Firasat Sri Mulyani, Anaknya Tak Pulang Sejak Malam, Ternyata Ada di Kantor Polisi

Firasat seorang ibu terhadap anaknya memang tak pernah salah. Begitulah yang dialami Sri Mulyani (47). Anaknya ditemukan berada di kantor polisi.

Tribun Jateng/Rezanda Akbar D
JEMPUT ANAK - Petugas kepolisian di Mapolda Jateng menemui orang tua yang hendak menjemput anaknya, Minggu (31/8/2025). Dari pertemuan tersebut diinformasikan mereka baru bisa menemui anaknya pada pukul 15.30 WIB. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Semarang - Firasat seorang ibu terhadap anaknya memang tak pernah salah. Begitulah yang dialami Sri Mulyani (47). Anaknya ditemukan berada di kantor polisi.

Sri Mulyani sempat gelisah lantaran mengetahui putranya tak kunjung pulang ke rumah sejak Sabtu (30/8 2025) malam. Bahkan, tidurnya pun tak bisa nyenyak.

Dikutip Tribunlampung.co.id dari TribunJatim.com, padahal biasanya, setelah magrib anaknya sudah di rumah.

Tak biasanya, anak laki-lakinya, yang berusia 16 tahun itu, sampai tak pulang. ke rumah. Menurut Sri Mulyani, putranya biasanya keluar rumah hanya untuk main bola atau bermain ke rumah teman, Namun, kali ini anaknya hilang kabar.

Firasat adalah perasaan, intuisi, atau keyakinan yang kuat tentang sesuatu yang akan terjadi, meskipun tidak didasari oleh bukti atau alasan yang jelas. Istilah ini sering disebut juga sebagai prasangka, feeling, atau naluri.

"Biasanya enggak pernah keluar sampai nginep. Begitu semalam enggak pulang, saya langsung khawatir. Rasanya lemes, bingung harus cari ke mana," kata Sri Mulyani kepada Tribun Jateng di Mapolda Jawa Tengah, Minggu (31/8/2025).

Bermodal firasat, dia datang sendiri ke Mapolda Jateng sejak Minggu (31/8/2025), sekitar pukul 08.30. 

Tanpa ada kabar resmi, dia hanya ingin memastikan apakah benar anaknya berada di sana atau tidak. 

"Enggak ada yang ngasih tahu. Saya inisiatif ke sini saja. Pikiran saya, keadaan lagi panas, jadi coba tanya ke Polda Jateng," tutur dia.

Sedihnya, Sri Mulyani baru mendapat kepastian sore harinya.

Petugas mengizinkan Sri Mulyani bertemu dengan sang anak di Gedung Borobudur Polda Jateng. 

Rasa lelah dan gelisah semalaman akhirnya terbayar.

"Alhamdulillah bisa ketemu. Dia langsung minta maaf."

"Katanya enggak ada niatan ikut demo, cuma nganter temannya beli tas. Kesalahannya karena boncengan bertiga," ujarnya.

Sri Mulyani yang duduk di sebelah anaknya menunjukkan tas second yang dibeli bersama temannya. 

"Memang niatnya cuma nganter teman, buat beli tas di thriftingan, bukan ikut-ikutan," imbuhnya.

Sri Mulyani pun bisa sedikit bernapas lega setelah semalaman gelisah.

Suasana haru menyelimuti Gedung Borobudur Polda Jateng, Minggu (31/8/2025) sore.

Tangis pecah begitu para orang tua dipertemukan dengan anak-anak mereka. 

Banyak yang saling berpelukan erat, sebagian anak bahkan sungkem di kaki ibunya sambil menangis dan meminta maaf.

Sri Mulyani menjadi satu di antara orang tua yang akhirnya bisa bernapas lega. 

"Sebagai orang tua pasti khawatir. Tapi hari ini saya bersyukur, akhirnya bisa tahu anak saya ada di sini dan keadaannya baik," tutupnya.

Diberitakan, halaman depan Mapolda Jateng, tepatnya di tepian Jalan Pahlawan, Semarang, berubah menjadi ruang tunggu penuh kegelisahan pada Minggu (31/8/2025) pagi.

Para orang tua berdiri dan duduk di trotoar jalan, wajah mereka tampak tegang, mata sembab karena kurang tidur.

Sesekali pula mereka menatap ke arah pintu gerbang dengan penuh harap.

Mereka bukan sedang mengurus administrasi, bukan pula menanti pelayanan publik. 

Mereka adalah orang tua dan keluarga remaja yang pada Sabtu (30/8/2025) sore hingga malam, ikut terjaring dalam razia besar-besaran polisi seusai kericuhan terjadi di sekitar Mapolda Jateng.

Bagi keluarga yang anaknya tak kunjung pulang pada malam itu, kabar penangkapan membuat mereka kelabakan.

Di antaranya yakni Arifan, seorang ibu yang tinggal di Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.

Sejak pagi pukul 06.30 WIB, dia sudah berada di depan Mapolda Jateng.

"Rasanya saya sudah mau semaput," ujarnya lirih kepada Tribun Jateng, Minggu (31/8/2025).

Arifan berkisah, anaknya yang masih duduk di bangku SMK tidak pernah bicara soal demo.

Matanya sembab dan wajah merah dengan raut murung, Arifan yakin betul anaknya tak neko-neko.

"Sore kemarin masih di rumah, benerin motor. Karena lampu motornya ada di rumah temannya, dia pergi ke sana."

"Dia pergi bawa motor saya, mungkin lewat sini terus kejaring atau bagaimana," ucapnya.

Dini hari, dia sempat menerima pesan dari polisi yang memberitahukan anaknya diamankan.

"Katanya pukul 08.30 atau pukul 10.00 bisa diambil. Tetapi sampai sekarang belum bisa keluar," tambahnya.

Arifan menegaskan, anaknya hanya gemar otak-atik motor, bukan ikut aksi. 

"Kalau memang salah anak saya, saya mohon maaf. Tapi saya juga belum dikasih penjelasan secara jelas sampai sekarang," katanya.

Cerita serupa datang dari Budiarto (60), kakek dari seorang anak laki-laki berinisial K, yang baru duduk di bangku kelas 6 SD.

Dengan tubuh renta, dia berulang kali menghela napas panjang di depan Mapolda Jateng.

Dia bercerita bahwa K tinggal bersama kakek-neneknya di Genuk, Semarang.

Orang tua dari K bekerja di Pati.

"Sehari-hari sama saya dan istri. Dia anaknya pendiam, tidak neko-neko," ujarnya.

"Cucu saya itu cuma main, nongkrong di Simpang Lima. Dia pamit sama saya, 'Kung tak dolan ya," terangnya.

Namun malam itu, cucunya ikut terjaring sweeping aparat.

Budiarto menyebut, cucunya pamit dari rumah sekitar pukul 19.00 WIB, untuk keluar bersama temannya. 

"Saya tidak tahu siapa temannya. Malam itu sebenarnya saya sudah merasa tidak enak."

"Pukul 02.00 saya dikabari polisi dari Polsek Genuk, katanya cucu saya diamankan," ucapnya.

Saat mendapatkan kabar tersebut, istri Budiarto yakni nenek dari K terus menangisinya.

"Istri saya semalam itu menangis terus," tambahnya.

Sambil menunggu, dia hanya bisa berharap cucunya segera pulang. 

"Pukul 10.00 dijanjikan bisa ketemu, ya saya tunggu saja," katanya lirih.

Cerita serupa juga disampaikan Solikin, warga Sembungharjo yang menjemput ponakannya yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP.

Sejak subuh, dia sudah berada di Mapolda Jateng.

"Semalam pukul 23.00, saya ditelepon dari Polda Jateng, katanya anaknya ada di sini. Jadi saya berangkat pukul 05.00, sampai sini pukul 06.00," tuturnya.

Solikin bercerita, tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan kondisi sang keponakan. 

Dia bahkan sudah bersiap datang lebih awal agar tidak dianggap mengulur waktu. 

"Kalau disuruh pukul 07.00, saya datang sebelumnya. Daripada nanti dikira tidak disiplin," ucapnya.

Keponakannya, kata Solikin, baru berusia 15 tahun.

Dia ditangkap saat keponakannya meminta izin untuk menjenguk teman yang lagi sakit.

"Dia mau jemput temannya yang sakit. Dia tidak bawa motor, dibonceng temannya."

"Anak itu pendiam jarang keluar. Itu kalau dilepas di Tlogosari, dia tidak bisa pulang," tutur Solikin.

Saat mendengar kabar dari adiknya bahwa keponakannya terjaring razia, dia sempat bingung.

Di tengah penantian panjang, Solikin mengaku, yang paling membuatnya khawatir adalah soal makan sang keponakan.

"Tadi saya sempat tanya sama petugasnya, 'Anaknya makan enggak Pak?'. Katanya makan, tapi seadanya."

"Anak itu sejak pukul 16.00 kemarin keluar, belum sempat makan. Itu yang saya pikirkan," ungkapnya.

Kisah Arifan, Budiarto, dan Solikin adalah bagian dari sekian banyak orang tua yang gelisah menanti anaknya di Mapolda Jateng.

Mereka datang dengan membawa rasa cemas, kebingungan, sekaligus harapan.

Di luar dengan panasnya terik matahari dan berteduh di balik bayang tembok Mapolda Jateng, orang tua menanti dengan doa, agar anak-anaknya segera dipulangkan.

Hingga pukul 11.00, para orang tua masih bertahan di luar Mapolda Jateng, menunggu kabar.

Berita selanjutnya Kronologi Andika Tewas Seusai Ikut Demo di Depan Gedung DPR, Sempat Izin Guru

Sumber: Tribunnews
Tags
polisi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved