Reaksi Wali Kota Seusai Menkeu Purbaya Yudhi Bongkar Praktik Jual Beli Jabatan

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, beraksi seusai Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membongkar adanya praktik jual beli jabatan di Pemkab Bekasi.

Tribunnews.com/Nitis Hawaroh
JUAL BELI JABATAN - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa seusai audiensi dengan APPSI, di Gedung Juanda I Kementerian Keuangan Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025). Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, beraksi seusai Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membongkar adanya praktik jual beli jabatan di Pemkab Bekasi. Pernyataan Purbaya Yudhi tersebut disampaikannya saat rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jakarta - Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, beraksi seusai Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membongkar adanya praktik jual beli jabatan di Pemkab Bekasi.

Pernyataan Purbaya Yudhi tersebut disampaikannya saat rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Jual beli jabatan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan korupsi dalam sistem kepegawaian atau birokrasi. Dalam praktiknya, seseorang yang ingin mendapatkan jabatan tertentu, seperti kepala dinas, camat, atau posisi struktural lainnya, membayar sejumlah uang kepada pejabat berwenang agar dipilih atau dilantik, bukan karena prestasi atau kompetensinya.

Dikutip Tribunlampung.co.id dari Wartakotalive.com, Tri Adhianto membantah keras praktik jual beli jabatan yang disebut ada di lingkungan pemerintahannya.

"Ada enggak suara di Kota Bekasi yang jual beli jabatan, sekarang lu merasakan enggak? Dengar enggak?" ujar Tri yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (21/10/2025).

Tri memastikan bahwa seleksi pegawai di lingkungan Pemkot Bekasi sudah dilakukan dengan terbuka dan transparan.

Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi jadi sorotan terkait pernyataanya ada kasus jual beli jabatan di Bekasi, Jawa Barat Pernyataan Menkeu Purbaya mengundang reaksi publik.

Mengenai kasus jual beli jabatan, mengingatkan kasus Rahmat Effendi saat menjabat Wali Kota Bekasi. Dia ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Januari 2022. 12 orang diamankan dalam kasus proyek dan jual beli jabatan.

Terkait jual beli jabatan itu, disebut Purbaya, saat dia mengulas secara umum kasus-kasus yang terjadi selama tiga tahun terakhir di pelbagai daerah.

"Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai," ucap Purbaya dalam 

Kata Purbaya, masalah korupsi di daerah mengakibatkan kebocoran anggaran dan menghambat pembangunan.

Lantas, bagaimana sebenarnya kasus jual beli jabatan di Bekasi?

Alarm, Perlu Tata Kelola

Direktur Eksekutif Ramangsa Institute, Maizal Alfian, menilai pernyataan Menkeu tersebut bersumber dari Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia meminta agar hasil survei yang dijadikan rujukan pernyataan itu dipahami secara tepat dan proporsional.

Survei ini, katanya, merupakan alat deteksi dini pencegahan korupsi yang mengukur persepsi dan potensi kerawanan integritas di lembaga pemerintah, bukan bukti hukum atas praktik tertentu.

“Hasil SPI harus dijadikan alarm untuk memperbaiki tata kelola, bukan dijadikan dasar untuk menuduh tanpa verifikasi fakta,” tegas Maizal Alfian dalam keterangan tertulisnya, pada Minggu (26/10/2025).

Menurutnya, pendekatan berbasis data persepsi seperti SPI justru harus dimanfaatkan pemerintah daerah untuk memperkuat tata kelola aparatur sipil negara (ASN) agar lebih transparan dan akuntabel.

Dalam konteks Bekasi, lanjut Maizal, momentum ini seharusnya dijadikan titik balik untuk memperkuat penerapan sistem merit dan manajemen talenta ASN secara menyeluruh.

“Pemerintah Daerah, baik Kota maupun Kabupaten Bekasi, perlu menjadikan momentum ini sebagai dorongan untuk memperkuat penerapan sistem merit dan manajemen talenta ASN secara menyeluruh,” ujarnya.

Maizal menjelaskan, sistem merit adalah prinsip dasar dalam pengelolaan ASN sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan pedoman Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). 

Melalui sistem ini, setiap proses rekrutmen, promosi, dan mutasi pejabat harus dilakukan secara transparan, objektif, dan berbasis kompetensi, bukan atas dasar kedekatan atau intervensi politik.

“Merit system bukan hanya soal prosedur administratif, tetapi soal keadilan karier dan kualitas pelayanan publik. Pemerintah daerah harus memastikan setiap jabatan diisi oleh aparatur yang berintegritas, kompeten, dan memiliki rekam jejak yang jelas,” kata Maizal.

Selain memperkuat merit sistem, Maizal juga mendorong Pemda Bekasi membangun manajemen talenta (talent management system) agar regenerasi dan promosi pejabat berlangsung terencana serta meminimalkan ruang bagi praktik non-profesional.

Langkah ini, menurutnya, menjadi bagian penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah.

“Pendekatan berbasis merit dan talenta adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah. Dengan tata kelola yang terbuka dan evaluasi berbasis kinerja, ke depan ASN dapat menjadi motor reformasi pelayanan publik yang bersih dan profesional,” ungkapnya.

Maizal menekankan, reformasi ASN di daerah tidak bisa hanya bergantung pada regulasi, tetapi membutuhkan komitmen nyata dari kepala daerah dan pejabat pembina kepegawaian untuk menjalankan prinsip meritokrasi secara konsisten.

Dengan begitu, isu dugaan jual-beli jabatan yang sempat menyeruak dapat dijawab dengan langkah konkret melalui reformasi manajemen ASN.

Dia berujar, Pemda Bekasi perlu segera memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki proses penilaian kinerja, dan memperluas akses pelaporan bagi ASN maupun masyarakat.

Langkah-langkah itu akan mempersempit peluang terjadinya praktik transaksional dalam birokrasi.

Jika sistem merit dan manajemen talenta diterapkan dengan konsisten, birokrasi Bekasi tidak hanya menjadi lebih bersih, tetapi juga mampu menghadirkan pelayanan publik yang lebih cepat, efektif, dan berorientasi pada hasil.

“Dengan tata kelola yang terbuka dan evaluasi berbasis kinerja, ke depan ASN dapat menjadi motor reformasi pelayanan publik yang bersih dan profesional,” tutup Maizal.

Eks Wali Kota Bekasi Pernah Kena OTT

Diketahui, pada 5 Januari 2022 lalu KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus proyek dan jual beli jabatan.

Satu dari 12 orang yang kena OTT adalah Rahmat Effendi yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Bekasi.

Rahmat Effendi didakwa menerima Rp 10 miliar dari persekongkolan pengadaan barang dan jasa.

Soal jual beli jabatan, dia juga didakwa meraup Rp 7,1 miliar dari setoran para ASN di lingkungan Pemkot Bekasi.

Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara terhadap Rahmat Effendi atau biasa disebut sebagai Pepen karena terbukti bersalah dalam suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.  

Berita selanjutnya Hasil Ekshumasi Patahkan Alibi Ayah MAA, Kematian Bocah 6 Tahun Bukan Panas Tinggi

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved