Berita Terkini Nasional
Dwi Tertipu Rp 2,6 M Seleksi Masuk Akpol Jalur Istimewa, Seret 2 Oknum Polisi Aktif
Penipuan itu disadari Dwi setelah anaknya yang dijanjikan mulus masuk Akpol malah gagal dalam seleksi kesehatan.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jawa Tengah - Seorang warga Pekalongan, Jawa Terngah, Dwi Purwanto (42) tertipu seleksi masuk Akademi Polisi (Akpol) jalur khusus hingga mengalami kerugian Rp 2,6 miliar.
Penipuan itu disadari Dwi setelah anaknya yang dijanjikan mulus masuk Akpol malah gagal dalam seleksi kesehatan.
Akhirnya Dwi melaporkan dugaan penipuan seleksi Akpol jalur khusus ke Polda Jawa Tengah.
Dwi tadinya bersedia membayar karena merasa yakin dengan orang yang menjanjikan kelulusan anaknya adalah anggota polisi aktif.
Bahkan anggota polisi aktif tersebut membawa-bawa institusi Mabes Polri.
Dua oknum polisi aktif tersebut juga membawa dua orang lainnya diduga bersekongkol untuk menipu Dwi.
Kasus ini terungkap setelah Dwi melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025.
Dilansir Tribunnews.com, laporan itu berawal dari tawaran jalur istimewa yang disebut sebagai “Kuota Kapolri”, jalur fiktif yang diklaim bisa meloloskan calon taruna Akpol dengan membayar sejumlah uang besar.
Kasus ini bermula pada 9 Desember 2024, saat Dwi menerima pesan WhatsApp dari seorang polisi bernama Aipda F alias Rohim, anggota Polres Pekalongan (Kajen).
Dalam pesan tersebut, Aipda F menawarkan bantuan agar anak Dwi bisa masuk Akpol lewat jalur khusus.
“Beliau menawarkan untuk membantu mengurus anak saya supaya bisa masuk Akpol,” ujar Dwi di Semarang, Rabu (22/10/2025).
Menurut Aipda F, jalur itu disebut sebagai “Kuota Kapolri”, yang dikatakan bisa menjamin kelulusan jika membayar sebesar Rp 3,5 miliar.
Sistemnya pun dibuat seolah profesional — Rp 500 juta dibayarkan di awal sebagai tanda jadi, dan sisanya setelah anak Dwi lolos seleksi pusat (Panpus atau Pantukhir Pusat, tahap akhir dalam seleksi taruna Akpol di tingkat nasional).
Awalnya Dwi menolak, tetapi bujukan demi bujukan terus datang dari Aipda F.
Beberapa hari kemudian, F datang langsung ke rumah Dwi bersama seorang rekannya, Bripka AUK alias Alex, yang juga anggota aktif Polres Pekalongan.
Alex bahkan mengaku sebagai mantan anggota Densus 88 dan adik leting (angkatan di pendidikan kepolisian) dari Aipda F.
Keduanya meyakinkan Dwi bahwa mereka memiliki koneksi dengan seorang pensiunan jenderal polisi bernama Babe, yang disebut mampu “mengatur kuota khusus” bagi calon taruna.
Tak hanya itu, muncul pula nama Agung, sosok yang dikatakan sebagai adik Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Nama besar ini digunakan untuk memperkuat keyakinan korban.
“Katanya ini kuota khusus, tinggal bayar Rp 3,5 miliar. Separuh dulu tanda jadi, sisanya setelah panpus (pantukhir pusat),” jelas Dwi kepada TribunJateng.com.
“Katanya sebelumnya ada yang mau pakai kuotanya tapi ga jadi karena orangnya daftar tentara, jadinya ada satu kuota kosong,” imbuhnya.
Setelah diyakinkan, Dwi akhirnya menyerahkan uang muka Rp500 juta secara tunai kepada Aipda F dan Bripka AUK di sebuah kafe di Semarang pada 21 Desember 2024.
Beberapa minggu kemudian, tepatnya 8 Januari 2025, kedua polisi itu kembali meminta uang sebesar Rp1,5 miliar dengan alasan untuk “proses administrasi di Jakarta”.
“Mereka mendesak, katanya malam itu juga atau paling lambat besok pagi harus dibayar. Saya sampai pinjam ke saudara yang habis jual dua mobil,” kata Dwi.
Kedua mobil mewah yang dijual tersebut adalah Jeep Rubicon dan Mini Cooper. Dari hasil penjualan dan pinjaman keluarga itulah Dwi memenuhi permintaan uang tambahan dari para pelaku.
Tak lama setelahnya, Dwi dipertemukan dengan dua sosok baru — Agung dan Joko. Pertemuan dilakukan di Kediri, Jawa Timur. Keduanya diperkenalkan oleh Aipda F dan Bripka AUK sebagai penghubung langsung ke Babe dan pihak Mabes Polri.
“Setelah ketemu dengan Agung selang satu hari saya dipertemukan dengan saudara Joko di Kediri, Jawa Timur. Kalau Agung ini menurut keterangan dari Alex ini kan adiknya Pak Kapolri, dia sipil. Kalau saudara Joko itu saya kurang paham untuk pekerjaannya apa,” jelas Dwi.
Dalam pertemuan itu, Agung memperkuat keyakinan Dwi bahwa anaknya akan “diperjuangkan langsung” oleh pihak Mabes Polri. Ia bahkan menegaskan bahwa seluruh tahapan akan “diurus langsung oleh Babe”.
“Katanya nanti anak saya akan diurus langsung sama Babe lewat Joko. Jadi semua tahapannya tinggal jalan,” tutur Dwi.
Atas bujukan itu, Dwi kembali mengeluarkan uang dalam empat kali transfer ke rekening atas nama Joko, dengan total Rp650 juta.
Sebagai bentuk keyakinan, anak Dwi bahkan sempat dikirim ke Jakarta karena dijanjikan akan menjalani “pelatihan dan karantina” sebelum seleksi lanjutan.
“Anak saya benar dibawa ke Jakarta. Katanya untuk persiapan dan diperkenalkan ke Babe. Tapi setelah itu tidak ada perkembangan apa pun,” ujarnya.
Harapan Dwi sirna ketika hasil seleksi tahap pertama diumumkan.
Anak Dwi dinyatakan gagal pada pemeriksaan kesehatan (rikes) — salah satu tahapan penting dalam seleksi Akpol.
Saat itulah ia mulai sadar bahwa telah menjadi korban penipuan.
Dwi segera menuntut penjelasan dari para pelaku. Namun bukannya mendapatkan kejelasan, ia justru menghadapi kebuntuan.
Para pelaku saling lempar tanggung jawab dan berjanji akan mengembalikan uangnya, tetapi tidak pernah menepati.
“Mereka janji mau mengembalikan, tapi sampai sekarang tidak ada kabar. Semuanya diam,” kata Dwi.
“Totalnya semua Rp2,65 miliar. Dua miliar diserahkan tunai ke Alex, sisanya ke rekening Joko. Saya langsung klarifikasi, dan mereka berjanji akan mengembalikan uang. Tapi sampai sekarang belum ada itikad baik.”
Dwi mengaku kecewa berat, apalagi karena ia sudah mengenal Aipda F sejak 2011.
“Saya percaya karena sudah kenal Rohim (Aipda F) sejak 2011,” ujarnya.
Merasa dirugikan, Dwi akhirnya melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025.
Ia menuduh empat orang tersebut — Aipda F (Fachrurohim), Bripka AUK (Alex), Agung, dan Joko — telah melakukan penipuan dengan modus menjanjikan jalur khusus masuk Akpol.
Menurut Dwi, kasusnya kini telah naik ke tahap penyidikan (sidik). Ia juga sudah dimintai keterangan oleh penyidik dan menyerahkan berbagai bukti seperti bukti transfer, percakapan WhatsApp, dan rekaman kronologi pertemuan.
“Saya serahkan semua bukti transfer, percakapan WhatsApp, dan kronologinya. Perkembangan penyidik kemarin naik ke Sidik, tingkat sidik. Tetapi kelihatannya belum, belum diproses lagi,” ujarnya.
“Kalau saya sudah dimintai keterangan juga. Sekarang salah satu pelakunya malah sedang pendidikan,” lanjut Dwi.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto mengatakan pihaknya masih melakukan pengecekan terhadap laporan tersebut.
“Ini sedang saya cek dulu ke Krimum dan Propam. Nanti kalau sudah lengkap saya kabari,” kata Artanto.
Dalam laporan yang diajukan, dua pelaku utama diketahui adalah anggota aktif kepolisian.
Aipda F alias Rohim (nama lengkap: Aipda Fachrurohim) merupakan anggota Polsek Paninggaran, Polres Pekalongan.
Istilah Aipda (Ajun Inspektur Polisi Dua) berarti Bintara Tinggi tingkat satu dalam struktur Polri. Tanda pangkatnya berupa dua segitiga bersambung berwarna perak.
Sementara Bripka AUK alias Alex berpangkat Bripka (Brigadir Polisi Kepala), satu tingkat di bawah Aipda.
Kedua anggota ini diduga menggunakan status kepolisian mereka untuk meyakinkan korban.
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan praktik jual beli kursi dalam rekrutmen Akpol.
Padahal, Polri secara tegas melarang segala bentuk jalur khusus, pungutan, ataupun perantara dalam seleksi penerimaan anggota kepolisian.
Seluruh proses rekrutmen resmi Polri menggunakan sistem “Betah” — singkatan dari Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis, di bawah pengawasan internal dan eksternal.
Sayangnya, keyakinan masyarakat terhadap “orang dalam” masih kerap dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab.
Dwi kini hanya berharap uangnya bisa kembali dan para pelaku mendapat hukuman setimpal.
“Uang itu hasil kerja keras saya. Demi anak, saya percaya. Tapi ternyata saya ditipu,” ujarnya dengan nada kecewa. (*)
Berita Selanjutnya Pengakuan Mengejutkan Adi Rasanya Nikahi Janda Anak 9 Usia 63 Tahun, 'Nano-nano'
| ART Nekat Mencuri Harta Majikan Demi Transfer Uang ke Suami, Kerugian Rp 28 Juta |
|
|---|
| Cewek Ditemukan Nyaris Tanpa Busana di Semak-semak, Ternyata Dibuang Sang Kekasih |
|
|---|
| Warga Kaget Lihat Potongan Jasad Bayi Dijilati Anjing, Ternyata Dibuang Janda Muda Ica |
|
|---|
| Pengakuan Agung yang Tega Bunuh dan Bakar Sopir Truk di Ogan Ilir |
|
|---|
| Tersangka Provokator Pembakaran Mabes Polri Curhat Lewat Surat, Klaim Alami Kriminalisasi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.