Wawancara Eksklusif
REI Lampung: Lahan Jadi Tantangan 3 Juta Rumah
Di Lampung, kebutuhan perumahan tergolong tinggi dengan backlog yang masih mencapai sekitar 270 ribu unit, ditambah lebih dari 113 ribu rumah.
Penulis: Riyo Pratama | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pemerintah menargetkan pembangunan 3 Juta Rumah per tahun bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Di Lampung, kebutuhan perumahan tergolong tinggi dengan backlog yang masih mencapai sekitar 270 ribu unit, ditambah lebih dari 113 ribu rumah tidak layak huni.
Besarnya kebutuhan ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang mencapai sekitar 9,5 juta jiwa sehingga permintaan hunian terus meningkat dari tahun ke tahun. Pengembangan perumahan di Lampung saat ini tersebar di sejumlah kawasan penyangga, terutama perbatasan Bandar Lampung dan Lampung Selatan seperti Jati Agung, Natar, Merbau Mataram, hingga Panjang.
Wilayah Pesawaran juga tumbuh sebagai kantong rumah subsidi. Sementara Metro dan Bandar Lampung menghadapi keterbatasan ruang dan tata kota sehingga opsi pembangunan lebih terbatas.
Kondisi ini mendorong pengembang untuk memanfaatkan area perbatasan sebagai pusat pertumbuhan hunian MBR. Dari sisi pembiayaan, pemerintah menyiapkan dua instrumen utama, yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Kredit Program Perumahan (KPP).
Untuk mengetahui lebih lanjut soal program 3 Juta Rumah dan realisasinya di Lampung, simak selengkapnya wawancara eksklusif Tribun Lampung bersama Wakil Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Lampung Bidang Perbankan dan Pembiayaan Erson Agustinus, Kamis (13/11/2025).
Berbicara program 3 Juta Rumah, bagaimana kebutuhan perumahan bagi MBR di Indonesia, khususnya di Lampung?
Kalau bicara sektor demand, jumlah permintaan itu sangat besar mengingat angka backlog nasional. Backlog adalah selisih antara supply dan demand, di mana permintaan lebih besar daripada ketersediaan. Angkanya mencapai 9,9 juta secara nasional.
Kalau di Lampung, permintaan rumah juga tinggi dan backlog-nya masih besar. Backlog Lampung sekarang berada di angka 270 ribu unit, belum termasuk rumah tidak layak huni yang mencapai 113 ribu unit. Dari situ terlihat bahwa permintaan rumah di Lampung sangat besar.
Karena itu, kami dari REI terus mendorong program 3 Juta Rumah agar perumahan yang dibangun benar-benar layak huni dan mampu memenuhi permintaan pasar, khususnya masyarakat Lampung.
Secara teritorial, Lampung sebagai pintu gerbang Sumatera. Bagaimana potensi pengembangan perumahan di provinsi ini?
Lampung memiliki penduduk sekitar 9,5 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, kebutuhan papan jelas sangat besar. Ada beberapa wilayah yang menjadi sentral pembangunan rumah, khususnya rumah subsidi.
Pertama di Bandar Lampung. Namun yang terbesar justru berada di wilayah perbatasan antara Bandar Lampung dan Lampung Selatan seperti Jati Agung, Jati Mulyo, Sabah Balau, Natar, Merbau Mataram, hingga Panjang.
Sementara di sisi barat, berkembang di wilayah Pesawaran seperti Kurungan Nyawa dan Negeri Sakti yang berbatasan dengan daerah Natar juga. Wilayah-wilayah itulah yang kini banyak digarap anggota REI.
Secara potensi, daerah-daerah perbatasan kota-kabupaten menjadi titik tekan. Selain itu, ada Metro yang permintaan rumah subsidinya besar, tetapi terkendala lahan karena RDTR-nya sempit. Bandar Lampung juga menghadapi kendala lahan serupa.
Berbicara regulasi, bagaimana aturan pemerintah mengenai fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP?
FLPP ini berbicara sisi konsumen demand atau permintaan. Di awal 2025, pemerintah meluncurkan FLPP sebanyak 220 ribu unit rumah. Lalu pada bulan Juni ditambah menjadi 350 ribu unit. Sampai kuartal keempat 2025 masih tersisa sekitar 100 ribuan kuota yang diharapkan bisa terserap habis pada Desember 2025.
Selain FLPP, bagaimana dengan KPP atau Kredit Program Perumahan? Bisa dijelaskan untuk edukasi masyarakat?
KPP sangat menarik. Sosialisasinya saya gencarkan sejak dirintis pada Juni dan resmi diluncurkan pada pertengahan Oktober. Saya sangat antusias karena program ini bisa dilihat dari sisi demand dan supply.
Pemerintah menyediakan dana Rp 130 triliun. Dari total itu, Rp 117 triliun untuk supply, yaitu pengembang, kontraktor, toko bangunan, dan UMKM yang berkaitan dengan sektor perumahan. Sisanya Rp13 triliun untuk demand atau UMKM.
Program ini menjadi akselerasi atau percepatan. Usaha mikro bisa naik menjadi kecil, kemudian menengah, sampai berpotensi menjadi besar. Dampaknya sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi.
Di Lampung, bank penyalur KPP antara lain BTN, BNI, BRI, Mandiri, BTN Syariah, BSI, dan beberapa bank swasta yang akan ikut menyalurkan. Karena itu saya mengimbau developer dan kontraktor segera memanfaatkan kredit ini untuk memacu ekosistem bisnis perumahan.
Apakah regulasi ini lebih mengatur pelaku pemasaran atau juga konsumennya?
Sebenarnya untuk semua pelaku usaha. Sisi supply diperuntukkan bagi developer, kontraktor, dan toko bangunan. Sementara Rp 13 triliun diperuntukkan bagi UMKM dengan ketentuan berbeda.
Untuk supply, pertama kali gulirannya bisa mencapai Rp 5 miliar dengan subsidi bunga 5 persen. Dana Rp5 miliar itu bisa berputar menjadi Rp 20 miliar. Sementara bagi UMKM, batas pagunya Rp 500 juta dengan subsidi bunga 6 persen.
Bagaimana peran REI dalam menyukseskan program 3 Juta Rumah, khususnya di Lampung?
REI sangat berperan dalam mewujudkan program 3 Juta Rumah. Kami mengembangkan rumah untuk MBR dan memiliki banyak anggota yang bergerak di sektor tersebut.
Target REI 2025 awalnya 1.500 unit, namun meningkat menjadi 1.800 unit sebelum akhir tahun. Per Juni 2025 realisasinya sudah 800 unit dan kini sekitar 1.000–1.100 unit. Itulah kontribusi kami membantu program nasional ini Kami optimis di akhir tahun dapat menembus target.
Ada wacana rumah minimal 18 meter persegi. Seperti apa konsep layak huni menurut REI?
Wacana rumah ukuran 18 meter persegi itu muncul dari Kementerian Perumahan, namun lebih cocok untuk daerah dengan keterbatasan lahan seperti Jakarta dan Tangerang.
Untuk wilayah luar Jakarta–Tangerang–Jabar, kami tetap mengembangkan minimal tipe 36. Dalam aturan, tipe 27–36 adalah rumah subsidi. Sementara tipe 18 tidak jadi diterapkan.
Ada pembicaraan antara Menteri PUPR dan Pak Maruarar Siraid yang mengarah pada pengembangan tipe 45 namun dibangun vertikal. Sebab 18 meter persegi hanya cukup untuk satu kamar.
Di Lampung ada 70 persen atau 3,4 juta pekerja informal. Bagaimana mereka bisa mengakses perumahan sementara syarat KPR biasanya meminta penghasilan tetap?
Sektor informal sangat menarik. Di awal 2025, Presiden Prabowo memang fokus ke sektor ini. Di Lampung dengan penduduk 9,8 juta, jumlah sektor informal sangat besar.
Saat ini belum banyak bank yang menerapkan pembiayaan informal. Yang paling besar menyerap adalah BTN dan BTN Syariah karena regulasi pusat mewajibkan 10 persen fasilitas untuk sektor informal. Bahkan Dirut BTN Nixon Napitupulu ingin menaikkannya menjadi 20 persen.
Memang bank menghadapi kesulitan menilai kelayakan. Tetapi, ada solusi seperti pendekatan komunitas dan pra-KPR, yaitu calon debitur menjadi nasabah 2–3 bulan agar bank bisa menilai kemampuan bayar.
Sektor informal harus menjadi perhatian khusus karena mereka paling banyak belum memiliki rumah mulai dari ojek online, tukang bakso, hingga pedagang sayur. Mudah-mudahan ada regulasi khusus dari perbankan, OJK, BI, atau pemerintah yang memberi perhatian lebih mendalam.
Bagaimana dukungan perbankan sejauh ini terhadap pembiayaan perumahan?
Pemerintah mengeluarkan regulasi, perbankan menyalurkan. Bank sangat aktif, terutama yang core bisnisnya perumahan seperti BTN dan BTN Syariah. Bank lain seperti BRI, Mandiri, BSI, dan BNI juga ikut membantu dan memiliki target dalam program 3 Juta Rumah.
Tahun ini kuota FLPP banyak dan harus disalurkan ke MBR. Di Lampung, BTN menjadi penyalur terbesar, disusul BRI, BNI, BSI, dan Mandiri. Ada juga bank swasta seperti BJB.
Untuk KPP, selain Himbara, bank swasta juga akan ikut menyalurkan. Dukungan perbankan cukup kuat untuk program perumahan Presiden Prabowo.
Dengan program 3 Juta Rumah dan larangan alih fungsi lahan, bagaimana kondisi ketersediaan lahan rumah subsidi di Lampung?
Ini dilema. Di satu sisi, masyarakat yang belum punya rumah banyak. Di sisi lain, lahan terbatas dan tidak semua bisa digunakan karena pertimbangan ketahanan pangan.
Kami berharap stakeholder seperti BPN, pemerintah, dinas ketahanan pangan, dan asosiasi bisa berkoordinasi terus. Isu LBS dan LP2B terjadi di Metro dan Bandar Lampung.
Lampung Selatan relatif masih banyak lahan yang bisa dikembangkan. Namun ada juga pengembang yang terjebak membeli lahan tetapi tidak bisa dibangun karena termasuk lahan baku sawah.
Ke depan, penyusunan RDTR harus konsisten agar jelas mana daerah yang bisa dibangun tanpa melanggar aturan ketahanan pangan. Harapannya kebutuhan rumah terpenuhi, ketahanan pangan tetap terjaga.
Untuk program 3 Juta Rumah secara nasional, berapa kuota khusus untuk Lampung?
Tidak ada pembagian kuota per daerah seperti “Lampung dapat sekian”. Lebih kepada kebutuhan. Jika kebutuhan Lampung tinggi, bank-bank daerah akan meminta kuota ke bank pusat.
BTN menargetkan 3.000 KPR pada 2025. Bank lain juga punya target masing-masing. Lampung sebelumnya pernah kehabisan kuota FLPP, namun tahun ini kuota nasional 350 ribu unit masih tersedia.
Bagaimana peran REI Lampung dalam memberikan informasi kepada masyarakat terkait rumah subsidi, mulai dari DP, kemudahan, hingga manfaat program FLPP?
Kami selalu mengimbau masyarakat yang membutuhkan rumah, khususnya rumah subsidi, agar tidak sungkan bertanya kepada kami sebagai asosiasi. Kami siap menjelaskan seluruh informasi terkait, termasuk ketentuan DP yang sudah tercantum dalam juknis. Untuk rumah subsidi, DP tidak boleh melebihi 7 persen dari harga rumah. Saat ini harga rumah FLPP adalah Rp 196 juta.
Anggota REI sebagai developer juga wajib menaati seluruh ketentuan yang berlaku agar tidak menyalahi aturan, khususnya dalam hal DP. Sebab program FLPP ini menggunakan dana pemerintah, sehingga semua prosesnya harus mengikuti regulasi. Perhitungan harga juga telah ditetapkan, yaitu menjual pada kisaran Rp 166 juta sesuai ketentuan pemerintah.
Selain itu, kami juga memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan seperti REI Expo maupun podcast seperti ini. Harapannya, masyarakat yang membutuhkan rumah dapat lebih memahami prosedur dan mendapatkan informasi yang benar.
Bagaimana potensi pengembangan perumahan di Lampung?
Potensi perumahan di Lampung sangat tinggi. Lampung berada di posisi ketiga di Sumatera untuk tingkat kebutuhan rumah. Angka backlog kita mencapai 270 ribu unit, ditambah 113 ribu unit rumah tidak layak huni yang harus ditingkatkan menjadi rumah layak huni.
Dengan kebutuhan sebesar itu, saya mengajak para developer untuk memperbanyak pembangunan rumah subsidi karena pasar dan permintaannya sangat besar di Lampung.
Apa masukan dan tips bagi masyarakat yang sedang mencari rumah subsidi?
Pertama, masyarakat perlu memahami bahwa rumah subsidi FLPP memiliki ketentuan tertentu. Salah satunya adalah batas penghasilan maksimal Rp 8 juta. Jika penghasilan lebih dari itu, maka tidak termasuk kategori MBR dan tidak bisa mengajukan rumah subsidi.
Kedua, datanglah ke developer dan minta informasi selengkap-lengkapnya agar saat proses KPR tidak terjadi kesalahpahaman. Termasuk soal DP, aturan, dan persyaratan perbankan.
Ketiga, pilihlah lokasi yang sesuai kebutuhan. Rumah subsidi saat ini jarang berada di tengah kota karena harga tanah tinggi. Umumnya berada di kawasan pinggiran atau daerah perbatasan. Di tengah kota justru lebih banyak rumah komersial.
Keempat, saat proses akad kredit, tanyakan kepada pihak bank mengenai langkah-langkah selanjutnya agar tidak terjadi misinformasi di kemudian hari.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)
| 50 Persen Kecelakaan di Tol Akibat Microsleep, Eksklusif Bersama Spv Lalin PT Bakter Tol |
|
|---|
| BKKBN Lampung Entaskan Stunting dengan Genting |
|
|---|
| Pengelola Yayasan Fatimah Az Zahra Bandar Lampung Bicara soal GNN |
|
|---|
| Ketua KONI Lampung Taufik Hidayat Usung Tagline Sinergi untuk Prestasi |
|
|---|
| Peran Polwan Masa Kini, Eksklusif Bersama Kabid Humas Polda Lampung |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/3-JUTA-RUMAH-REI-Lampung.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.