Berita Terkini Nasional

DPR RI Sahkan RUU KUHAP, Celah Penangkapan hingga Penyadapan Tanpa Izin Hakim Disorot

DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna pada Selasa (18/11/2025).

Editor: Kiki Novilia
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SAHKAN RUU KUHAP - Ilustrasi Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna, Senin (30/9/2024). DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna pada Selasa (18/11/2025). 

Ringkasan Berita:
  • DPR RI telah resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna hari ini, Selasa (18/11/2025).
  • Pengesahan RKUHAP itu terjadi setelah sidang yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani menuai kata sepakat dari seluruh fraksi yang hadir. 
  • Padahal, terdapat banyak penolakan dari publik karena dianggap membelenggu kemerdekaan warga negara. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Jakarta - DPR RI telah resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna hari ini, Selasa (18/11/2025). Isi aturan di dalamnya pun disorot. 

Pengesahan RKUHAP itu terjadi setelah sidang yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani menuai kata sepakat. Kesepakatan tersebut diambil dari seluruh fraksi yang hadir. 

"Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP apakah dapat disetujui menjadi UU?” tanya Puan, dikutip dari Kompas, Selasa (18/11/2025).

Seluruh peserta rapat paripurna pun kompak menyatakan “Setuju” terhadap pengesahan RUU KUHAP tersebut. Puan menegaskan bahwa laporan hasil pembahasan KUHAP yang disampaikan oleh Habiburokhman sudah cukup jelas.

Pimpinan DPR RI pun berharap publik yang masih menolak proses legislasi tersebut tidak termakan hoaks terkait substansi KUHAP baru yang disahkan.

“Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami,” kata Puan.

Namun, koalisi masyarakat sipil dan para ahli hukum pidana menilai sejumlah pasal dalam RUU KUHAP dapat memperluas kewenangan aparat penegak hukum. Mereka menyoroti adanya celah tindakan penangkapan, penahanan, hingga penyadapan dilakukan tanpa izin hakim dalam situasi tertentu, terutama ketika pasal-pasal tersebut menggunakan frasa “sangat perlu” atau “keadaan mendesak”.

Sorotan itu merujuk pada Pasal 5 RUU KUHAP yang memungkinkan penyidik melakukan tindakan awal berupa penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, hingga penahanan. Menurut koalisi, pada tahap ini dugaan tindak pidana belum sepenuhnya terkonfirmasi sehingga berpotensi melanggar prinsip kehati-hatian.

Substansi Revisi KUHAP

Sebagai informasi, selama pembahasan, Panitia Kerja RUU KUHAP menyepakati 14 substansi utama yang menjadi kerangka pembaruan hukum acara pidana. Berikut 14 poin substansi revisi KUHAP yang disepakati DPR:

1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.

2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.

3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.

4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.

5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.

6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Tags
DPR
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved