikat elektronik?
Jawab: Ada 15 kantor pertanahan di Lampung yang terbagi di 15 kabupaten/kota. Semuanya sudah melayani sertifikat elektronik. Kami sudah tidak lagi menerbitkan sertifikat dengan blangko lama. Namun, sertifikat lama tetap berlaku.
Di Lampung sudah ada 503 ribu lebih sertifikat yang dimigrasikan ke elektronik, dari total sekitar 1,5 juta bidang tanah. Sertifikat elektronik yang sudah dipegang masyarakat sekitar 88 ribu.
Bagaimana cara mengubah sertifikat konvensional ke sertifikat elektronik?
Jawab: Bisa datang ke kantor pertanahan membawa sertifikat lama. Kemudian dibuatkan akun di aplikasi Sentuh Tanahku, dilakukan validasi dan perbaikan data. Hal ini untuk mengantisipasi tumpang tindih sertifikat.
Sebelum sertifikat elektronik diterbitkan, ada sekitar 41 sistem yang harus dicek, termasuk titik koordinat satelit. Jadi, sertifikat elektronik ini semacam pembaruan.
Penerbitannya juga lebih cepat, bisa 30–40 persen lebih singkat dibanding sertifikat lama. Untuk program PTSL, sertifikat bisa terbit dalam 40 hari, sementara migrasi dari analog ke elektronik hanya butuh 2 hari kerja jika tidak ada perubahan signifikan.
Ada biaya PNBP sekitar Rp50 ribu jika diurus sendiri. Sertifikat lama harus dibawa langsung ke kantor pertanahan. Kami terus berupaya mempercepat proses ini, bahkan ke depan akan ada mesin anjungan sertifikat sehingga masyarakat bisa mencetak sendiri.
Apakah di Lampung semua bidang tanah sudah tersertifikasi?
Jawab: Luas Provinsi Lampung 3,3 juta hektare. Dari total itu, yang bukan kawasan hutan sekitar 2,4 juta hektare. Dari 2,4 juta hektare tersebut, 1,5 juta hektare sudah bersertifikat. Dari 1,5 juta hektare itu yang sudah terbit sertifikat sebanyak 3,1 juta bidang tanah.
Jadi, tingkat kepadatan sertifikat di Lampung sudah cukup ideal. Namun, masih ada sekitar 900 ribu hektare yang belum bersertifikat. Paling banyak di Way Kanan, disusul Pesisir Barat, Lampung Barat, dan Lampung Tengah. Sementara paling sedikit di Kota Bandar Lampung dan Metro.
Apakah program BPN mengajak masyarakat untuk menerbitkan sertifikat?
Jawab: Selalu ada upaya yang kami lakukan, mulai dari sosialisasi langsung hingga media sosial. Setiap tahun ada alokasi anggaran untuk penerbitan sertifikat.
Namun kemampuan BPN terbatas, dan kesadaran masyarakat juga belum semuanya menganggap sertifikat penting, padahal sertifikat adalah legalitas tanah.
Apa upaya BPN untuk mengedukasi masyarakat agar beralih ke sertifikat elektronik?
Jawab: Kami terus melakukan sosialisasi langsung maupun melalui media sosial. Kami tidak ingin memaksa masyarakat, karena khawatir resistensinya tinggi. Tapi kami yakin, nantinya masyarakat akan sadar pentingnya sertifikat elektronik.
Jika sudah sertifikat elektronik, apakah bisa dilakukan jual beli tanah secara online?
Jawab: Karena konsentrasinya sudah digital, ke depan akan disiapkan aplikasi yang memudahkan transaksi virtual dengan konsep keamanan ketat, mulai dari fingerprint hingga verifikasi data secara virtual dengan melibatkan BPN.
Aplikasi juga akan merekam kondisi penjual dan pembeli untuk memastikan tidak ada tekanan. Saat ini masih dalam proses pematangan.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)
| Ketua KONI Lampung Taufik Hidayat Usung Tagline Sinergi untuk Prestasi |
|
|---|
| Peran Polwan Masa Kini, Eksklusif Bersama Kabid Humas Polda Lampung |
|
|---|
| Korwil Astra Group Lampung Nurul Fadil Bicara soal Kampung Berseri Astra |
|
|---|
| Bincang dengan Kepala BPTD Kelas II Lampung Jonter Sitohang, Menuju Zero ODOL |
|
|---|
| Pakar Hukum Unila Sebut Pemisahan Pemilu Rancu dan Membingungkan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/503-Ribu-Sertifikat-Telah-Migrasi-ke-Elektronik-Eksklusif-Bersama-Kakanwil-ATRBPN-Lampung.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.